By. Pdt. Esra Soru
PERTANYAAN : Jikalau Tuhan sudah mengatur seluruh jalan hidup kita, semua yang terjadi dalam kehidupan kita, entah sukacita ataupun malapetaka, mati dan hidup kita, lalu untuk apa lagi kita perlu bertanggung jawab untuk berbuat ini dan itu? Misalnya kalau kita sakit mengapa kita harus repot2 pergi ke dokter? Bukankah kalau Tuhan menetapkan saya mati, pergi ke dokter pun tidak akan menyelamatkan saya. Atau jika Tuhan menetapkan saya sembuh, tanpa pergi ke dokter pun saya pasti akan sembuh?
JAWABAN :
Saya setuju bahwa Allah tetlah
menetapkan segala jalan hidup manusia.
Maz 139:16
- “mataMu melihat selagi aku bakal anak,
dan dalam kitabMu semuanya
tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya”.
Amsal 20:24a -
“Langkah orang ditentukan oleh TUHAN”.
Bahkan termasuk segala hal yang terjadi di dunia ini
entah yang baik maupun yang buruk, entah sukacita atau malapetaka.
Pengkh 7:14 - “Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada
hari malang ingatlah, bahwa hari malang
inipun dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak
dapat menemukan sesuatu mengenai masa depannya”.
Yes 45:6b-7 - “(6b) Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain,
(7) yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat
semuanya ini”.
Rat 3:37-38 - “(37) Siapa berfirman, maka semuanya jadi?
Bukankah Tuhan yang memerintahkannya? (38) Bukankah dari mulut Yang Mahatinggi keluar apa yang buruk dan apa yang baik?”.
Amos 3:6
- “Adakah sangkakala ditiup di suatu kota, dan orang-orang
tidak gemetar? Adakah terjadi
malapetaka di suatu kota,
dan TUHAN tidak melakukannya?”.
Nah, jika segala sesuatu sudah
ditetapkan oleh Tuhan dan pasti terjadi, lalu di mana peranan kita manusia? Di
mana kebebasan kita? Tidakkah itu menjadikan kita seperti robot yang sudah
diprogram untuk melaksanakan semua ketetapan Tuhan itu tanpa bisa berbuat yang
lain dari yang sudah ditetapkan? Tidakkah ini membuat manusia jatuh pada
fatalisme di mana manusia akan hidup secara apatis / acuh tak acuh dan secara
tak bertanggung jawab karena segala sesuatu memang sudah ditetapkan Tuhan? Bahkan
jika dosa sudah ditentukan oleh Tuhan, mengapa Tuhan lalu menghukum kita kalau
kita berdosa? Tidakkah kalau saya berdosa, itu juga ada dalam ketetapan Tuhan?
Pertama-tama kita perlu melihat
dari Alkitab bahwa sekalipun untuk sesuatu hal yang sudah ditentukan oleh Tuhan,
sama sekali itu tidak membuang tanggung jawab manusia. Perhatikan ayat-ayat
berikut :
Mat 18:7 - “Celakalah dunia dengan segala penyesatannya:
memang penyesatan harus ada,
tetapi celakalah orang yang
mengadakannya!”
Kata-kata “memang
penyesatan harus ada” menunjuk pada ketetapan Tuhan tetapi kata-kata : “celakalah orang yang mengadakannya”
menunjuk pada tanggung jawab manusia.
Luk 22:22 - “Sebab Anak
Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia
diserahkan”.
Kata-kata “Sebab
Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan,” menunjuk
pada ketetapan Tuhan tetapi kata-kata : “celakalah
orang yang olehnya Ia diserahkan” menunjuk pada tanggung jawab manusia.
Dari sini terlihat bahwa
sekalipun ada penetapan Tuhan, itu sama sekali tidak melepaskan manusia dari
tanggung jawab. Tuhan menentukan langkah-langkah orang tapi kalau orang itu
melangkah salah, ia harus bertanggung jawab. Tetapi mengapa harus demikian? Ini
kelihatannya tidak adil! Kalau memang Tuhan yang menentukan saya melakukan ini
dan itu, mengapa saya harus bertanggung jawab atau bahkan dihukum karena
melakukan hal tersebut? Memang ini sukar dijelaskan, tapi begitulah yang
diajarkan Alkitab. Minimal ada 2 alasan mengapa hal ini terjadi :
1. Karena sekalipun Tuhan menentukan terjadinya
segala sesuatu, tetapi manusia tetap melaksanakan semuanya dengan kehendak
bebasnya.
Maksudnya
adalah penentuan Tuhan tidak pernah menghilangkan kebebasan manusia di dalam
bertindak. Manusia tetap bertindak sesuai kebebasannya sendiri tetapi pada
akhirnya ia hanya akan melakukan apa yang sudah Tuhan tetapkan sebelumnya. Perhatikan
ayat ini :
Ams 16:1 - Manusia
dapat menimbang-nimbang dalam hati, tetapi jawaban lidah
berasal dari pada TUHAN.
Kata-kata “jawaban lidah berasal dari pada TUHAN” menunjukkan
adanya ketetapan Tuhan. Tetapi kata-kata “manusia
dapat menimbang-nimbang dalam hati” menunjukkan adanya kebebasan manusia di
dalam bertindak di mana ia menimbang-nimbang. Jadi sekalipun ada ketetapan
Tuhan tetapi kebebasan manusia tetap ada.
Ams 16:9 - Hati
manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi TUHANlah yang
menentukan arah langkahnya.
Kata-kata “TUHANlah yang menentukan arah langkahnya” menunjukkan
adanya ketetapan Tuhan. Tetapi kata-kata “hati
manusia memikir-mikirkan jalannya” menunjukkan adanya kebebasan manusia di
dalam bertindak di mana ia memikir-mikirkan jalannya. Jadi sekalipun ada
ketetapan Tuhan tetapi kebebasan manusia tetap ada.
Termasuk dalam
hal dosa, biar pun Tuhan menetapkan terjadinya dosa tetapi pada saat manusia
itu berdosa, ia berdosa dari kehendak sendiri. Ia tidak dipaksa oleh Tuhan
untuk berbuat dosa. Dan karena itu ia bertanggung jawab atas dosanya itu. Contohnya
adalah Firaun. Allah telah menentukan bahwa Ia akan mengeraskan hati Firaun.
Kel 7:3 - Tetapi Aku
akan mengeraskan hati Firaun, dan Aku akan memperbanyak tanda-tanda dan
mujizat-mujizat yang Kubuat di tanah Mesir.
Tetapi pada waktu ketetapan Allah itu terlaksana, ternyata Firaun mengeraskan hatinya sendiri.
Kel 7:13 - Tetapi hati
Firaun berkeras, sehingga tidak mau mendengarkan mereka keduanya --
seperti yang telah difirmankan TUHAN.
Kel 8:32 - Tetapi sekali ini pun Firaun tetap berkeras hati; ia tidak membiarkan bangsa itu
pergi.
Karena itu Firaun
harus bertanggung jawab atas kekerasan hatinya.
Contoh lain
adalah bangsa Asyur. Tuhan telah menetapkan Asyur untuk menyerang Israel tetapi sewaktu Asyur menyerang Israel,
mereka tidak dipaksa oleh Tuhan. Mereka melakukannya dengan keinginannya sendiri
dengan motivasi yang jahat.
Yes 10:5-7 – (5) Celakalah Asyur, yang menjadi cambuk
murka-Ku dan yang menjadi tongkat amarah-Ku! (6) Aku akan menyuruhnya terhadap bangsa yang murtad, dan Aku akan memerintahkannya melawan umat
sasaran murka-Ku, untuk melakukan
perampasan dan penjarahan, dan untuk
menginjak-injak mereka seperti lumpur di jalan. (7) Tetapi dia sendiri
tidak demikian maksudnya dan tidak demikian rancangan hatinya, melainkan niat hatinya ialah hendak memunahkan dan
hendak melenyapkan tidak sedikit bangsa-bangsa
Ayat 6
menunjukkan ketetapan Tuhan. Ayat 7 menunjukkan bahwa kebebasan Asyur dalam
bertindak dengan motivasi yang jahat. Karena itu mereka harus bertanggung jawab
atas perbuatannya (ayat 5).
Demikian juga
dengan Yudas Iskariot. Tuhan memang telah menetapkan bahwa Yesus akan dijual
oleh Yudas tetapi pada saat itu terjadi, Tuhan tidak memaksa Yudas untuk
menjual Yesus. Yudas menjual karena keinginannya sendiri dan juga bahwa Yudas
tidak menjual Yesus agar rencana Tuhan tergenapi. Dia menjual Yesus karena
alasan yang lain. Karena itu Yudas harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
Demikian juga
untuk hal-hal yang lain. Tuhan sudah menetapkan segala sesuatu tetapi itu sama
sekali tidak merampas kebebasan manusia. Karena kebebasan manusia tidak
dirampas maka manusia harus tetap bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Tentang
bagaimana Tuhan sudah menentukan dan mengatur segala sesuatu tetapi manusia
masih bisa mempunyai kebebasan, itu memang sukar dijelaskan. Tetapi jelas
Alkitab mengajarkan kedua hal itu dan karena itu kita wajib mengajarkan dan
mempercayai 2 hal itu sekalipun kita tidak mampu menjelaskannya.
Charles Haddon Spurgeon - Manusia,
bertindak sesuka hatinya, tetapi bagaimana pun juga ia akan dikalahkan /
dikuasai oleh pemerintahan Allah yang berdaulat dan bijaksana ... Bagaimana dua
hal ini bisa benar? Saya tidak bisa mengatakan. ... Saya tidak yakin bahwa di
surga kita akan bisa mengetahui di mana tindakan bebas manusia dan kedaulatan
Allah bertemu, tetapi keduanya adalah kebenaran yang besar. Allah telah
mempredestinasikan segala sesuatu tetapi manusia bertanggung jawab. (‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol. 7, hal. 10).
Charles Haddon Spurgeon (tentang
tentara yang tidak mematahkan kaki Kristus tetapi menusuk-Nya dengan tombak -
Yoh 19:33-34) : “Mereka bertindak
dengan kehendak bebas mereka, tetapi pada saat yang sama mereka menggenapi
rencana yang kekal dari Allah. Apakah kita tidak akan pernah bisa menancapkan
ke dalam pikiran manusia kebenaran ini bahwa predestinasi dan kebebasan manusia
merupakan fakta? Manusia berbuat dosa sebebas burung-burung yang terbang di
udara, dan mereka semuanya bertanggung jawab untuk dosa mereka; tetapi segala
sesuatu ditetapkan dan dilihat lebih dulu oleh Allah. Penetapan lebih dulu dari
Allah sama sekali tidak mengganggu tanggung jawab manusia. Saya sering ditanya
oleh orang-orang bagaimana mendamaikan dua kebenaran ini. Jawaban saya hanyalah
- Mereka tidak membutuhkan pendamaian, karena mereka tidak pernah bertengkar.
Mengapa saya harus mendamaikan 2 orang sahabat? Buktikan kepada saya bahwa dua
kebenaran itu tidak setuju / cocok. Dalam permintaan itu saya telah memberimu
suatu tugas yang sama sukarnya seperti yang kau kemukakan kepada saya. Kedua
fakta ini adalah garis-garis yang paralel; saya tidak bisa membuat mereka
bersatu, tetapi engkau tidak bisa membuat mereka bersilangan. (‘A
Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord, vol. VI - The Passion and Death of Our
Lord’, hal. 670-671).
Arthur W. Pink: Dua hal tidak
perlu diperdebatkan : Allah itu berdaulat, manusia itu bertanggung jawab. ...
Menekankan kedaulatan Allah, tanpa juga memelihara pertanggungan jawab dari
makhluk ciptaan, cenderung kepada fatalisme; terlalu memperhatikan pemeliharaan
tanggung jawab manusia, sehingga tidak mengindahkan kedaulatan Allah, sama
dengan meninggikan makhluk ciptaan dan merendahkan sang Pencipta. (‘The
Sovereignty of God’, hal. 9).
2. Karena yang menjadi pedoman hidup manusia
adalah Firman Tuhan dan bukan ketetapan Allah yang bersifat rahasia.
Perhatikan ayat
ini :
Ul 29:29
- “Hal-hal
yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita
dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala
perkataan hukum Taurat ini”.
Ayat ini
berkata bahwa : ‘hal-hal yang
tersembunyi’ itu ialah ‘bagi Tuhan’. Jadi, Rencana Allah yang tidak kita
ketahui itu bukan untuk kita, dan karenanya itu bukan pedoman hidup kita.
Tetapi ‘hal-hal yang dinyatakan’ ialah
‘bagi kita’. ‘Hal-hal yang dinyatakan’ ini ialah hukum Taurat, atau Firman
Tuhan. Ini dikatakan ‘bagi kita’, dan karenanya inilah pedoman hidup kita. Karena
itu tanggung jawab manusia adalah mempelajari Firman Tuhan dan melakukannya.
Jangan peduli dengan ketetapan Tuhan yang rahasia itu. Itu urusan Tuhan dan
bukan urusan kita! Urusan kita adalah melakukan seperti yang ada di dalam
Firman Tuhan.
Charles Haddon Spurgeon: Biarlah
providensia Allah melakukan apa pun, urusanmu adalah melakukan apa yang kamu
bisa. (‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol. 7, hal. 43).
Contoh :
Dalam persoalan
keselamatan. Tuhan sudah menentukan / memilih orang-orang tertentu untuk selamat
(Ef 1:4,5,11) dan orang-orang tertentu untuk binasa / masuk neraka
(Yoh 17:22 Ro 9:22), tetapi
kita tidak tahu siapa yang dipilih untuk selamat dan siapa yang dipilih untuk
binasa. Jadi itu adalah kehendak Allah yang tersembunyi dan tidak boleh kita
jadikan dasar / pedoman hidup kita, misalnya dengan berpikir / bersikap seperti
ini : “Sekarang ini saya tidak perlu percaya kepada Yesus. Kalau saya memang
ditentukan selamat, nanti saya pasti akan percaya dengan sendirinya. Atau : “Mungkin
orang itu bukan orang pilihan, sehingga hanya membuang-buang waktu dan tenaga
untuk menginjili dia. Biarkan saja dia, kalau ternyata dia orang pilihan, toh
nanti dia akan percaya dengan sendirinya”. Sebaliknya, kita harus hidup berdasarkan
Firman Tuhan (kehendak Allah yang dinyatakan bagi kita), misalnya Kis 16:31
merupakan perintah untuk percaya kepada Yesus. Jadi, apakah saya dipilih untuk selamat
atau binasa, itu tidak saya ketahui, dan karenanya bukan urusan saya dan bukan
pedoman hidup saya. Pedoman hidup saya adalah Firman Tuhan, dan Firman Tuhan
dalam Kis 16:31 menyuruh saya percaya kepada Yesus. Dan Mat 28:19-20
merupakan perintah untuk memberitakan Injil kepada semua orang. Jadi pada waktu
saya bertemu dengan seseorang, bukanlah urusan saya apakah orang itu dipilih
untuk selamat atau binasa. Itu tidak saya ketahui dan karenanya bukan pedoman
hidup saya. Urusan saya adalah melakukan perintah Firman Tuhan dalam
Mat 28:19, yaitu menjadikan semua bangsa murid Yesus.
Dalam persoalam
kemurtadan. Misalnya kalau saudara tertarik dengan cewek/cowok beragama lain
dan saudara baru bisa mendapatkan dia kalau saudara pindah agama, saudara tidak
boleh berpikir bahwa mungkin saya ditetapkan untuk pindah agama. Persoalannya
saudara tidak tahu apakah memang Tuhan tetapkan itu atau tidak. Pedoman saudara
adalah Firman Tuhan yang menyuruh saudara untuk tetap setia kepada Tuhan.
Dalam persoalan
kematian / kesehatan. Misalnya saudara terkena suatu penyakit. Dan saudara lalu
berpikir : ‘Mungkin saya sudah ditetapkan
untuk mati, jadi percuma saya berusaha untuk sembuh’. Ini sikap yang salah!
Memang Tuhan sudah menentukan saat kematian saya, dan juga apakah saya akan
sembuh atau tidak, dan kalau Tuhan menentukan saya sembuh maka saat
kesembuhannya juga sudah ditentukan, dan semua ketentuan Allah itu pasti terjadi.
Tetapi persoalannya adalah saya tidak tahu akan ketetapan Allah itu! Itu
merupakan ‘hal yang tersembunyi’ bagi saya dan karena itu maka hal itu bukan
pedoman hidup saya. Pedoman hidup saya adalah Kitab Suci, dan Kitab Suci
menyuruh saya mengasihi diri saya sendiri (Mat 22:39)
Mat 22:39 - Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu,
ialah: Kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri.
Karena itu saya
harus berusaha untuk sembuh, selama saya tidak mencari kesembuhan itu dengan
jalan yang salah, misalnya dengan pergi ke dukun.
Dalam persoalan
studi. Kita tidak boleh berpikir bahwa karena Tuhan sudah menentukan segala
sesuatu berarti Dia sudah menentukan saya lulus ujian atau tidak. Jadi untuk
apa belajar? Kalau belajar giat pun tetapi Tuhan menentukan tidak lulus maka
pasti saya tidak lulus. Tetap kalau
Tuhan menentukan saya lulus, biar pun tidak belajar pasti akan lulus. Persoalannya
adalah saudara tidak tahu apakah Tuhan menentukan saudara lulus atau tidak.
Kalau begitu itu masih rahasia dan jangan dijadikan sebagai pedoman hidup. Pedoman
hidup saudara adalah Firman Tuhan yang menyuruh saudara untuk rajin
belajar/berusaha.
Dalam persoalan
jodoh. Kita tidak boleh berpikir bahwa karena Tuhan sudah menentukan segala
sesuatu berarti Dia sudah menentukan saya akan dapat jodoh atau tidak. Jadi
untuk apa cari jodoh? Kalau cari pun tetapi Tuhan menentukan saya tidak akan
dapat jodoh maka pasti saya tetap jomblo.
Tetap kalau Tuhan menentukan saya dapat jodoh, biar pun tidak usaha pasti
akan datang dengan sendirinya seperti Adam yang ketika bangun tidur sudah ada
Hawa. Persoalannya adalah saudara tidak tahu apakah Tuhan menentukan saudara dapat
jodoh atau tidak. Kalau begitu itu masih rahasia dan jangan dijadikan sebagai
pedoman hidup. Pedoman hidup saudara adalah Firman Tuhan yang menyuruh saudara untuk
berusaha. Ingat ini bukan zaman Adam dan Hawa. Zaman sekarang banyak saingan.
Dalam hal yang
bersifat dosa. Kalau ada orang yang berbuat jahat kepada saudara, dan saudara
digoda setan untuk membalasnya, maka saudara tidak boleh berpikir: ‘Barangkali saya ditentukan untuk membalas’.
Faktanya adalah saudara tidak mengetahui ketentuan Allah dalam persoalan itu,
lalu mengapa menebak-nebak apa yang tidak saudara ketahui? Dan kalau menebak,
mengapa tidak menebak sebaliknya? Karena hal itu tidak diketahui, maka itu
bukan pedoman hidup saudara. Pedoman hidup saudara adalah apa yang dinyatakan kepada
saudara dalam Kitab Suci :
Mat 5:44 - Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah
bagi mereka yang menganiaya kamu.
Kalau saudara
mencari pasangan hidup, dan lalu jatuh cinta kepada seseorang yang belum
percaya kepada Kristus, maka jangan berpikir: ‘Barangkali saya ditentukan untuk kawin dengan orang kafir’. Pedoman
hidup saudara adalah Kitab Suci yang berkata :
2 Kor 6:14 - Janganlah
kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara
kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?
Kalau saudara
sudah menikah dan lalu bentrok dengan pasangan saudara, jangan berpikir: ‘Mungkin saya ditentukan untuk bercerai’.
Pedoman saudara adalah Kitab Suci :
Mat 19:6 – “…apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."
Semua ini
mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan menetapkan segala sesuatu tetapi kita tetap
harus bertanggung jawab atas semua perbuatan kita. Karena itu ajaran tentang
providensi Allah ini tidak boleh membawa kita pada fatalisme di mana kita hidup
secara apatis dan tidak bertanggung jawab. Ingat bahwa pedoman hidup kita
bukanlah rencana rahasia Allah itu melainkan Firman Tuhan. Belajarlah Firman
Tuhan dengan sungguh-sungguh dan hiduplah sesuai dengan perintah Firman Tuhan
itu tanpa memikir-mikirkan rencana rahasia Allah itu. Ingatlah bahwa semua
perbuatan kita akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan suatu kali kelak.
Rom 14:12 - Demikianlah setiap orang di antara kita akan
memberi pertanggungan jawab
tentang dirinya sendiri kepada Allah.
*******************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda dan jangan lupa mencantumkan nama dan kota.propinsi tempat anda berdomisili. Misalnya : Yutmen (Jogja)