By. Ma Kuru
Tanggapan atas tulisan Sdr. Dji ji Liong yang menanggapi tulisan Pdt. Budi Asali yang menanggapi seminar Eskatologi Dr. Suhento Liauw.
Untuk bisa tulisan ini dengan baik, silahkan baca terlebih dahulu :
1. Tanggapan Pdt. Budi Asali atas ajaran Pdt. Dr. Suhento Liauw dalam seminar ESKATOLOGI di Surabaya.
2. Tanggapan Sdr. Dji ji Liong (muridnya Dr, Suhento Liauw) terhadap tanggapan Pdt. Budi Asali.
Tadi pagi saya membaca sebuah tulisan di sini yang
menyerang tulisan pak Budi Asali yang saya posting di sini. Tulisan yang
pertama disebut katanya dibuat oleh seorang murid Suhento Liauw yang
pendapatnya dibantah tulisan pak Budi dengan tulisan yang disebut kedua di
atas. Saya bukan murid pak Budi Asali. Saya hanya sekali ketemu dan tidak
pernah sama sekali belajar sebagai murid pak Budi. Saya juga merasa bahwa pak
Budi dan murid-murid bisa membantah tulisan ini. Ini hanya tulisan orang di
luar saya yang berharap ada sesuatu yang berubah dari yang namanya ‘ulama-ulama
atau calon-calon ulama Kristen‘ seperti ini, sehingga jemaat bisa jadi jemaat
yang kritis.
Saya tidak mereproduksi tulisan yang
saya bantah, tetapi kalau saudara ingin membacanya, dapat dibukan di link di
atas. Di bawah ini tanggapan saya:
Tentang KKR yang katanya emosional
dan seminar yang mementingkan pengetahuan.
Klaim subyektif bahwa semua orang akan setuju bahwa seminar lebih menekankan pengetahuan dari pada KKR. Dia tau darimana? Ada kemungkinan bahwa ini hanya gaya bahasa hiperbola? Buktinya ada pak Budi dan saya yang tidak setuju bahwa KKR selalu kurang mementingkan pengetahuan.
Alasan yang dikemukakan untuk
mendukung proposisi bahwa seminar lebih menekankan pengetahuan adalah sesi
tanya jawab pada setiap seminar yang dilakukan Suhento. Lalu di seminar lain
yang tidak dilakukan si Suhento? Pak Budi tidak sedang membicarakan seminar
yang dilakukan si Suhento tetapi semua seminar. Dengan kata lain si murid yang
belum wisuda ini melakukan sesat pikir strawmen, yaitu menyerang sesuatu yang
bukan pandangan lawan. Tamatkan dulu kuliahnya dan baik-baik belajar logika
baru tulis tanggapan.
Terkait dengan alasan yang
diberikan, masih ada masalah. Fakta bahwa dalam satu kegiatan ada kegiatan
tanya jawab tidak serta-merta berarti bahwa kegiatan tersebut mengutamakan
pengetahuan. Tidak ada keharusan logis untuk itu. Si murid harus menunjukkan
sebuah hubungan yang valid antara diadakannya tanya jawab dengan pengutamaan
pengetahuan dan itu tidak terlihat dalam tulisan ini. Bukanlah sebuah
ketidakmungkinan logis bagi seorang pembicara seminar untuk mengadakan sebuah
seminar hanya untuk mempromosikan ide mereka. MLM dan sejenisnya tidak
menggunakan KKR untuk merekrut anggota. Mereka dikumpulkan dalam sebuah
‘seminar’ dan di sana ada tanya jawab juga. Tetapi acara-acara MLM itu adalah
acara-acara yang paling menekankan perasaan.
Tentang Lucifer
Si murid yang belum tamat ini hanya mengklaim bahwa Lucifer merujuk kepada panglima Setan. Tidak ada alasan yang dikemukakan. Hanya retorika “..semua orang juga tau…” Tidak ada analisa terhadap argumen yang dikemukakan Calvin dan Clarke dan yang dipegang oleh pak Budi apa lagi bantahannya. Yang ada hanya serangan terhadap pribadi Calvin, Clarke, dan pak Budi tanpa argumen menentang argumen mereka. Murni ad hominem!
Tentang Allah mencium bau
persembahan dan menjadi bahagia
Perhatikan bahwa yang diserang pak Budi adalah pandangan bahwa “Allah mencium bau harum lalu menjadi bahagia” Jadi ada urut-urutan yaitu mencium baru harum dulu baru merasa bahagia. Sedangkan yang dijelaskan oleh murid si Suhento adalah ‘frase mencium bau harum’ itu adalah sinonim dengan Allah bahagia. Kembali si murid Suhento melakukan blunder strawmen. Menarik khan?
Frase “menjadi bahagia”
Jelas sekali kata ‘menjadi’ berarti sebelumnya belum. Jadi saat si Suhento mengatakan “Allah menjadi bahagia.’ Berarti sebelumnya Allah tidak bahagia. Si murid Suhento mengeluh karena yang diserang pak Budi bukan ucapan si Suhento. Jelas saja yang diserang pak Budi bukan kata-kata si Suhento per se, tetapi impliksi dari frase ‘menjadi bahagia.’ Murid si Suhento rupanya harus banyak lagi belajar tentang pemahaman bacaan
Tentang darah (dalam tulah ke-10)
yang membentuk salib
Murid si Suhento membela si guru dengan mengatakan bahwa dia adalah seorang fundamental yang percaya Sola Scriptura dan tidak ada yang lain. Masalahnya tidak ada argumen yang mendukung klaim seperti itu. Pak Budi menunjukkan ketidakkonsistenan si Suhento dengan menunjukkan bahwa apa yang dia simpulkan tidak ada dalam Alkitab. Si Suhento mengatakan bahwa darah anak domba yang dibubuhkan di atas pintu membentuk salib tertentu. Itu tidak ada dalam Alkitab. Si murid ini bukannya menunjukkan bagaimana argumen pak Budi tidak benar, tetapi mengeluh bahwa pak Budi mempermasalahkan bentuk salib. Memang pak Budi berbicara tentang bentuk salib, tetapi konteksnya adalah menunjukkan bahwa ada berbagai bentuk salib sehingga kalau dikatakan oleh si Suhento bahwa darah yang dibubuhkan di pintu itu pasti membentuk salib tertentu. Sekali lagi si murid masih harus memperdalam pemahaman bacaannya. Dengan kemampuan membacanya yang sekarang, dia hanya bisa melakukan strawmen dan Red Herring seperti yang dilakukan saat ini.
Tentang baptisan yang harus selam.
Dalam tulisan ini murid si Suhento menyerang pak Budi dengan mengatakan bahwa pak Budi sedang berkontradiksi dengan diri sendiri karena pada awalnya pak Budi mengatakan bahwa si Suhento percaya bahwa “baptisan itu bukan merupakan sesuatu yang hakiki untuk keselamatan” namun kemudian pak Budi mengingkarinya dengan mengatakan bahwa si Suhento menganggap sebagai sesuatu yang esensial dari keselamatan. Padahal yang pak Budi lakukan adalah bahwa walaupun secara eksplisit si Suhento mengakui bahwa baptisan itu bukan merupakan sesuatu yang hakiki untuk keselamatan”, tetapi penekanannya pada cara baptisan tertentu sebagai keharusan dan bahwa dengan cara baptisan lain sama dengan mempersembahkan sesuatu yang tidak diterima oleh Tuhan berimplikasi bahwa cara baptisan hakiki bagi keselamatan. Jadi yang ditelanjangi oleh pak Budi adalah bagaimana si Suhento tidak konsisten alias tidak rasional dengan berpegang pada satu proposisi namun pada saat yang sama juga mengakui proposisi lain yang secara implikatif bertentangan dengan posisi pertama, sebagai benar. Sekali lagi si murid melakukan blunder strawmen. Pak Budi tidak sedang berkontradiksi dengan diri sendiri. Mungkin murid si Suhento harus menjadi murid SD yang belajar pemahaman bacaan lagi.
Masih dalam kaitan dengan baptis
harus selam, si murid Suhento mengeluh kenapa pak Budi tidak menerima pandangan
bahwa baptisan harus dengan cara selam sedangkan pak Budi sendiri mengakui
bahwa itu adalah satu kemungkinan. Sekali lagi si Dji ini menunjukkan bahwa dia
tidak paham tentang logika. Kalau ada dua proposisi yang berbeda dan tidak ada
argumen yang menunjukkan bahwa yang satu pasti benar (walaupun itu sebuah kemungkinan),
maka adalah tidak valid untuk memilih proposisi tersebut hanya berdasarkan
keniscayaan. Semoga orang ini belajar lebih banyak lagi.
Masih banyak yang ditulis oleh si
penanggap pak Budi Asali, tetapi karena saya tidak menemukan satupun argumen di
atas mengindikasikan bahwa dia paham logika, sedangkan logika adalah prakondisi
dalam sebuah diskusi atau diskursus intelek, maka saya putuskan untuk tidak
perlu menanggapi bagian lain. Kalau mahasiswa seperti ini mutu tulisannya, agak
sulit membayangkan kualitas lembaga pendidikan tempat dia belajar atau bahkan
mungkin gurunya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda dan jangan lupa mencantumkan nama dan kota.propinsi tempat anda berdomisili. Misalnya : Yutmen (Jogja)