Oleh : Esra Alfred Soru
Kalau boleh dikatakan, inilah bagian yang paling banyak kekacaubalauannya di dalam pembahasan tentang kepenuhan Roh Kudus. Memang pada peristiwa Pentakosta, murid-murid yang dipenuhi Roh Kudus itu lalu berbahasa roh.
Kis 2:4 : Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya”.
Fakta ini lalu dijadikan dasar oleh sejumlah kalangan untuk mengatakan bahwa tanda seorang dipenuhi Roh Kudus adalah bahasa roh.
Warren L. Litzman : “Alasan kita yang pertama dan suatu alasan yang kuat sekali untuk percaya bahwa hal berkata-kata dengan bahasa roh menjadi bukti baptisan dalam Roh, ialah bahwa murid-murid berkata-kata dalam bahasa roh itu pada hari Pentakosta. (Kebenaran Pentakosta, hal. 12).
Jadi orang yang dipenuhi Roh Kudus harus berbahasa roh dan orang yang tidak/belum berbahasa roh berarti belum dipenuhi Roh Kudus.
Kenneth E. Hagin : “Kita mengetahui bahwa Firman Tuhan mengajarkan kepada kita, bilamana kita telah dipenuhi oleh Roh Kudus maka kita pun berbicara dalam bahasa roh sebagaimana Roh itu memberikan kepada kita untuk mengatakannya. Hal ini merupakan pertanda awal atau isyarat berdiamnya Roh Kudus di dalam diri orang itu. (Tujuh Langkah Menerima Roh Kudus, hal. 12).
Roberts Liardon : “Saya percaya bahwa beberapa orang yang dipenuhi Roh Kudus belum melepaskan perkataan dalam bahasa roh. Itu mungkin karena kurang pengertian. Tetapi saya percaya bahwa baptisan Roh Kudus selalu dibuktikan melalui kata-kata dalam bahasa roh. (Sekolah Roh Kudus , hal. 91).
Ini jelas adalah ajaran yang salah! Lalu di mana letak kesalahannya?
Pertama. Mereka menjadikan bagian yang bersifat Kitab Suci yang bersifat descriptive menjadi bagian yang bersifat didactic. Ayat-ayat Alkitab dibedakan menjadi bagian yang bersifat descriptive dan bagian yang bersifat didactic. Pdt. Budi Asali menjelaskan hal ini di dalam bukunya “Hermeneutics” (hal. 63-64) sebagai berikut :
“Bagian yang bersifat Descriptive adalah bagian yang berupa cerita yang terjadi sungguh-sungguh dan bersifat menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu. Ini tidak boleh dipakai sebagai rumus / hukum / norma! Ilustrasi : Dalam hal ini, membaca dan menafsirkan Kitab Suci mempunyai persamaan dengan membaca dan menafsirkan surat kabar. Kalau saudara membaca surat kabar, dan di sana diceritakan tentang adanya orang yang terkena serangan jantung pada waktu nonton TV, maka hal ini tentu bukan norma / hukum. Cerita ini tentu tidak boleh ditafsirkan seakan-akan semua orang yang nonton TV pasti terkena serangan jantung. Juga kalau di surat kabar diceritakan adanya satu keluarga yang piknik ke Tretes dan lalu mengalami kecelakaan, sehingga mati semua. Ini tentu tidak boleh ditafsirkan seakan-akan semua orang yang piknik sekeluarga akan mengalami kecelakaan dan mati semua. Contoh : Kel 14, yang menceritakan peristiwa di mana Allah membelah Laut Teberau sehingga bangsa Israel bisa menyeberang di tanah kering, adalah suatu bagian yang bersifat Descriptive (menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu). Ini bukan rumus / norma / hukum, artinya, kita tidak diperintahkan untuk menyeberangi laut dengan cara seperti itu! Yos 6 yang menceritakan robohnya tembok Yerikho setelah dikelilingi selama 7 hari juga merupakan bagian yang bersifat Descriptive, sehingga tidak boleh dijadikan hukum / norma dalam peperangan. Yoh 11 menceritakan bahwa Yesus membangkitkan Lazarus yang sudah mati selama 4 hari. Ini adalah bagian yang bersifat Descriptive, sehingga tidak boleh diartikan seakan-akan setiap orang kristen yang mati akan bangkit pada hari ke 4. …..Bagian yang bersifat Didactic adalah bagian yang bersifat pengajaran (Yunani: DIDACHE), dan bisa berbentuk suatu pernyataan, janji, perintah atau larangan. Ini adalah rumus / hukum / norma bagi kita. Contoh : Kis 16:31 yang berbunyi “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat” adalah bagian yang bersifat Didactic. Karena itu, ini merupakan hukum / norma, artinya setiap orang yang percaya kepada Yesus pasti selamat. Fil 4:4 yang berbunyi “Bersukacitalah senantiasa” adalah bagian yang bersifat Didactic. Ini adalah hukum / norma bagi kita, yang menyuruh kita bersukacita senantiasa. 10 Hukum Tuhan dalam Kel 20:3-17 merupakan bagian yang bersifat Didactic, sehingga merupakan Hukum / Norma bagi kita semua”.
Jadi, pada waktu mendengar suatu khotbah / ajaran, telitilah apakah teks yang dipakai sebagai dasar itu adalah teks yang bersifat descriptive atau didactic! Ini bisa menghindarkan saudara dari ajaran-ajaran yang salah / sesat! Jaman sekarang, karena kurangnya / tidak adanya pengertian tentang Hermeneutics, menyebabkan banyak orang tidak membedakan antara bagian yang bersifat Descriptive dan bagian yang bersifat Didactic, maka ada banyak pengajaran salah yang ditimbulkan karena mereka menggunakan bagian yang bersifat descriptive sebagai rumus / hukum / norma, seolah-olah itu adalah bagian yang bersifat didactic. Kis 2:4 di mana murid-murid berbahasa roh setelah kepenuhan Roh Kudus adalah bagian yang bersifat descriptive karena itu ini tidak boleh dijadikan sebagai rumus / hukum / norma dan mereka mengajar bahwa orang yang menerima / dipenuhi Roh Kudus harus berbahasa roh / lidah. Ini jelas salah, karena mereka menggunakan bagian yang bersifat descriptive sebagai rumus / norma, seakan-akan itu adalah bagian yang bersifat didactic.
Kedua. Mereka mengabaikan bagian-bagian yang lain dari Kitab Suci. Prinsip lain di dalam penafsiran Kitab Suci adalah 1 ayat tidak boleh ditafsirkan bertentangan dengan ayat-ayat lainnya dalam Kitab Suci. Kalau Kis 2:4 ditafsirkan bahwa semua orang Kristen harus berbahasa roh, maka itu bertentangan dengan ayat-ayat yang mengatakan bahwa bahasa roh adalah suatu karunia dan tidak semua orang mendapatkan karunia itu.
1 Kor 12:7-11 : “(7) Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. (8) Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. (9) Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. (10) Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. (11) Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendakiNya. ...
1 Kor 12:28-30 : (28) Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam Jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh. (29) Adakah mereka semua rasul, atau nabi, atau pengajar? Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, (30) atau untuk menyembuhkan, atau untuk berkata-kata dalam bahasa roh, atau untuk menafsirkan bahasa roh?”.
Perhatikan bahwa ayat-ayat di atas ini bersifat didactic dan mengajarkan bahwa hanya sebagian orang Kristen yang menerima karunia bahasa Roh. Karena ini adalah bagian yang bersifat didactic maka bagian inilah yang harus dianggap sebagai norma / hukum / rumus! Maka salahlah / kelirulah kalau mengharuskan / mengharapkan semua orang berbahasa roh. Selain itu dari data-data Alkitab yang lain, terlihat bahwa tidak semua orang yang menerima Roh Kudus /dibaptis dengan Roh Kudus /dipenuhi Roh Kudus lalu berbahasa roh. 3000 orang yang bertobat oleh khotbah Petrus sama sekali tidak berbahasa roh padahal sesuai kata-kata Petrus, jika mereka bertobat maka mereka akan menerima Roh Kudus.
Kis 2:38, 41 : (38) Jawab Petrus kepada mereka: "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. (41) Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.
Sida-sida dari Etiopia (Kis 8:36-38), Lidia dari Tiatira (Kis 16:14-15), dan kepala penjara Filipi (Kis 16:31-33) percaya pada pemberitaan Injil dan memberi diri dibaptis. Mereka pasti mendapatkan Roh Kudus tapi sama sekali tidak diceritakan bahwa mereka berbahasa roh. Demikian juga dengan Stefanus. Ia adalah orang yang dipenuhi Roh Kudus sesuai persyaratan seorang diaken.
Kis 6:3, 5 : (3) Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu,… (5) Usul itu diterima baik oleh seluruh jemaat, lalu mereka memilih Stefanus, seorang yang penuh iman dan Roh Kudus, ….”
Bahkan saat mau mati saja ia dipenuhi Roh Kudus.
Kis 7:55 : Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah.
Anehnya tidak satu kali pun dikatakan bahwa Stefanus berbahasa roh.
Ketiga. Mereka tidak konsisten di dalam penerapannya. Ajaran yang mengatakan bahwa orang yang dipenuhi Roh Kudus harus berbahasa roh dengan dasar Kis 2:4 adalah ajaran yang tidak konsisten. Mengapa? Karena di dalam Kis 2, mujizat yang terjadi bukan hanya bahasa roh tetapi juga tiupan angin dan lidah-lidah seperti nyala api.
Kis 2:2-3 : (2) Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; (3) dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing.
Lalu mengapa bahasa rohnya saja yang diharuskan? Mengapa tidak mengharuskan juga suara tiupan angin dan lidah api? Jawabannya gampang! Karena memang bahasa rohnya mudah dipalsukan, tetapi tiupan angin dan lidah api sukar / tidak dapat dipalsukan!
Semua ini membawa kita sampai pada kesimpulan bahwa adalah salah untuk mengatakan bahwa tanda kepenuhan Roh Kudus adalah berbahasa roh. Karena itu jangan percaya dengan ajaran-ajaran yang mengharuskan orang berbahasa roh. Jangan juga mau dipaksa / diintimidasi oleh orang-orang tertentu untuk berbahasa roh malah akhirnya memunculkan bahasa roh palsu buatan manusia/setan.
Stephen Tong : Saat ini ada banyak gereja mengajarkan bahwa harus ada manifestasi yang mutlak dalam bentuk karunia lidah….Saya minta dengan sungguh dan serius jangan menerima ajaran-ajaran seperti itu. Jangan saudara menerima kemutlakan-kemutlakan yang tidak diperintahkan oleh Kitab Suci, misalnya : “Saudara tidak mempunyai Roh Kudus karena saudara belum berkarunia lidah”. Stop! Jangan menerima ajaran dia lagi. Atau “Saudara belum tertawa-tawa, maka Saudara pasti belum menerima urapan baru dari Roh Kudus”. Jangan menerima ajaran demikian karena begitu banyak fenomena yang terjadi di dunia ini bukan berasal dari Alkitab, bahkan melawan prinsip Alkitab”. (Baptisan & Karunia Roh Kudus, hal. 81-82).
Juga kalau saudara tidak pernah berbahasa roh, jangan pernah merasa minder, seolah saudara adalah orang Kristen kelas 2 yang belum mempunyai Roh Kudus. Mereka yang tidak mengerti Kitab Suci dan bukan saudara yang tidak punya Roh Kudus. Beritahukan juga kepada para penganut paham “keharusan bahasa roh” ini supaya mereka sadar dan berbalik pada kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda dan jangan lupa mencantumkan nama dan kota.propinsi tempat anda berdomisili. Misalnya : Yutmen (Jogja)