Sebuah Tanggapan Teologis Terhadap Tulisan Pdt. Dr. Eben Nuban Timo.
By. Esra Alfred Soru
Pada bulan Desember yang lalu (Desember 2011), saya mendapat pesan via Facebook oleh seorang teman yang menyarankan saya untuk membaca tulisan Pdt. Dr. Eben Nuban Timo yang dimuat di koran Pos Kupang yang menurutnya aneh karena tulisan itu mengatakan bahwa setelah menciptakan alam semesta, Allah menjadi kehilangan kemuliaan-Nya. Sayang sekali saya tidak berhasil mendapatkan koran tersebut. Tetapi beberapa waktu yang lalu (akhir Januari 2012) saya mendapatkan sebuah SMS dari seorang di Rote yang menanyakan pendapat saya tentang tulisan Pdt. Dr. Eben Nuban Timo dalam buku Renungan Harian “Tunas Dari Tanah Kering” di mana beliau mengatakan setelah selesai menciptakan dunia ini, Allah kehilangan energi-Nya. Saya tidak dapat memberikan jawaban atau pendapat saya karena saya sama sekali belum membaca tulisan tersebut, baik di koran Pos Kupang maupun dalam buku “Tunas Dari Tanah Kering” itu. Tetapi puji Tuhan pada pada tanggal 1 Februari seorang jemaat membawa buku tersebut dan memberikannya pada saya. Saya lalu membaca tulisan Dr. Eben Nuban Timo itu dan benar seperti kata teman saya di Facebook maupun orang dari Rote itu bahwa beliau mengatakan kalau setelah menciptakan dunia ini, Allah menjadi kehilangan kemuliaan-Nya dan bahkan kehabisan energi. Ia menjadi kosong dan miskin dan tidak berdaya apa-apa lagi. Saya lalu memutuskan untuk menulis tanggapan terhadap tulisan Dr. Eben Nuban Timo ini.
I. TULISAN DR. EBEN NUBAN TIMO.
Berikut ini adalah tulisan Dr. Eben Nuban Timo yang akan kita bahas sebagaimana dimuat di Koran Pos Kupang (Desember 2012) dan dalam buku Renungan Harian “TUNAS DARI TANAH KERING” (Edisi I/V/2012) – Januari – Februari 2012, hal. 27-30.
Tahukah saudara-saudara dari bahan dasar apakah Tuhan Allah menciptakan langit dan bumi? Gereja mengajarkan bahwa Allah menjadikan langit dan bumi tanpa bahan dasar apa pun. Allah menciptakan dari ketiadaan. Ungkapan Latin untuk itu adalah “creatio ex nihilo”. Pendapat ini benar, setidak-tidaknya jika yang dimaksudkan adalah bahan dasar yang berasal dari luar diri Allah.
Tetapi dalam bahasa Latin ada lagi suatu ungkapan lain yang berbunyi “ex nihilo nihil fit”, yang artinya dari ketiadaan tidak mungkin ada yang terjadi atau tercipta. Bagaimana mungkin ada sesuatu di samping Allah yang bernama penciptaan jika tidak ada bahan dasar apa pun untuk membentuk ciptaan?
Kalau kita memeriksa dengan seksama kesaksian kitab Kejadian tentang proses penciptaan langit dan bumi oleh Allah, menjadi jelas bahwa Allahmemang menciptakan langit dan bumi sebagai kenyataan ciptaan, maka bahan baku untuk itu diambil Allah dari diri Allah sendiri. Alkitab menunjukkan bahwa Roh dan Firman adalah bahan baku sekaligus daya kreatif yang diambil Allah dari diri-Nya untuk memproses keberadaan langit dan bumi.
Bumi sebagaimana dihadapi Allah pada saat penciptaan, seperti ditegaskan dalam Kej 1:2 belum berbentuk dan kosong. Berhadapan dengan bumi yang kosong, Allah memberikan atau mengeluarkan sesuatu dari dalam diri-Nya. Sesuatu itu bergerak keluar dari Allah. Firman yang keluar dari mulut Allah itu tidak pergi begitu saja dan lenyap dalam kekosongan atau hampaan tetapi firman itu berubah wujud menjadi terang yang mengusir kegelapan. Allah melihat proses metamorfosa dari firman menjadi terang itu baik, maka Allah mengulang hal yang sama berhadapan dengan air yang menutupi bumi. Allah berfirman dan firman itu berubah menjadi cakrawala. Firman yang bermetamorfosa dalam wujud yang baru itu mengisi kekosongan langit dan menghiasi wajah bumi.
Proses yang sama dilakukan terus menerus oleh Allah dari hari pertama sampai hari keenam, firman berubah menjadi pohon, menjadi tumbuh-tumbuhan, menjadi burung-burung, menjadi aneka jenis ikan, berbagai macam species binatang di darat. Pada hari yang keenam Allah tidak hanya memberikan firman-Nya untuk berubah wujud menjadi manusia. Allah juga memberikan gambar diri-Nya sendiri supaya manusia yang berwujud dari firman itu menjadi serupa dengan Allah.
Setiap kali Allah berfirman, jadilah sesuatu. Itu memiliki empat arti. Pertama, sesuatu yang tercipta itu berhutang eksistensi kepada Sang firman. Kedua, di dalam aneka jenis ciptaan itu terdeteksi jejak-jejak Sang firman. Ketiga, bumi yang kosong dan tidak berpenghuni itu sekarang berpenghuni. Itu terjadi karena Allah yang semula mengisi dan memenuhi segala sesuatu berkenan untuk memberi ruang bagi adanya sesuatu yang lain. Cara yang diambil Allah ialah dengan mengosongkan diri, membuat diri-Nya makin berkurang.
Dalam karya penciptaan Allah menjalani suatu proses kenosis (pengosongan diri) yang radikal. Allah mengeluarkan sesuatu dari diri-Nya, yakni firman yang kemudian menjelma menjadi terang, tumbuh-tumbuhan dan akhirnya manusia. Kita bisa katakan bahwa firman mengisi semua kekosongan bumi dalam berbagai-bagai wujud dan bentuk tanah, batu, pohon, air, binatang-binatang dan manusia.
Keempat, terisinya kekosongan bumi dengan berbagai ciptaan yang berhutang eksistensi kepada Sang firman pada saat yang sama berarti Allah yang tadinya penuh dengan segala sesuatu dan memenuhi segala sesuatu menjadi makin berkurang dan kosong. Bukan hanya Roh-Nya saja yang dikirim keluar untuk menjadi bahan baku bagi keberadaan ciptaan tetapi Sang firman juga dikeluarkan Allah dari diri-Nya untuk menjadi material dasar dari penciptaan.
Informasi tentang asal-usul penciptaan sebagaimana kita dengar dari Allah Sang Pencipta sangat mengejutkan kita, yakni Allah memberikan segala sesuatu dari diri-Nya, Ia membagi-bagikan hidup-Nya, Ia tidak ingin terus menerus memenuhi segala-galanya. Dalam penciptaan, Allah tidak hanya memisahkan kenyataan ciptaan dan menaruh batas-batas pada kenyataan yang dipisahkan itu. Allah sudah memisahkan sesuatu dari diri-Nya dan menaruh batas pada diri-Nya supaya ada sesuatu yang lain dan ada ruang yang lain itu untuk hidup. Allah menarik diri untuk memberi ruang bagi keberadaan ciptaan.
Dengan cara itu ada tempat bagi yang lain untuk hidup di samping Allah. Bahkan bahan dasar untuk menjadikan keberadaan yang lain itu juga berasal dari Allah. Dunia yang kosong, tandus, mandul makin penuh dengan kemuliaan dan kebesaran Allah, tetapi pada saat yang sama Allah yang penuh dengan kemuliaan dan kebesaran menjadi kosong dan miskin. Ia yang tadinya memiliki segala hal menjadi tidak lagi memiliki apa-apa.
Ini suatu proses yang melelahkan dan menyakitkan. Allah sungguh kehabisan energi dan menjadi tidak berdaya. Dalam keadaan yang tidak lagi memiliki apa-apa dan tidak berdaya karena telah membagi-bagikan semua yang ada pada-Nya sebagai bahan baku untuk membentuk ciptaan, Allah mengundurkan diri untuk masuk dalam sabat. Penarikan diri Allah sekarang menjadi penuh pada hari ketujuh. Pada hari itu, Allah tidak lagi dapat berbuat apa-apa selain menunggu manusia memimpin segenap ciptaan untuk mengembalikan kepada-Nya kemuliaan, kuasa dan kebesaran yang sudah dibagi-bagikan itu.
Pada hari ketujuh, Allah berhenti dari segala pekerjaan-Nya. Ia mengundurkan diri ke dalam sabat untuk menunggu manusia memimpin seluruh ciptaan masuk ke dalam sabat, bertemu dengan Allah untuk memberikan segala hormat, kemuliaan dan kuasa. Hari sabat itu, seperti yang disaksikan Alkitab sudah tiba dan sedang berlangsung tetapi hari sabat itu belum selesai. Kenyataan ini diartikulasikan oleh penulsi kisah penciptaan dengan membiarkan hari sabat tetap terbuka. Penulis kitab Kejadian sama sekali tidak mengatakan kalimat : “Jadilah petang jadilah pagi” yang diulang-ulang dari hari pertama sampai hari keenam untuk dikenakan pada hari ketujuh. Ini sebuah penegasan bahwa hari sabat itu sudah tiba tetapi belum berakhir.
Hari sabat sudah tiba. Proses kepada pemenuhan perjanjian antara Allah dan manusia sudah mulai dilaksanakan tetapi proses itu belum berakhir. Semua makhluk sedang hidup dalam hari sabat itu. Tugas manusia selama sabat yang masih terus berlangsung itu adalah memimpin seluruh makhluk untuk datang kepada Allah mengembalikan hormat, pujian dan kuasa kepada Allah yang berkenan mengosongkan diri-Nya demi kehidupan ciptaan.
Itulah seharusnya menjadi pekerjaan ciptaan sebagai jawaban atas apa yang sudah Allah kerjakan baginya. Hidup selama hari sabat yang sudah mulai tetapi belum selesai itu adalah selalu datang kepada Allah untuk memberikan kembali kemuliaan, hormat dan kuasa yang menjadi dasar atau bahan baku dari keberadaanya. (ent)
II. INTI AJARAN DR. EBEN NUBAN TIMO.
Dari tulisan Dr. Eben Nuban Timo di atas, kita dapat meringkaskan pandangan / ajarannya dalam 5 point penting :
1. Allah menciptakan dunia dan segala isinya dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari diri-Nya sendiri yakni Firman dan Roh-Nya.
Dr. Eben Nuban Timo : “Bukan hanya Roh-Nya saja yang dikirim keluar untuk menjadi bahan baku bagi keberadaan ciptaan tetapi Sang firman juga dikeluarkan Allah dari diri-Nya untuk menjadi material dasar dari penciptaan”.
2. Dalam penciptaan, Firman Allah menjelma / bermetamorfosa / berubah menjadi ciptaan-ciptaan.
Dr. Eben Nuban Timo : “Firman yang keluar dari mulut Allah itu tidak pergi begitu saja dan lenyap dalam kekosongan atau hampaan tetapi firman itu berubah wujud menjadi terang yang mengusir kegelapan. Allah melihat proses metamorfosa dari firman menjadi terang itu baik, maka Allah mengulang hal yang sama berhadapan dengan air yang menutupi bumi. Allah berfirman dan firman itu berubah menjadi cakrawala”.
Dr. Eben Nuban Timo : “Proses yang sama dilakukan terus menerus oleh Allah dari hari pertama sampai hari keenam, firman berubah menjadi pohon, menjadi tumbuh-tumbuhan, menjadi burung-burung, menjadi aneka jenis ikan, berbagai macam species binatang di darat”. Pada hari yang keenam Allah tidak hanya memberikan firman-Nya untuk berubah wujud menjadi manusia. Allah juga memberikan gambar diri-Nya sendiri supaya manusia yang berwujud dari firman itu menjadi serupa dengan Allah.
Dr. Eben Nuban Timo : “Allah mengeluarkan sesuatu dari diri-Nya, yakni firman yang kemudian menjelma menjadi terang, tumbuh-tumbuhan dan akhirnya manusia”. Kita bisa katakan bahwa firman mengisi semua kekosongan bumi dalam berbagai-bagai wujud dan bentuk tanah, batu, pohon, air, binatang-binatang dan manusia.
3. Akibat dari tindakan penciptaan yang dilakukan-Nya (sebagaimana dikatakan dalam point 2) Allah sendiri menjadi berkurang, miskin, bahkan menjadi kosong.
Dr. Eben Nuban Timo : “Allah yang semula mengisi dan memenuhi segala sesuatu berkenan untuk memberi ruang bagi adanya sesuatu yang lain. Cara yang diambil Allah ialah dengan mengosongkan diri, membuat diri-Nya makin berkurang”.
Dr. Eben Nuban Timo : “…terisinya kekosongan bumi dengan berbagai ciptaan yang berhutang eksistensi kepada Sang firman pada saat yang sama berarti Allah yang tadinya penuh dengan segala sesuatu dan memenuhi segala sesuatu menjadi makin berkurang dan kosong.
Dr. Eben Nuban Timo : “Dunia yang kosong, tandus, mandul makin penuh dengan kemuliaan dan kebesaran Allah, tetapi pada saat yang sama Allah yang penuh dengan kemuliaan dan kebesaran menjadi kosong dan miskin. Ia yang tadinya memiliki segala hal menjadi tidak lagi memiliki apa-apa”.
4. Akibat dari kekosongan yang dialami Allah di mana Ia tidak memiliki apa-apa lagi (sebagaimana point 3), di akhir penciptaan segala sesuatu, Allah lalu menjadi kehabisan energi dan menjadi tidak berdaya.
Dr. Eben Nuban Timo : “Ini suatu proses yang melelahkan dan menyakitkan. Allah sungguh kehabisan energi dan menjadi tidak berdaya.
5. Dalam keadaan yang kosong, miskin, tidak memiliki apa-apa lagi, kehabisan energi dan tak berdaya, Allah tidak dapat berbuat apa-apa lagi selain mengundurkan diri dan masuk ke dalam sabat di mana di sana Ia menanti manusia agar memimpin segenap ciptaan untuk bisa mengembalikan kemuliaan, kuasa dan kebesaran-Nya yang sudah habis dibagibagikan pada ciptaan-ciptaan itu.
Dr. Eben Nuban Timo : “Dalam keadaan yang tidak lagi memiliki apa-apa dan tidak berdaya karena telah membagi-bagikan semua yang ada pada-Nya sebagai bahan baku untuk membentuk ciptaan, Allah mengundurkan diri untuk masuk dalam sabat. Penarikan diri Allah sekarang menjadi penuh pada hari ketujuh. Pada hari itu, Allah tidak lagi dapat berbuat apa-apa selain menunggu manusia memimpin segenap ciptaan untuk mengembalikan kepada-Nya kemuliaan, kuasa dan kebesaran yang sudah dibagi-bagikan itu”.
Dr. Eben Nuban Timo : “Pada hari ketujuh, Allah berhenti dari segala pekerjaan-Nya. Ia mengundurkan diri ke dalam sabat untuk menunggu manusia memimpin seluruh ciptaan masuk ke dalam sabat, bertemu dengan Allah untuk memberikan segala hormat, kemuliaan dan kuasa”.
Dr. Eben Nuban Timo : “Tugas manusia selama sabat yang masih terus berlangsung itu adalah memimpin seluruh makhluk untuk datang kepada Allah mengembalikan hormat, pujian dan kuasa kepada Allah yang berkenan mengosongkan diri-Nya demi kehidupan ciptaan”.
Dr. Eben Nuban Timo : “Hidup selama hari sabat yang sudah mulai tetapi belum selesai itu adalah selalu datang kepada Allah untuk memberikan kembali kemuliaan, hormat dan kuasa yang menjadi dasar atau bahan baku dari keberadaanya”.
III. TANGGAPAN TEOLOGIS TERHADAP AJARAN DR. EBEN NUBAN TIMO.
Setelah melihat dan merinci apa yang diajarkan oleh Dr. Eben Nuban Timo, sekarang saya akan memberikan tanggapan teologis terhadap ajaran-ajarannya satu per satu :
1. Tentang Allah menjadikan bumi ini dengan bahan dasar dari dalam diri Allah (Roh dan Firman).
Dr. Eben Nuban Timo : “Gereja mengajarkan bahwa Allah menjadikan langit dan bumi tanpa bahan dasar apa pun. Allah menciptakan dari ketiadaan. Ungkapan Latin untuk itu adalah “creatio ex nihilo”. Pendapat ini benar, setidak-tidaknya jika yang dimaksudkan adalah bahan dasar yang berasal dari luar diri Allah”. Tetapi dalam bahasa Latin ada lagi suatu ungkapan lain yang berbunyi “ex nihilo nihil fit”, yang artinya dari ketiadaan tidak mungkin ada yang terjadi atau tercipta. Bagaimana mungkin ada sesuatu di samping Allah yang bernama penciptaan jika tidak ada bahan dasar apa pun untuk membentuk ciptaan?
Tanggapan Saya :
1. Apakah begitu sukar bagi Allah atau mustahil bagi Dia untuk melakukan penciptaan tanpa sama sekali menggunakan bahan dasar atau bahan baku, entah dari luar atau dari dalam diri-Nya? Kata-kata Dr. Eben ini bertentangan dengan kesaksian Alkitab yang mengatakan bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah.
Luk 1:37 : Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil."
Yer 32:17 - “…Sesungguhnya, Engkaulah yang telah menjadikan langit dan bumi dengan kekuatanMu yang besar dan dengan lenganMu yang terentang. Tiada suatu apapun yang mustahil untukMu’”.
Kalau memang benar bahwa hal itu mustahil bagi Allah, itu pasti mustahil bagi Allahnya Dr. Eben Nuban Timo, tetapi bukan bagi Allah yang dibicarakan di dalam Alkitab.
2. Kata Ibrani yang diterjemahkan dengan “menciptakan” dalam Kej 1:1 adalah “BARA” yang memang berarti penciptaan dari ketiadaan.
Kej 1:1 : Pada mulanya Allah menciptakan (BARA) langit dan bumi.
John J. Davis : Kata kerja bara (“menciptakan”) mengungkapkan gagasan suatu penciptaan mutlak, atau ex nihilo penciptaan, secara lebih baik daripada kata kerja yang lain….. Oleh sebab itu, tindakan penciptaan oleh Allah yang tercermin dalam ayat 1 tidak melibatkan material yang sudah ada sebelumnya; Allah yang mahatinggi dan mahakuasa menciptakan langit dan bumi dari yang tiada. (Paradise to Prison, hal. 39-40).
Millard Erickson : Dalam PL istilah ini (“bara”) dipakai sebanyak 38 kali dalam bentuk Qal dan 10 kali dalam bentuk Nifal. Bentuk nominal (beri’ah – ciptaan) muncul hanya 1 kali (Bil 16:30). Bentuk Qal dan Nifal hanya dipakai untuk Allah, dan tidak pernah dipakai untuk manusia. Jelas bahwa kata kerja ini secara teologis dipakai untuk menunjukkan keunikan karya Allah ini yang berbeda dengan semua hasil karya manusia yang dibuat dari benda-benda yang sudah ada. (Teologia Kristen Vol 1, hal. 476).
Millard Erickson : ‘Bara’ tidak pernah muncul dengan akusatif yang menunjuk pada sebuah obyek yang dibentuk kembali oleh Allah. Jadi ide tentang penciptaan dari kekosongan bisa saja merupakan arti dari istilah ini….Istilah ini tidak pernah dipasang dengan suatu obyek langsung yang menunjukkan benda yang dengannya Allah menciptakan sesuatu yang baru”. (Teologia Kristen Vol 1, hal. 477-478).
W.S Lasor, A.A. Hubbard, F.W. Bush : Penulis Kejadian 1 menggunakan kata Ibrani bara ‘menciptakan’, suatu kata dalam Perjanjian Lama yang hanya dipakai untuk Allah saja tanpa menyebut sama sekali bahan yang dipakai untuk menciptakan. Kata ini menggambarkan pekerjaan yang tidak ada kesamaannya dengan pekerjaan manusia dan tidak dapat diterjemahkan dengan istilah seperti “membuat” atau “membangun”. (Pengantar PL 1, hal. 122)
Jamieson, Fauset and Brown – Bara - tidak dibentuk dari suatu bahan yang sudah ada sebelumnya, tapi dibuat dari ketiadaan.
Di dalam bahasa Ibrani sebenarnya ada 2 kata lain yakni “ASAH” dan “YATSAR” yang maknanya lebih longgar di mana selain bisa dipakai juga untuk penciptaan tanpa menggunakan bahan dasar dan bisa juga diartikan penciptaan dengan menggunakan bahan dasar yang sudah ada sebelumnya. Pada umunya diartikan “menjadikan” atau “membentuk”. Misalnya :
Kej 1:26 - Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan (ASAH) manusia menurut gambar dan rupa Kita, …"
Kej 2:7 - ketika itulah TUHAN Allah membentuk (“YATSAR”) manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Note : Tubuh manusia diciptakan dengan menggunakan bahan dasar yang sudah ada sebelumnya yakni debu tanah.
Nah, seandainya benar bahwa Allah menciptakan dunia ini dengan menggunakan bahan baru dari dalam diri-Nya seperti yang dikatakan Dr. Eben Nuban Timo, lebih tepat kata yang dipakai dalam Kej 1:1 itu adalah “ASAH” atau “YATSAR” dan bukannya “BARA”. Jadi penggunaan kata “BARA” dalam Kej 1:1 ini seharusnya meruntuhkan teori omong kosong yang dikemukakan Eben Nuban Timo walaupun ia berkata bahwa itu adalah kesaksian kitab Kejadian :
Dr. Eben Nuban Timo : “Kalau kita memeriksa dengan seksama kesaksian kitab Kejadian tentang proses penciptaan langit dan bumi oleh Allah, menjadi jelas bahwa Allah memang menciptakan langit dan bumi sebagai kenyataan ciptaan, maka bahan baku untuk itu diambil Allah dari diri Allah sendiri”.
Ide tentang penciptaan dari ketiadaan ini yang mucul dari kata Ibrani “BARA” bukan hanya berlaku bagi bahan dasar dari luar diri Allah tetapi juga dari dalam diri Allah.
Dr. Nico Syukur Diester, OFM : “Menciptakan dunia bukan dari sesuatu yang sudah ada (creatio ex nihilo) itu diartikan oleh teologia secara rangkap. Pertama, Allah sendiri bukanlah “bahan” yang daripada-Nya dunia diciptakan (ex nihilo sui). Andaikata Allah sendiri bahannya, andaikata dunia dijadikan “dari Allah” seperti “Sabda lahir dari Bapa”, atau sungai keluar dari mata air, maka pada hakikatnya tiada perbedaan antara Allah dengan dunia sehingga kita jatuh dalam panteisme. Kedua, juga tidak ada bahan di luar Allah yang daripadanya Allah menjadikan langit dan bumi (ex nihilo subiecti). Seandainya di samping pencipta masih ada bahan yang bukan diciptakan-Nya sehingga bersifat kekal-abadi, maka masih ada prinsip atau asas yang kedua yang daripadanya alam semesta terjadi. Kalau demikian, kita jatuh dalam dualisme ontologis, segalanya berasal dari dua prinsip. (Teologia Sistematika 2, hal. 61).
Millard Erickson : “..Allah tidak melibatkan diri-Nya dalam proses penciptaan. Penciptaan bukanlah sesuatu yang dibuat dari diri-Nya. Ciptaan bukan merupakan bagian dari diri Allah atau sesuatu yang keluar dari Allah. (Teologi Kristen Vol. 1, hal. 479).
Karena harus disimpulkan bahwa teori Dr. Eben Nuban Timo bahwa Allah menciptakan dunia ini dengan mempergunakan bahan baku dari dalam diri Allah sendiri adalah teori yang salah dan dipaksakan sebagaimana dikatakan Erickson :
Millard Erickson : “Sekalipun dapat dikemukakan bahwa Allah ketika itu memakai sarana-sarana rohani yang tidak kelihatan sebagai bahan untuk menciptakan benda yang kelihatan, ini tampaknya merupakan gagasan buatan yang dipaksakan. (Teologi Kristen Vol 1, hal. 478).
2. Tentang bahan dasar / bahan baku (dari dalam diri Allah) untuk penciptaan.
Tanggapan Saya : Jika diteliti dengan seksama, ada ketidakkonsistenan dalam tulisan Dr. Eben Nuban Timo ini.
• Di bagian awal tulisannya, ia menulis bahwa yang menjadi bahan dasar / bahan baku penciptaan adalah Firman dan Roh.
Dr. Eben Nuban Timo : “Alkitab menunjukkan bahwa Roh dan Firman adalah bahan baku sekaligus daya kreatif yang diambil Allah dari diri-Nya untuk memproses keberadaan langit dan bumi”.
Dr. Eben Nuban Timo : “Bukan hanya Roh-Nya saja yang dikirim keluar untuk menjadi bahan baku bagi keberadaan ciptaan tetapi Sang firman juga dikeluarkan Allah dari diri-Nya untuk menjadi material dasar dari penciptaan”.
• Tetapi anehnya dalam pembahasannya ia hanya menyebut-nyebut Firman yang bermetamorfosa menjadi ciptaan-ciptaan tanpa menyebutkan Roh sama sekali.
Dr. Eben Nuban Timo : “Firman yang keluar dari mulut Allah itu tidak pergi begitu saja dan lenyap dalam kekosongan atau hampaan tetapi firman itu berubah wujud menjadi terang yang mengusir kegelapan. Allah melihat proses metamorfosa dari firman menjadi terang itu baik, maka Allah mengulang hal yang sama berhadapan dengan air yang menutupi bumi. Allah berfirman dan firman itu berubah menjadi cakrawala”.
Dr. Eben Nuban Timo : “Proses yang sama dilakukan terus menerus oleh Allah dari hari pertama sampai hari keenam, firman berubah menjadi pohon, menjadi tumbuh-tumbuhan, menjadi burung-burung, menjadi aneka jenis ikan, berbagai macam species binatang di darat”. Pada hari yang keenam Allah tidak hanya memberikan firman-Nya untuk berubah wujud menjadi manusia. Allah juga memberikan gambar diri-Nya sendiri supaya manusia yang berwujud dari firman itu menjadi serupa dengan Allah.
Dr. Eben Nuban Timo : “Allah mengeluarkan sesuatu dari diri-Nya, yakni firman yang kemudian menjelma menjadi teran, tumbuh-tumbuhan dan akhirnya manusia”. Kita bisa katakan bahwa firman mengisi semua kekosongan bumi dalam berbagai-bagai wujud dan bentuk tanah, batu, pohon, air, binatang-binatang dan manusia.
Kalau begitu di mana peranan Roh yang juga adalah salah satu bahan baku selain dari Firman itu?
• Belakangan ia mengatakan bahwa setelah penciptaan itu Allah lalu menjadi kosong dan miskin dalam hal kemuliaan, kebesaran, kuasa dan hormat.
Dr. Eben Nuban Timo : “tetapi pada saat yang sama Allah yang penuh dengan kemuliaan dan kebesaran menjadi kosong dan miskin. Ia yang tadinya memiliki segala hal menjadi tidak lagi memiliki apa-apa”.
Dr. Eben Nuban Timo : “Pada hari itu, Allah tidak lagi dapat berbuat apa-apa selain menunggu manusia memimpin segenap ciptaan untuk mengembalikan kepada-Nya kemuliaan, kuasa dan kebesaran yang sudah dibagi-bagikan itu”.
Dr. Eben Nuban Timo : Pada hari ketujuh, Allah berhenti dari segala pekerjaan-Nya. Ia mengundurkan diri ke dalam sabat untuk menunggu manusia memimpin seluruh ciptaan masuk ke dalam sabat, bertemu dengan Allah untuk memberikan segala hormat, kemuliaan dan kuasa”.
Jadi letak persoalannya adalah di mana peranan Roh sebagai bahan baku penciptaan itu? Bagaimana Firman yang keluar dan bermetamorfosa menjadi ciptaan tetapi kemuliaan, kebesaran dan kuasa yang menjadi hilang atau kosong dari diri-Nya? Apakah Fiman itu adalah elemen yang sama dengan kemuliaan, kebesaran dan kuasa? Ataukah Dr. Eben yang mulai bingung dengan teori yang dia buat sendiri? Kelihatannya yang kedua ini yang benar!
3. Tentang Firman yang berubah / bermetamorfosa menjadi ciptaan.
Dr. Eben Nuban Timo : “Kalau kita memeriksa dengan seksama kesaksian kitab Kejadian tentang proses penciptaan langit dan bumi oleh Allah, menjadi jelas bahwa Allah memang menciptakan langit dan bumi sebagai kenyataan ciptaan, maka bahan baku untuk itu diambil Allah dari diri Allah sendiri. Alkitab menunjukkan bahwa Roh dan Firman adalah bahan baku sekaligus daya kreatif yang diambil Allah dari diri-Nya untuk memproses keberadaan langit dan bumi”.
Tanggapan Saya :
1. Ini jelas sesuatu yang sangat lucu! Coba Dr. Eben Nuban Timo menunjukkan ayat mana yang mengatakan demikian? Ayat mana dalam kitab Kejadian yang mengatakan bahwa Firman itu berubah atau bermetamorfosa menjadi terang, batu, kayu, burung, ikan, dll?
2. Alkitab sama sekali tidak mengatakan demikian! Perhatikan ayat ini :
• Kej 1:3 : Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi.
Apakah ayat ini mengatakan bahwa Firman berubah menjadi terang? Sama sekali tidak! Ayat ini hanya menunjukkan bahwa ketika Allah berfirman dalam hal ini adalah berkata, maka terang itu secara ajaib menjadi ada.
• Kej 1:6 : Berfirmanlah Allah: "Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air.
Apakah ayat ini mengatakan bahwa Firman berubah menjadi cakrawala? Sama sekali tidak! Ayat ini hanya menunjukkan bahwa ketika Allah berfirman dalam hal ini adalah berkata, maka cakrawala itu menjadi ada.
• Kej 1:11 : Berfirmanlah Allah: "Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi." Dan jadilah demikian.
Apakah ayat ini mengatakan bahwa Firman berubah menjadi tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbij dan segala jenis pohon buah-buahan? Sama sekali tidak! Ayat ini hanya menunjukkan bahwa ketika Allah berfirman dalam hal ini adalah berkata, tumbuh-tumbuhan itu menjadi ada.
• Kej 1:20-21 : (20) Berfirmanlah Allah: "Hendaklah dalam air berkeriapan makhluk yang hidup, dan hendaklah burung beterbangan di atas bumi melintasi cakrawala. (21) Maka Allah menciptakan binatang-binatang laut yang besar dan segala jenis makhluk hidup yang bergerak, yang berkeriapan dalam air, dan segala jenis burung yang bersayap. Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
Apakah ayat ini mengatakan bahwa Firman berubah menjadi burung-burung dan binatang-binatang laut? Sama sekali tidak! Ayat ini hanya menunjukkan bahwa ketika Allah berfirman dalam hal ini adalah berkata, maka terciptalah burung-burung dan binatang-binatang laut. Dan masih banyak contoh lainnya!
Terlihat dengan jelas bahwa firman tidak pernah berubah menjadi ciptaan apa pun seperti yang dikatakan Dr. Eben.
3. Kata “firman” dalam ayat-ayat di atas harus diartikan sebagai “kata-kata Allah” sehingga ayat-ayat itu hanya berarti bahwa ketika Allah berkata-kata / berucap / memerintah, maka semua ciptaan itu menjadi ada.
Ini meneguhkan fakta tentang penciptaan yang keluar dari ketiadaan. Perhatikan ayat-ayat ini :
Maz 33:9 - Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada.
TL : Karena berkatalah Ia, maka ia itupun adalah; berfirmanlah Ia maka ia itupun terdiri.
Rat 3:37 - Siapa berfirman, maka semuanya jadi? Bukankah Tuhan yang memerintahkannya?
Maz 148:5 - Baiklah semuanya memuji nama TUHAN, sebab Dia memberi perintah, maka semuanya tercipta.
Rom 4:17 – “…di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada.
BIS : “…Dialah juga Allah yang dengan berkata saja membuat apa yang tidak pernah ada menjadi ada.
Walter Kaisar : “…ciptaan digambarkan sebagai hasil dari firman Allah yang dinamis. Memunculkan dunia sebagai tanggapan langsung kepada firman-Nya sama dengan tindakan Yesus dari Nazaret yang menyembuhkan orang langsung ketika Ia berfirman….Demikian juga dnegan firman diucapkan di sini, dan terjadilah dunia. (Teologi Perjanjian Lama, hal. 101).
Terus terang saya heran mengapa seorang doktor teologia seperti Eben Nuban Timo tidak bisa mengartikan kata-kata kitab Kejadian yang sesederhana ini? Di awal ia berkata : “Kalau kita memeriksa dengan seksama kesaksian kitab Kejadian…” tapi menurut saya ia sama sekali tidak seksama tapi ngawur.
4. Ada kemungkinan Dr. Eben Nuban Timo mencampuradukkan ide tentang firman berubah menjadi ciptaan-ciptaan termasuk manusia dengan Yoh 1:14 :
Yoh 1:14 - Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.
Dugaan ini muncul karena penggunaan kata “firman” yang diawali dengan definite article / kata sandang “sang” di depannya sehingga menjadi “sang firman” yang adalah istilah umum untuk suatu makhluk.
Dr. Eben Nuban Timo - Setiap kali Allah berfirman, jadilah sesuatu. Itu memiliki empat arti. Pertama, sesuatu yang tercipta itu berhutang eksistensi kepada Sang firman.
Dr. Eben Nuban Timo - Keempat, terisinya kekosongan bumi dengan berbagai ciptaan yang berhutang eksistensi kepada Sang firman…”
Dr. Eben Nuban Timo - Bukan hanya Roh-Nya saja yang dikirim keluar untuk menjadi bahan baku bagi keberadaan ciptaan tetapi Sang firman juga dikeluarkan Allah dari diri-Nya untuk menjadi material dasar dari penciptaan.
Kalau dugaan ini benar, jelas ini adalah sesuatu penafsiran yang salah karena :
a. Kata “firman” dalam kisah-kisah penciptaan (Kej 1) berbeda artinya dengan kata “firman” dalam pembukaan Injil Yohanes.
Kata “firman” dalam kisah-kisah penciptaan (Kej 1) mempunyai arti hurufiah sebagai kata-kata atau ucapan Allah sehingga artinya menjadi seperti dipaparkan sebelumnya bahwa hanya dengan berkata-kata / berucap, jadilah semua ciptaan sedangkan kata “firman” dalam Yoh 1:14 bukan berarti ucapan bibir Allah melainkan gelar bagi Yesus sebagai Putera Allah. Bahwa Yesus memang bergelar Firman Allah terlihat dari :
Yoh 1:1 - Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.
1 Yoh 1:1 - Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup -- itulah yang kami tuliskan kepada kamu.
Wah 19:13 - Dan Ia memakai jubah yang telah dicelup dalam darah dan nama-Nya ialah: "Firman Allah."
b. Firman menjadi manusia dalam Yoh 1:14 dikenal dengan istilah “inkarnasi” atau penjelmaan Anak Allah menjadi manusia. Tetapi ini sama sekali tidak berarti bahwa Sang Firman berubah atau bermetamorfosa menjadi manusia sehingga Firman itu lalu menjadi tidak ada lagi sebagaimana teori penciptaan Dr. Eben. Dalam inkarnasi, Firman mengambil hakikat manusia tetapi sama sekali tidak kehilangan atau kekurangan keilahian-Nya. (Akan dijelaskan lebih detail di belakang).
5. Kelihatannya Dr. Eben Nuban Timo tidak bisa membedakan kata bahasa Indonesia “dari firman” dan “oleh firman”.
Jikalau ia bisa membedakan makna kata-kata ini tentu ia tidak akan membuat kesimpulan sengawur itu karena ada perbedaan antara kata-kata “dijadikan dari firman” dan “dijadikan oleh firman”.
Jikalah dikatakan bahwa sesuatu dijadikan dari firman maka memang firman menjadi bahan baku dari sesuatu itu seperti meja dibuat dari kayu. Tetapi kalau dikatakan bahwa sesuatu dijadikan oleh firman firman maka jelas artinya adalah firmanlah yang menjadi sebab atau firman dipakai untuk menyebabkan terjadinya sesuatu itu. Seperti dikatakan meja dibuat oleh tukang. Jadi firman bukan bahan baku dari sesuatu itu.
Sekarang mari kita perhatikan ayat-ayat ini :
Maz 33:6 : Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya segala tentaranya.
Ibr 11:3 - Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat.
6. Dr. Eben juga mengatakan bahwa Roh adalah bahan baku dari ciptaan. Tapi sekarang perhatikan ayat ini :
Maz 104:30 - Apabila Engkau mengirim roh-Mu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi.
Terlihat dengan jelas bahwa Roh sama sekali tidak berubah menjadi ciptaan. Roh juga tidak dipakai sebagai bahan baku ciptaan. Rohlah yang memungkinkan munculnya ciptaan.
Semua ini membuktikan bahwa firman Allah dan Roh tidak pernah menjadi bahan baku dari ciptaan atau berubah atau bermetamorfosa menjadi ciptaan tetapi firman dan Roh yang menjadi sebab atau dipakai Allah untuk menciptakan semua ciptaan.
4. Tentang Allah menjadi berkurang, miskin, kosong, kehabisan energi, tidak memiliki apa-apa dan tidak berdaya.
Tanggapan saya :
1. Ini teori yang sangat naif dan bodoh yang bersifat menghina Allah dan bertentangan dengan kesaksian Alkitab tentang kesempurnaan, kebesaran dan ketidakberubahan Allah.
• Alkitab menunjukkan bahwa Allah sama sekali tidak kelelahan apalagi kehabisan energi setelah pekerjaan penciptaan.
Yes 40:28 - Tidakkah kautahu, dan tidakkah kaudengar? TUHAN ialah Allah kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertian-Nya.
TL - Tiadakah engkau mengetahuinya? Belumkah engkau mendengarnya, bahwa Tuhan itulah Allah yang kekal, Khalik segala ujung bumi, yang tiada tahu penat atau lemah, dan lagi tiada terduga hikmat-Nya
Bandingkan ayat tersebut dengan kata-kata Dr. Eben :
Dr. Eben Nuban Timo : “Ini suatu proses yang melelahkan dan menyakitkan. Allah sungguh kehabisan energi dan menjadi tidak berdaya.
• Alkitab menunjukkan bahwa Allah sebelum mencipta dan setelah mencipta tetaplah sama. Ia tidak mengalami perubahan apa pun.
Maz 102:26-28 – (26) Dahulu sudah Kauletakkan dasar bumi, dan langit adalah buatan tangan-Mu. (27) Semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada, dan semuanya itu akan menjadi usang seperti pakaian, seperti jubah Engkau akan mengubah mereka, dan mereka berubah; (28) tetapi Engkau tetap sama, dan tahun-tahun-Mu tidak berkesudahan.
Bandingkan :
Yak 1:17 - Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.
Tony Evans : ‘Tidak ada satu pengaruh pun yang telah menjadikan Allah sebagaimana ada-Nya sekarang. Allah yang sekarang adalah sepenuhnya sama dengan Allah yang dahulu. Allah yang sekarang dan Allah yang dahulu adalah sepenuhnya Allah yang akan datang” (Allah Kita Maha Agung, hal. 73).
Ini jelas berbeda dengan pandangan Dr. Eben Nuban Timo yang menyiratkan adanya perubahan dalam diri Allah antara sebelum dan sesudah mencipta.
Dr. Eben Nuban Timo : “Allah yang semula mengisi dan memenuhi segala sesuatu berkenan untuk memberi ruang bagi adanya sesuatu yang lain. Cara yang diambil Allah ialah dengan mengosongkan diri, membuat diri-Nya makin berkurang”.
• Alkitab menunjukkan bahwa Allah setelah penciptaan selesai, Allah masih memenuhi segala sesuatu.
Yer 23:24 - Sekiranya ada seseorang menyembunyikan diri dalam tempat persembunyian, masakan Aku tidak melihat dia? demikianlah firman TUHAN. Tidakkah Aku memenuhi langit dan bumi? demikianlah firman TUHAN.
Maz 139:7-9 – (7) Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? (8) Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situ pun Engkau. (9) Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, (10) juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku.
Ini jelas berbeda dengan pandangan Dr. Eben Nuban Timo :
Dr. Eben Nuban Timo : “…terisinya kekosongan bumi dengan berbagai ciptaan yang berhutang eksistensi kepada Sang firman pada saat yang sama berarti Allah yang tadinya penuh dengan segala sesuatu dan memenuhi segala sesuatu menjadi makin berkurang dan kosong.
2. Jikalau setelah penciptaan Allah menjadi tidak berdaya apa-apa, bagaimana Ia bisa menopang segala ciptaan dan melanjutkan eksistensi mereka?
• Ingat bahwa setelah penciptaan, semua ciptaan masih bergantung mutlak kepada Allah.
Maz 104:27-30 - “(27) Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya. (28) Apabila Engkau memberikannya, mereka memungutnya; apabila Engkau membuka tanganMu, mereka kenyang oleh kebaikan. (29) Apabila Engkau menyembunyikan wajahMu, mereka terkejut; apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan kembali menjadi debu. (30) Apabila Engkau mengirim rohMu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi”.
Ayub 12:7-10 – (7) Tetapi bertanyalah kepada binatang, maka engkau akan diberinya pengajaran, kepada burung di udara, maka engkau akan diberinya keterangan. (8) Atau bertuturlah kepada bumi, maka engkau akan diberinya pengajaran, bahkan ikan di laut akan bercerita kepadamu. (9) Siapa di antara semuanya itu yang tidak tahu, bahwa tangan Allah yang melakukan itu; (10) bahwa di dalam tangan-Nya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia?
Kis 17:28 - Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada,…”
Nah bayangkan kalau Allah memang benar-benar telah kosong, miskin, kehabisan energi, tidak berdaya apa-apa, bagaimana nasib semua makhluk dan semua ciptaan?
• Allah yang dinyatakan di dalam Alkitab ternyata tidak seperti Allahnya Dr. Eben Nuban Timo.
Ibr 1:2-3 – (2) “…Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta (3) Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. …”
TL : “…Dialah juga yang memelihara keutuhan alam semesta ini dengan sabda-Nya yang sangat berkuasa….”
Silahkan pikirkan, kalau Allah sudah kehabisan energi dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi, bagaimana mungkin Ia menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan?
Yes 40:28-29 – (28) Tidakkah kautahu, dan tidakkah kaudengar? TUHAN ialah Allah kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertian-Nya. (29) Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya.
Silahkan pikirkan, kalau Allah sudah kehabisan energi dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi, bagaimana mungkin Ia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya?
5. Tentang proses kenosis dalam penciptaan.
Mungkinkah teori Dr. Eben Nuban Timo ini benar karena pada saat itu Allah memang sedang melakukan tindakan “kenosis” atau pengosongan diri?
Dr. Eben Nuban Timo : Dalam karya penciptaan Allah menjalani suatu proses kenosis (pengosongan diri) yang radikal. Allah mengeluarkan sesuatu dari diri-Nya, yakni firman yang kemudian menjelma menjadi terang, tumbuh-tumbuhan dan akhirnya manusia.
Tanggapan saya :
1. Kata “KENOSIS” berasal dari bahasa Yunani “KENOO” yang berarti “mengosongkan diri” dan konsep ini dipakai oleh Paulus untuk menjelaskan keadaan Kristus pada saat inkarnasi.
Fil 2:5-8 – (5) “…Kristus Yesus, (6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (7) melainkan telah mengosongkan (KENOO) diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (8) Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Jadi memang benar bahwa Kristus pernah mengosongkan diri-Nya yaitu pada saat Ia datang sebagai manusia demi penebusan dosa manusia. Bandingkan :
2 Kor 8:9 - Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.
Hanya persoalannya adalah atas dasar apa Dr. Eben Nuban Timo menerapkan prinsip kenosis ini kepada kasus penciptaan?
Sepanjang yang saya tahu (setelah membaca banyak tafsiran Alkitab, penyelidikan terhadap kata Yunani “KENOO” lewat berbagai macam Ensiclopedia dan Kamus Alkitab), tidak pernah sekalipun kata “KENOO” atau prinsip kenosis ini diterapkan pada peristiwa penciptaan. Jadi ini murni karangan Dr. Eben Nuban Timo.
*************
Seorang jemaat mencoba mendiskusikan hal ini dengan Dr. Eben Nuban Timo, dan jawaban dari Dr. Eben Nuban Timo dilanjutkan ke saya. Berikut ini SMS Dr. Eben dan tanggapan saya :
Eben Nuban Timo : Dalam Fil 2 Paulus berbicara tentang Allah yang mengosongkan diri, menjadi tidak berdaya dalam Kristus. Pengosongan diri itu tidak hanya di salib, tetapi sudah mulai waktu penciptaan di mana Allah mengambil gambar diri-Nya untuk diberikan kepada manusia.
Tanggapan saya :
1. Pengosongan diri oleh Yesus dalam Fil 2 terkait dengan penebusan manusia dari dosa. Tapi kalau pengosongan diri dalam penciptaan, hubungannya dengan apa?
2. Apakah manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah lalu membuat Allah menjadi kosong dan kehabisan gambar dan rupa itu?
Jawaban Eben Nuban Timo : 3 karya Allah itu bukan 3 pekerjaan yang terpisah tapi 3 sisi dari karya yang satu dan sama. Kalau kita bilang terpisah, wah repot, jadi seperti Marcion atau Arius. Alkitab juga bilang begitu. Apa yang dikerjakan Anak itu juga yang dikerjakan bapa dan Roh Kudus. Kita terlalu sering pahami kuasa Allah secara matematika, akumulasi, padahal kuasa Allah itu relational, bukankah Allah adalah kasih? Kasih mengandaikan saling berbagi dan menjadi kurang, tapi dalam pengurangan itu kita jadi kuat. Itu yang dijarkan Alkitab.
Tanggapan saya : 3 karya Allah yang mana? Saya percaya bahwa Allah Tritunggal bekerjasama dalam hal-hal tertentu tetapi itu tidak berarti bahwa 1 hal tertentu yang dialami oleh 1 pribadi harus juga dialami oleh pribadi yang lain? Misalnya, yang menjadi manusia itu kan pribadi Anak. Apakah Pak Eben mau berkata bahwa Bapa dan Roh Kudus juga menjadi manusia? Yang mati disalib itu adalah pribadi Anak. Apakah Pak Eben mau bilang bahwa Bapa dan Roh Kudus juga mati disalib? Karena itu kalau Kristus mengalami pengosongan diri, itu tidak berarti bahwa Bapa juga harus mengalaminya dalam penciptaan? Lalu kalau ke 3 nya musti mengalaminya, lalu kapan Roh Kudus mengosongkan diri?
Jawaban Eben Nuban Timo : Maaf, saya menahan diri untuk menjawab pertanyaan tadi karena banyak hal mendasar tentang ajaran Trinitas yang belum jelas sehingga meuncul pertanyaan seperti itu. Maaf sekali lagi.
***********
Penjelasan tentang pandangan Dr. Eben yang menganggap Allah mengosongkan diri dengan dalam penciptaan karena Ia mengambil gambar diri-Nya untuk diberikan kepada manusia :
Ingat bahwa maksud dari Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya adalah bahwa sewaktu Allah menciptakan manusia, Ia memasukkan sebagian sifat diri-Nya ke dalam manusia sehingga manusia lalu mewarisi sifat Allah dan karena itu sampai taraf tertentu manusia menjadi mirip dengan Allah.
Maz 8:6 - Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.
Tetapi apakah karena Allah telah memasukan sifat-Nya ke dalam manusia lalu membuat Ia kehilangan sifat-Nya itu? Misalnya Allah memberikan sifat kekal-Nya ke dalam manusia :
Pengkh 3:11 - Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. …”
Apakah karena itu maka Allah lalu kehilangan kekekalan diri-Nya dan menjadi kosong dalam hal kekekalan?
Allah adalah Roh, maka Ia menciptakan manusia sebagai makhluk rohani. Apakah karena itu Allah lalu kehilangan atau mengalami kekosongan Roh? Allah adalah pribadi dan karena itu Ia menciptakan manusia sebagai pribadi. Apakah karena itu Allah lalu kehilangan atau mengalami kekosongan kepribadian? Allah adalah “makhluk” berratio dan karena itu Ia menciptakan manusia sebagai makhluk yang berratio pula. Apakah karena itu Allah lalu kehilangan atau mengalami kekosongan ratio? Ini ajaran gila namanya!
2. Sekalipun Fil 2 membicarakan tentang pengosongan diri Yesus, tetapi konsepnya jelas berbeda dengan yang diajarkan Dr. Eben Nuban Timo dalam penerapan konsep kenosisnya di dalam peristiwa penciptaan.
Menurut Dr. Eben Nuban Timo, proses kenosis yang dialami Allah dalam penciptaan membuat Ia kehilangan segala yang Ia punya seperti kuasa, kehormatan, kemuliaan, energi, daya, dsb.
Ini jelas konsep kenosis yang asing dan berbeda dengan konsep kenosis dalam Fil 2 di mana Kristus sama sekali tidak kehilangan sebagian atau seluruh kemuliaan kuasa, kemuliaan, kehormatan dan keilahian-Nya. Jika konsep kenosis dari Dr. Eben diterapkan pada Fil 2 maka ini menjadi salah karena :
a. Yesus adalah Allah dan karena itu Ia tidak bisa berubah (bdk. Maz 102:26-28 Mal 3:6 Yak 1:17). Allah tidak bisa berhenti menjadi Allah, sekalipun hanya untuk sementara!
b. Allah Tritunggal bubar.
c. Kristus bukanlah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Ia hanya manusia biasa, tanpa keilahian! Dan kalau ini benar, maka Ia tak bisa menjadi Pengantara antara Allah dan manusia dan penebusan-Nya tidak bisa mempunyai nilai yang tidak terbatas.
Dalam faktanya, di dalam masa penjelmaan pun Yesus masih bisa melakukan banyak mujizat yang hebat, menunjukkan sifat-sifat ilahi dan tindakan-tindakan serta mengeluarkan pernyataan-pernyaan yang hanya mungkin dilakukan oleh Allah. Jadi kenosis yang dialami oleh Kristus tidak berarti bahwa Ia menjadi kehilangan segala-galanya melainkan Ia berkenan untuk menyembunyikan dan tidak menggunakan segala kuasa / kemuliaan yang dimiliki-Nya untuk membuat hidup-Nya lebih mudah.
Calvin: Kristus tidak bisa melepaskan dirinya sendiri dari keilahian-Nya; tetapi menyembunyikannya untuk sementara waktu, supaya tak kelihatan, di bawah kelemahan daging. Jadi, Ia mengesampingkan kemuliaan-Nya dalam pandangan manusia, bukan dengan menguranginya, tetapi dengan menyembunyikannya.
Herman Hoeksema : Ini tidak berarti bahwa Anak Allah untuk sementara waktu mengesampingkan hakekat ilahi, untuk menukarnya dengan hakikat manusia. Ini mustahil, karena hakikat ilahi tidak bisa berubah. ... Tetapi itu berarti bahwa Ia masuk ke dalam keadaan manusia sedemikian rupa sehingga di depan manusia kemuliaan dan keagungan ilahi-Nya tersembunyi, sekalipun bahkan dalam saat perendahan pun itu kadang-kadang memancar keluar, seperti misalnya dalam pelaksanaan / pertunjukan keajaiban-Nya. (‘Reformed Dogmatics’, hal. 399).
Jadi boleh dikatakan bahwa kesalahan Dr. Eben Nuban Timo dalam poin ini adalah :
1. Penerapan teori kenosis dari Fil 2 kepada kisah penciptaan tanpa dasar teologis / argumentasi yang kuat.
2. Konsep kenosis yang diperkenalkan dalam kisah penciptaan ternyata berbeda dengan konsep kenosis yang asli dalam Fil 2.
6. Tentang Allah yang sudah tidak berdaya apa-apa lagi hanya bisa menunggu manusia mengembalikan kuasa, kemuliaan dan kehormatan-Nya.
Dr. Eben Nuban Timo : “Dalam keadaan yang tidak lagi memiliki apa-apa dan tidak berdaya karena telah membagi-bagikan semua yang ada pada-Nya sebagai bahan baku untuk membentuk ciptaan, Allah mengundurkan diri untuk masuk dalam sabat. Penarikan diri Allah sekarang menjadi penuh pada hari ketujuh. Pada hari itu, Allah tidak lagi dapat berbuat apa-apa selain menunggu manusia memimpin segenap ciptaan untuk mengembalikan kepada-Nya kemuliaan, kuasa dan kebesaran yang sudah dibagi-bagikan itu”.
Dr. Eben Nuban Timo : “Pada hari ketujuh, Allah berhenti dari segala pekerjaan-Nya. Ia mengundurkan diri ke dalam sabat untuk menunggu manusia memimpin seluruh ciptaan masuk ke dalam sabat, bertemu dengan Allah untuk memberikan segala hormat, kemuliaan dan kuasa”.
Tanggapan saya :
1. Teori Dr. Eben Nuban Timo ini sangat mengina Allah dengan menempatkan Allah di bawah ciptaan / manusia dan bergantung pada manusia / ciptaan. Ini bertentangan dengan Alkitab.
• Alkitab mengatakan bahwa bahwa ciptaanlah yang bergantung pada Allah dan bukan Allah yang bergantung pada ciptaan.
Maz 104:27-30 - “(27) Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya. (28) Apabila Engkau memberikannya, mereka memungutnya; apabila Engkau membuka tanganMu, mereka kenyang oleh kebaikan. (29) Apabila Engkau menyembunyikan wajahMu, mereka terkejut; apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan kembali menjadi debu. (30) Apabila Engkau mengirim rohMu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi”.
Ayub 12:7-10 – (7) Tetapi bertanyalah kepada binatang, maka engkau akan diberinya pengajaran, kepada burung di udara, maka engkau akan diberinya keterangan. (8) Atau bertuturlah kepada bumi, maka engkau akan diberinya pengajaran, bahkan ikan di laut akan bercerita kepadamu. (9) Siapa di antara semuanya itu yang tidak tahu, bahwa tangan Allah yang melakukan itu; (10) bahwa di dalam tangan-Nya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia?
Kis 17:28 - Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada,…”
Tony Evans : ‘...Allah ini ’independen’ dari ciptaan-Nya. Dengan ‘independen’ saya maksudkan, Allah itu tidak membutuhkan apa pun….agar Ia dapat tetap menjadi Allah. (Allah Kita Maha Agung, 72)
• Alkitab mengatakan bahwa Allah tidak kekurangan apa-apa.
Kis 17:24-25 – (24) Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia, (25) dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang.
A.W. Tozer : “Dengan mengakui bahwa di dalam Allah ada kebutuhan, maka itu berarti mengakui bahwa pada diri Allah terdapat suatu kekurangan. “Perlu” merupakan kata bagi makhluk ciptaan dan tidak dapat diterapkan kepada Sang Pencipta”. (Mengenal Yang Maha Kudus, hal. 50).
A.W. Tozer : “Allah tidak akan menjadi lebih besar karena kita ada dan juga tidak akan menjadi lebih kecil jika kita ini tidak ada”. (Mengenal Yang Maha Kudus, hal. 52).
2. Manusia yang diciptakan memang harus memuji, membesarkan dan memuliakan Allah tetapi itu sama sekali tidak berarti bahwa manusia memberikan sesuatu yang tadinya tidak dipunyai oleh Allah (karena kahabisan setelah mencipta).
Perhatikan komentar-komentar berikut :
Tony Evans : “Anda tidak bisa memberikan sesuatu yang dapat mempertinggi tingkatan Allah, atau mengambil sesuatu dari-Nya yang dapat mengurangi tingkatan-Nya. Allah memang demikian karena Ia sepenuhnya Allah”. (Allah Kita Maha Agung; hal. 73).
A.W. Tozer : ‘Oleh karena Ia adalah Allah yang di atas segala sesuatu, maka Ia tidak dapat ditinggikan lagi. Tidak ada sesuatu pun yang lebih tinggi daripada Allah, dan tidak ada sesuatu yang di luar jangkauan-Nya.....Oleh karena tidak ada seorang pun yang dapat lebih meninggikan Dia, maka tidak ada seorang pun yang dapat merendahkan Dia. Di dalam Alkitab dituliskan bahwa Ia menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan (Ibrani 1 :3), Bagaimana mungkin Ia ditinggikan atau didukung oleh sesuatu yang ditopang-Nya ? (Mengenal Yang Maha Kudus, hal.51).
Tony Evans : ‘Arti sifat Allah ini (kesempurnaan Allah) ialah bahwa Allah itu lengkap secara penuh dan absolut. Tak ada sesuatu pun yang bisa ditambahkan kepada-Nya atau diambil daripada-Nya....ini menjelaskan mengapa Alkitab mengatakan, tidak ada yang dapat dibandingkan dengan Allah’ (Allah Kita Maha Agung, hal. 67).
Louis Leahy : Haruslah dihindari bayangan bahwa Allah adalah semacam pribadi yang haus pujian, penghormatan dan pemujaan. Dari ajaran mengenai kesempurnaan Allah sendiri, dapatlah dikatakan bahwa Allah dengan mencipta sama sekali tidak mungkin mencari kebaikan-Nya sendiri, baik untuk mendapatkannya maupun untuk menjaga dan menambahkannya. (Filsafat Ketuhanan Kontemporer, hal. 233).
3. Prinsip di dalam ibadah Kristen di mana manusia memuji, memuliakan dan membesarkan Tuhan bukanlah membuat Allah menjadi mulia, besar dan berkuasa, bukan juga mengembalikan apa yang pernah dipunyai oleh Allah (di mana sekarang tidak Ia miliki) melainkan adalah pengakuan ciptaan terhadap kuasa, kebesaran dan kemuliaan Allah yang sudah dinyatakan dalam hidup ciptaan.
Perhatikan ayat ini :
Maz 148:3-13 : (3) Pujilah Dia, hai matahari dan bulan, pujilah Dia, hai segala bintang terang! (4) Pujilah Dia, hai langit yang mengatasi segala langit, hai air yang di atas langit! (5) Baiklah semuanya memuji nama TUHAN, sebab Dia memberi perintah, maka semuanya tercipta. (6) Dia mendirikan semuanya untuk seterusnya dan selamanya, dan memberi ketetapan yang tidak dapat dilanggar. (7) Pujilah TUHAN di bumi, hai ular-ular naga dan segenap samudera raya; (8) hai api dan hujan es, salju dan kabut, angin badai yang melakukan firman-Nya; (9) hai gunung-gunung dan segala bukit, pohon buah-buahan dan segala pohon aras: (10) hai binatang-binatang liar dan segala hewan, binatang melata dan burung-burung yang bersayap; (11) hai raja-raja di bumi dan segala bangsa, pembesar-pembesar dan semua pemerintah dunia; (12) hai teruna dan anak-anak dara, orang tua dan orang muda! (13) Biarlah semuanya memuji-muji TUHAN, SEBAB HANYA NAMA-NYA SAJA YANG TINGGI LUHUR, KEAGUNGAN-NYA MENGATASI BUMI DAN LANGIT.
Perhatikan bahwa ayat 1-12 berisi puji-pujian dari ciptaan kepada pencipta tetapi ayat 13 mengungkapkan alasannya yakni Nama-Nya tinggi luhur, keagungan-Nya mengatasi langit dan bumi. Berarti puji-pujian dari ciptaan bukan membuat Allah menjadi tinggi dan agung melainkan mengakui ketinggian dan keagungan-Nya itu. Inilah prinsip yang sesungguhnya dari Alkitab bukan seperti yang diajarkan Dr. Eben Nuban Timo.
Prof. Louis Leahy membagi kemuliaan Allah menjadi dua bagian (Filsafat Ketuhanan Kontemporer, hal. 234) yaitu :
1. Kemuliaan Allah obyektif yakni kemuliaan Allah yang “permanen” dan sempurna dalam diri-Nya.
2. Kemuliaan Allah formal yang berisi pengakuan komunikasi itu oleh pihak manusia.
Kalau begitu sesuai dengan Maz 148:3-13 maka prinsip ibadah Kristen adalah mengembalikan kemuliaan kepada Allah tetapi bukan kemuliaan Allah yang obyektif melaikan kemuliaan Allah yang formal di mana manusia memberikan pengakuan terhadap kemuliaan Allah yang sudah dinyatakan terhadap dan di dalam ciptaan.
Esra Alfred Soru : Dengan pengertian semacam ini maka sesungguhnya ketika manusia “memuliakan” dan mengagungkan Tuhan, itu bukan berarti manusia memberikan tambahan kemuliaan kepada-Nya, melainkan manusia mengakui kemuliaan-Nya yang telah dinyatakan dan dikomunikasikan kepada, melalui dan di dalam manusia itu. Inilah kemuliaan Allah formal, dan di sini pula terletak arti dari penciptaan manusia. (Mengapa Allah Menciptakan Manusia, hal. )
Louis Berkhof : Tujuan paling utama yang dilihat-Nya bukanlah untuk memperoleh kemuliaan, tetapi untuk memanifestasikan kemuliaan-Nya dalam buah pekerjaan-Nya. Memang benar bahwa dalam melakukan hal itu Ia juga akan menyebabkan surga menyatakan kemuliaan-Nya dan cakrawala menunjukkan pekerjaan tanganNya, burung-burung di udara dan binatang buas memuliakanNya, dan anak manusia menyanyikan pujian. Akan tetapi pujian kepada Sang Pencipta tidaklah menambah apa-apa kepada kesempurnaan keberadaanNya, tetapi hanyalah mengakui kebesaran-Nya dan mmeberikan kepadaNya kemuliaan bagiNya. (Teologi Sistematika – Doktrin Allah, hal. 256-257).
Dari semua pembahasan dan tanggapan yang sudah saya berikan, jelas bahwa ajaran Dr. Eben Nuban Timo tentang penciptaan dan pengosongan diri Allah jelas adalah ajaran yang tidak Alkitabiah, ajaran yang aneh dan boleh dikategorikan sebagai ajaran yang dapat menyesatkan jemaat. Kiranya tanggapan ini bisa menolong jemaat untuk membedakan mana ajaran yang benar dan mana ajaran yang palsu.
2 Pet 2:1 : Sebagaimana nabi-nabi palsu dahulu tampil di tengah-tengah umat Allah, demikian pula di antara kamu akan ada guru-guru palsu. Mereka akan memasukkan pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan, bahkan mereka akan menyangkal Penguasa yang telah menebus mereka dan dengan jalan demikian segera mendatangkan kebinasaan atas diri mereka
I. TULISAN DR. EBEN NUBAN TIMO.
Berikut ini adalah tulisan Dr. Eben Nuban Timo yang akan kita bahas sebagaimana dimuat di Koran Pos Kupang (Desember 2012) dan dalam buku Renungan Harian “TUNAS DARI TANAH KERING” (Edisi I/V/2012) – Januari – Februari 2012, hal. 27-30.
ALLAH MENCIPTAKAN =
ALLAH MENGOSONGKAN DIRI
ALLAH MENGOSONGKAN DIRI
Tahukah saudara-saudara dari bahan dasar apakah Tuhan Allah menciptakan langit dan bumi? Gereja mengajarkan bahwa Allah menjadikan langit dan bumi tanpa bahan dasar apa pun. Allah menciptakan dari ketiadaan. Ungkapan Latin untuk itu adalah “creatio ex nihilo”. Pendapat ini benar, setidak-tidaknya jika yang dimaksudkan adalah bahan dasar yang berasal dari luar diri Allah.
Tetapi dalam bahasa Latin ada lagi suatu ungkapan lain yang berbunyi “ex nihilo nihil fit”, yang artinya dari ketiadaan tidak mungkin ada yang terjadi atau tercipta. Bagaimana mungkin ada sesuatu di samping Allah yang bernama penciptaan jika tidak ada bahan dasar apa pun untuk membentuk ciptaan?
Kalau kita memeriksa dengan seksama kesaksian kitab Kejadian tentang proses penciptaan langit dan bumi oleh Allah, menjadi jelas bahwa Allahmemang menciptakan langit dan bumi sebagai kenyataan ciptaan, maka bahan baku untuk itu diambil Allah dari diri Allah sendiri. Alkitab menunjukkan bahwa Roh dan Firman adalah bahan baku sekaligus daya kreatif yang diambil Allah dari diri-Nya untuk memproses keberadaan langit dan bumi.
Bumi sebagaimana dihadapi Allah pada saat penciptaan, seperti ditegaskan dalam Kej 1:2 belum berbentuk dan kosong. Berhadapan dengan bumi yang kosong, Allah memberikan atau mengeluarkan sesuatu dari dalam diri-Nya. Sesuatu itu bergerak keluar dari Allah. Firman yang keluar dari mulut Allah itu tidak pergi begitu saja dan lenyap dalam kekosongan atau hampaan tetapi firman itu berubah wujud menjadi terang yang mengusir kegelapan. Allah melihat proses metamorfosa dari firman menjadi terang itu baik, maka Allah mengulang hal yang sama berhadapan dengan air yang menutupi bumi. Allah berfirman dan firman itu berubah menjadi cakrawala. Firman yang bermetamorfosa dalam wujud yang baru itu mengisi kekosongan langit dan menghiasi wajah bumi.
Proses yang sama dilakukan terus menerus oleh Allah dari hari pertama sampai hari keenam, firman berubah menjadi pohon, menjadi tumbuh-tumbuhan, menjadi burung-burung, menjadi aneka jenis ikan, berbagai macam species binatang di darat. Pada hari yang keenam Allah tidak hanya memberikan firman-Nya untuk berubah wujud menjadi manusia. Allah juga memberikan gambar diri-Nya sendiri supaya manusia yang berwujud dari firman itu menjadi serupa dengan Allah.
Setiap kali Allah berfirman, jadilah sesuatu. Itu memiliki empat arti. Pertama, sesuatu yang tercipta itu berhutang eksistensi kepada Sang firman. Kedua, di dalam aneka jenis ciptaan itu terdeteksi jejak-jejak Sang firman. Ketiga, bumi yang kosong dan tidak berpenghuni itu sekarang berpenghuni. Itu terjadi karena Allah yang semula mengisi dan memenuhi segala sesuatu berkenan untuk memberi ruang bagi adanya sesuatu yang lain. Cara yang diambil Allah ialah dengan mengosongkan diri, membuat diri-Nya makin berkurang.
Dalam karya penciptaan Allah menjalani suatu proses kenosis (pengosongan diri) yang radikal. Allah mengeluarkan sesuatu dari diri-Nya, yakni firman yang kemudian menjelma menjadi terang, tumbuh-tumbuhan dan akhirnya manusia. Kita bisa katakan bahwa firman mengisi semua kekosongan bumi dalam berbagai-bagai wujud dan bentuk tanah, batu, pohon, air, binatang-binatang dan manusia.
Keempat, terisinya kekosongan bumi dengan berbagai ciptaan yang berhutang eksistensi kepada Sang firman pada saat yang sama berarti Allah yang tadinya penuh dengan segala sesuatu dan memenuhi segala sesuatu menjadi makin berkurang dan kosong. Bukan hanya Roh-Nya saja yang dikirim keluar untuk menjadi bahan baku bagi keberadaan ciptaan tetapi Sang firman juga dikeluarkan Allah dari diri-Nya untuk menjadi material dasar dari penciptaan.
Informasi tentang asal-usul penciptaan sebagaimana kita dengar dari Allah Sang Pencipta sangat mengejutkan kita, yakni Allah memberikan segala sesuatu dari diri-Nya, Ia membagi-bagikan hidup-Nya, Ia tidak ingin terus menerus memenuhi segala-galanya. Dalam penciptaan, Allah tidak hanya memisahkan kenyataan ciptaan dan menaruh batas-batas pada kenyataan yang dipisahkan itu. Allah sudah memisahkan sesuatu dari diri-Nya dan menaruh batas pada diri-Nya supaya ada sesuatu yang lain dan ada ruang yang lain itu untuk hidup. Allah menarik diri untuk memberi ruang bagi keberadaan ciptaan.
Dengan cara itu ada tempat bagi yang lain untuk hidup di samping Allah. Bahkan bahan dasar untuk menjadikan keberadaan yang lain itu juga berasal dari Allah. Dunia yang kosong, tandus, mandul makin penuh dengan kemuliaan dan kebesaran Allah, tetapi pada saat yang sama Allah yang penuh dengan kemuliaan dan kebesaran menjadi kosong dan miskin. Ia yang tadinya memiliki segala hal menjadi tidak lagi memiliki apa-apa.
Ini suatu proses yang melelahkan dan menyakitkan. Allah sungguh kehabisan energi dan menjadi tidak berdaya. Dalam keadaan yang tidak lagi memiliki apa-apa dan tidak berdaya karena telah membagi-bagikan semua yang ada pada-Nya sebagai bahan baku untuk membentuk ciptaan, Allah mengundurkan diri untuk masuk dalam sabat. Penarikan diri Allah sekarang menjadi penuh pada hari ketujuh. Pada hari itu, Allah tidak lagi dapat berbuat apa-apa selain menunggu manusia memimpin segenap ciptaan untuk mengembalikan kepada-Nya kemuliaan, kuasa dan kebesaran yang sudah dibagi-bagikan itu.
Pada hari ketujuh, Allah berhenti dari segala pekerjaan-Nya. Ia mengundurkan diri ke dalam sabat untuk menunggu manusia memimpin seluruh ciptaan masuk ke dalam sabat, bertemu dengan Allah untuk memberikan segala hormat, kemuliaan dan kuasa. Hari sabat itu, seperti yang disaksikan Alkitab sudah tiba dan sedang berlangsung tetapi hari sabat itu belum selesai. Kenyataan ini diartikulasikan oleh penulsi kisah penciptaan dengan membiarkan hari sabat tetap terbuka. Penulis kitab Kejadian sama sekali tidak mengatakan kalimat : “Jadilah petang jadilah pagi” yang diulang-ulang dari hari pertama sampai hari keenam untuk dikenakan pada hari ketujuh. Ini sebuah penegasan bahwa hari sabat itu sudah tiba tetapi belum berakhir.
Hari sabat sudah tiba. Proses kepada pemenuhan perjanjian antara Allah dan manusia sudah mulai dilaksanakan tetapi proses itu belum berakhir. Semua makhluk sedang hidup dalam hari sabat itu. Tugas manusia selama sabat yang masih terus berlangsung itu adalah memimpin seluruh makhluk untuk datang kepada Allah mengembalikan hormat, pujian dan kuasa kepada Allah yang berkenan mengosongkan diri-Nya demi kehidupan ciptaan.
Itulah seharusnya menjadi pekerjaan ciptaan sebagai jawaban atas apa yang sudah Allah kerjakan baginya. Hidup selama hari sabat yang sudah mulai tetapi belum selesai itu adalah selalu datang kepada Allah untuk memberikan kembali kemuliaan, hormat dan kuasa yang menjadi dasar atau bahan baku dari keberadaanya. (ent)
II. INTI AJARAN DR. EBEN NUBAN TIMO.
Dari tulisan Dr. Eben Nuban Timo di atas, kita dapat meringkaskan pandangan / ajarannya dalam 5 point penting :
1. Allah menciptakan dunia dan segala isinya dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari diri-Nya sendiri yakni Firman dan Roh-Nya.
Dr. Eben Nuban Timo : “Bukan hanya Roh-Nya saja yang dikirim keluar untuk menjadi bahan baku bagi keberadaan ciptaan tetapi Sang firman juga dikeluarkan Allah dari diri-Nya untuk menjadi material dasar dari penciptaan”.
2. Dalam penciptaan, Firman Allah menjelma / bermetamorfosa / berubah menjadi ciptaan-ciptaan.
Dr. Eben Nuban Timo : “Firman yang keluar dari mulut Allah itu tidak pergi begitu saja dan lenyap dalam kekosongan atau hampaan tetapi firman itu berubah wujud menjadi terang yang mengusir kegelapan. Allah melihat proses metamorfosa dari firman menjadi terang itu baik, maka Allah mengulang hal yang sama berhadapan dengan air yang menutupi bumi. Allah berfirman dan firman itu berubah menjadi cakrawala”.
Dr. Eben Nuban Timo : “Proses yang sama dilakukan terus menerus oleh Allah dari hari pertama sampai hari keenam, firman berubah menjadi pohon, menjadi tumbuh-tumbuhan, menjadi burung-burung, menjadi aneka jenis ikan, berbagai macam species binatang di darat”. Pada hari yang keenam Allah tidak hanya memberikan firman-Nya untuk berubah wujud menjadi manusia. Allah juga memberikan gambar diri-Nya sendiri supaya manusia yang berwujud dari firman itu menjadi serupa dengan Allah.
Dr. Eben Nuban Timo : “Allah mengeluarkan sesuatu dari diri-Nya, yakni firman yang kemudian menjelma menjadi terang, tumbuh-tumbuhan dan akhirnya manusia”. Kita bisa katakan bahwa firman mengisi semua kekosongan bumi dalam berbagai-bagai wujud dan bentuk tanah, batu, pohon, air, binatang-binatang dan manusia.
3. Akibat dari tindakan penciptaan yang dilakukan-Nya (sebagaimana dikatakan dalam point 2) Allah sendiri menjadi berkurang, miskin, bahkan menjadi kosong.
Dr. Eben Nuban Timo : “Allah yang semula mengisi dan memenuhi segala sesuatu berkenan untuk memberi ruang bagi adanya sesuatu yang lain. Cara yang diambil Allah ialah dengan mengosongkan diri, membuat diri-Nya makin berkurang”.
Dr. Eben Nuban Timo : “…terisinya kekosongan bumi dengan berbagai ciptaan yang berhutang eksistensi kepada Sang firman pada saat yang sama berarti Allah yang tadinya penuh dengan segala sesuatu dan memenuhi segala sesuatu menjadi makin berkurang dan kosong.
Dr. Eben Nuban Timo : “Dunia yang kosong, tandus, mandul makin penuh dengan kemuliaan dan kebesaran Allah, tetapi pada saat yang sama Allah yang penuh dengan kemuliaan dan kebesaran menjadi kosong dan miskin. Ia yang tadinya memiliki segala hal menjadi tidak lagi memiliki apa-apa”.
4. Akibat dari kekosongan yang dialami Allah di mana Ia tidak memiliki apa-apa lagi (sebagaimana point 3), di akhir penciptaan segala sesuatu, Allah lalu menjadi kehabisan energi dan menjadi tidak berdaya.
Dr. Eben Nuban Timo : “Ini suatu proses yang melelahkan dan menyakitkan. Allah sungguh kehabisan energi dan menjadi tidak berdaya.
5. Dalam keadaan yang kosong, miskin, tidak memiliki apa-apa lagi, kehabisan energi dan tak berdaya, Allah tidak dapat berbuat apa-apa lagi selain mengundurkan diri dan masuk ke dalam sabat di mana di sana Ia menanti manusia agar memimpin segenap ciptaan untuk bisa mengembalikan kemuliaan, kuasa dan kebesaran-Nya yang sudah habis dibagibagikan pada ciptaan-ciptaan itu.
Dr. Eben Nuban Timo : “Dalam keadaan yang tidak lagi memiliki apa-apa dan tidak berdaya karena telah membagi-bagikan semua yang ada pada-Nya sebagai bahan baku untuk membentuk ciptaan, Allah mengundurkan diri untuk masuk dalam sabat. Penarikan diri Allah sekarang menjadi penuh pada hari ketujuh. Pada hari itu, Allah tidak lagi dapat berbuat apa-apa selain menunggu manusia memimpin segenap ciptaan untuk mengembalikan kepada-Nya kemuliaan, kuasa dan kebesaran yang sudah dibagi-bagikan itu”.
Dr. Eben Nuban Timo : “Pada hari ketujuh, Allah berhenti dari segala pekerjaan-Nya. Ia mengundurkan diri ke dalam sabat untuk menunggu manusia memimpin seluruh ciptaan masuk ke dalam sabat, bertemu dengan Allah untuk memberikan segala hormat, kemuliaan dan kuasa”.
Dr. Eben Nuban Timo : “Tugas manusia selama sabat yang masih terus berlangsung itu adalah memimpin seluruh makhluk untuk datang kepada Allah mengembalikan hormat, pujian dan kuasa kepada Allah yang berkenan mengosongkan diri-Nya demi kehidupan ciptaan”.
Dr. Eben Nuban Timo : “Hidup selama hari sabat yang sudah mulai tetapi belum selesai itu adalah selalu datang kepada Allah untuk memberikan kembali kemuliaan, hormat dan kuasa yang menjadi dasar atau bahan baku dari keberadaanya”.
III. TANGGAPAN TEOLOGIS TERHADAP AJARAN DR. EBEN NUBAN TIMO.
Setelah melihat dan merinci apa yang diajarkan oleh Dr. Eben Nuban Timo, sekarang saya akan memberikan tanggapan teologis terhadap ajaran-ajarannya satu per satu :
1. Tentang Allah menjadikan bumi ini dengan bahan dasar dari dalam diri Allah (Roh dan Firman).
Dr. Eben Nuban Timo : “Gereja mengajarkan bahwa Allah menjadikan langit dan bumi tanpa bahan dasar apa pun. Allah menciptakan dari ketiadaan. Ungkapan Latin untuk itu adalah “creatio ex nihilo”. Pendapat ini benar, setidak-tidaknya jika yang dimaksudkan adalah bahan dasar yang berasal dari luar diri Allah”. Tetapi dalam bahasa Latin ada lagi suatu ungkapan lain yang berbunyi “ex nihilo nihil fit”, yang artinya dari ketiadaan tidak mungkin ada yang terjadi atau tercipta. Bagaimana mungkin ada sesuatu di samping Allah yang bernama penciptaan jika tidak ada bahan dasar apa pun untuk membentuk ciptaan?
Tanggapan Saya :
1. Apakah begitu sukar bagi Allah atau mustahil bagi Dia untuk melakukan penciptaan tanpa sama sekali menggunakan bahan dasar atau bahan baku, entah dari luar atau dari dalam diri-Nya? Kata-kata Dr. Eben ini bertentangan dengan kesaksian Alkitab yang mengatakan bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah.
Luk 1:37 : Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil."
Yer 32:17 - “…Sesungguhnya, Engkaulah yang telah menjadikan langit dan bumi dengan kekuatanMu yang besar dan dengan lenganMu yang terentang. Tiada suatu apapun yang mustahil untukMu’”.
Kalau memang benar bahwa hal itu mustahil bagi Allah, itu pasti mustahil bagi Allahnya Dr. Eben Nuban Timo, tetapi bukan bagi Allah yang dibicarakan di dalam Alkitab.
2. Kata Ibrani yang diterjemahkan dengan “menciptakan” dalam Kej 1:1 adalah “BARA” yang memang berarti penciptaan dari ketiadaan.
Kej 1:1 : Pada mulanya Allah menciptakan (BARA) langit dan bumi.
John J. Davis : Kata kerja bara (“menciptakan”) mengungkapkan gagasan suatu penciptaan mutlak, atau ex nihilo penciptaan, secara lebih baik daripada kata kerja yang lain….. Oleh sebab itu, tindakan penciptaan oleh Allah yang tercermin dalam ayat 1 tidak melibatkan material yang sudah ada sebelumnya; Allah yang mahatinggi dan mahakuasa menciptakan langit dan bumi dari yang tiada. (Paradise to Prison, hal. 39-40).
Millard Erickson : Dalam PL istilah ini (“bara”) dipakai sebanyak 38 kali dalam bentuk Qal dan 10 kali dalam bentuk Nifal. Bentuk nominal (beri’ah – ciptaan) muncul hanya 1 kali (Bil 16:30). Bentuk Qal dan Nifal hanya dipakai untuk Allah, dan tidak pernah dipakai untuk manusia. Jelas bahwa kata kerja ini secara teologis dipakai untuk menunjukkan keunikan karya Allah ini yang berbeda dengan semua hasil karya manusia yang dibuat dari benda-benda yang sudah ada. (Teologia Kristen Vol 1, hal. 476).
Millard Erickson : ‘Bara’ tidak pernah muncul dengan akusatif yang menunjuk pada sebuah obyek yang dibentuk kembali oleh Allah. Jadi ide tentang penciptaan dari kekosongan bisa saja merupakan arti dari istilah ini….Istilah ini tidak pernah dipasang dengan suatu obyek langsung yang menunjukkan benda yang dengannya Allah menciptakan sesuatu yang baru”. (Teologia Kristen Vol 1, hal. 477-478).
W.S Lasor, A.A. Hubbard, F.W. Bush : Penulis Kejadian 1 menggunakan kata Ibrani bara ‘menciptakan’, suatu kata dalam Perjanjian Lama yang hanya dipakai untuk Allah saja tanpa menyebut sama sekali bahan yang dipakai untuk menciptakan. Kata ini menggambarkan pekerjaan yang tidak ada kesamaannya dengan pekerjaan manusia dan tidak dapat diterjemahkan dengan istilah seperti “membuat” atau “membangun”. (Pengantar PL 1, hal. 122)
Jamieson, Fauset and Brown – Bara - tidak dibentuk dari suatu bahan yang sudah ada sebelumnya, tapi dibuat dari ketiadaan.
Di dalam bahasa Ibrani sebenarnya ada 2 kata lain yakni “ASAH” dan “YATSAR” yang maknanya lebih longgar di mana selain bisa dipakai juga untuk penciptaan tanpa menggunakan bahan dasar dan bisa juga diartikan penciptaan dengan menggunakan bahan dasar yang sudah ada sebelumnya. Pada umunya diartikan “menjadikan” atau “membentuk”. Misalnya :
Kej 1:26 - Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan (ASAH) manusia menurut gambar dan rupa Kita, …"
Kej 2:7 - ketika itulah TUHAN Allah membentuk (“YATSAR”) manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Note : Tubuh manusia diciptakan dengan menggunakan bahan dasar yang sudah ada sebelumnya yakni debu tanah.
Nah, seandainya benar bahwa Allah menciptakan dunia ini dengan menggunakan bahan baru dari dalam diri-Nya seperti yang dikatakan Dr. Eben Nuban Timo, lebih tepat kata yang dipakai dalam Kej 1:1 itu adalah “ASAH” atau “YATSAR” dan bukannya “BARA”. Jadi penggunaan kata “BARA” dalam Kej 1:1 ini seharusnya meruntuhkan teori omong kosong yang dikemukakan Eben Nuban Timo walaupun ia berkata bahwa itu adalah kesaksian kitab Kejadian :
Dr. Eben Nuban Timo : “Kalau kita memeriksa dengan seksama kesaksian kitab Kejadian tentang proses penciptaan langit dan bumi oleh Allah, menjadi jelas bahwa Allah memang menciptakan langit dan bumi sebagai kenyataan ciptaan, maka bahan baku untuk itu diambil Allah dari diri Allah sendiri”.
Ide tentang penciptaan dari ketiadaan ini yang mucul dari kata Ibrani “BARA” bukan hanya berlaku bagi bahan dasar dari luar diri Allah tetapi juga dari dalam diri Allah.
Dr. Nico Syukur Diester, OFM : “Menciptakan dunia bukan dari sesuatu yang sudah ada (creatio ex nihilo) itu diartikan oleh teologia secara rangkap. Pertama, Allah sendiri bukanlah “bahan” yang daripada-Nya dunia diciptakan (ex nihilo sui). Andaikata Allah sendiri bahannya, andaikata dunia dijadikan “dari Allah” seperti “Sabda lahir dari Bapa”, atau sungai keluar dari mata air, maka pada hakikatnya tiada perbedaan antara Allah dengan dunia sehingga kita jatuh dalam panteisme. Kedua, juga tidak ada bahan di luar Allah yang daripadanya Allah menjadikan langit dan bumi (ex nihilo subiecti). Seandainya di samping pencipta masih ada bahan yang bukan diciptakan-Nya sehingga bersifat kekal-abadi, maka masih ada prinsip atau asas yang kedua yang daripadanya alam semesta terjadi. Kalau demikian, kita jatuh dalam dualisme ontologis, segalanya berasal dari dua prinsip. (Teologia Sistematika 2, hal. 61).
Millard Erickson : “..Allah tidak melibatkan diri-Nya dalam proses penciptaan. Penciptaan bukanlah sesuatu yang dibuat dari diri-Nya. Ciptaan bukan merupakan bagian dari diri Allah atau sesuatu yang keluar dari Allah. (Teologi Kristen Vol. 1, hal. 479).
Karena harus disimpulkan bahwa teori Dr. Eben Nuban Timo bahwa Allah menciptakan dunia ini dengan mempergunakan bahan baku dari dalam diri Allah sendiri adalah teori yang salah dan dipaksakan sebagaimana dikatakan Erickson :
Millard Erickson : “Sekalipun dapat dikemukakan bahwa Allah ketika itu memakai sarana-sarana rohani yang tidak kelihatan sebagai bahan untuk menciptakan benda yang kelihatan, ini tampaknya merupakan gagasan buatan yang dipaksakan. (Teologi Kristen Vol 1, hal. 478).
2. Tentang bahan dasar / bahan baku (dari dalam diri Allah) untuk penciptaan.
Tanggapan Saya : Jika diteliti dengan seksama, ada ketidakkonsistenan dalam tulisan Dr. Eben Nuban Timo ini.
• Di bagian awal tulisannya, ia menulis bahwa yang menjadi bahan dasar / bahan baku penciptaan adalah Firman dan Roh.
Dr. Eben Nuban Timo : “Alkitab menunjukkan bahwa Roh dan Firman adalah bahan baku sekaligus daya kreatif yang diambil Allah dari diri-Nya untuk memproses keberadaan langit dan bumi”.
Dr. Eben Nuban Timo : “Bukan hanya Roh-Nya saja yang dikirim keluar untuk menjadi bahan baku bagi keberadaan ciptaan tetapi Sang firman juga dikeluarkan Allah dari diri-Nya untuk menjadi material dasar dari penciptaan”.
• Tetapi anehnya dalam pembahasannya ia hanya menyebut-nyebut Firman yang bermetamorfosa menjadi ciptaan-ciptaan tanpa menyebutkan Roh sama sekali.
Dr. Eben Nuban Timo : “Firman yang keluar dari mulut Allah itu tidak pergi begitu saja dan lenyap dalam kekosongan atau hampaan tetapi firman itu berubah wujud menjadi terang yang mengusir kegelapan. Allah melihat proses metamorfosa dari firman menjadi terang itu baik, maka Allah mengulang hal yang sama berhadapan dengan air yang menutupi bumi. Allah berfirman dan firman itu berubah menjadi cakrawala”.
Dr. Eben Nuban Timo : “Proses yang sama dilakukan terus menerus oleh Allah dari hari pertama sampai hari keenam, firman berubah menjadi pohon, menjadi tumbuh-tumbuhan, menjadi burung-burung, menjadi aneka jenis ikan, berbagai macam species binatang di darat”. Pada hari yang keenam Allah tidak hanya memberikan firman-Nya untuk berubah wujud menjadi manusia. Allah juga memberikan gambar diri-Nya sendiri supaya manusia yang berwujud dari firman itu menjadi serupa dengan Allah.
Dr. Eben Nuban Timo : “Allah mengeluarkan sesuatu dari diri-Nya, yakni firman yang kemudian menjelma menjadi teran, tumbuh-tumbuhan dan akhirnya manusia”. Kita bisa katakan bahwa firman mengisi semua kekosongan bumi dalam berbagai-bagai wujud dan bentuk tanah, batu, pohon, air, binatang-binatang dan manusia.
Kalau begitu di mana peranan Roh yang juga adalah salah satu bahan baku selain dari Firman itu?
• Belakangan ia mengatakan bahwa setelah penciptaan itu Allah lalu menjadi kosong dan miskin dalam hal kemuliaan, kebesaran, kuasa dan hormat.
Dr. Eben Nuban Timo : “tetapi pada saat yang sama Allah yang penuh dengan kemuliaan dan kebesaran menjadi kosong dan miskin. Ia yang tadinya memiliki segala hal menjadi tidak lagi memiliki apa-apa”.
Dr. Eben Nuban Timo : “Pada hari itu, Allah tidak lagi dapat berbuat apa-apa selain menunggu manusia memimpin segenap ciptaan untuk mengembalikan kepada-Nya kemuliaan, kuasa dan kebesaran yang sudah dibagi-bagikan itu”.
Dr. Eben Nuban Timo : Pada hari ketujuh, Allah berhenti dari segala pekerjaan-Nya. Ia mengundurkan diri ke dalam sabat untuk menunggu manusia memimpin seluruh ciptaan masuk ke dalam sabat, bertemu dengan Allah untuk memberikan segala hormat, kemuliaan dan kuasa”.
Jadi letak persoalannya adalah di mana peranan Roh sebagai bahan baku penciptaan itu? Bagaimana Firman yang keluar dan bermetamorfosa menjadi ciptaan tetapi kemuliaan, kebesaran dan kuasa yang menjadi hilang atau kosong dari diri-Nya? Apakah Fiman itu adalah elemen yang sama dengan kemuliaan, kebesaran dan kuasa? Ataukah Dr. Eben yang mulai bingung dengan teori yang dia buat sendiri? Kelihatannya yang kedua ini yang benar!
3. Tentang Firman yang berubah / bermetamorfosa menjadi ciptaan.
Dr. Eben Nuban Timo : “Kalau kita memeriksa dengan seksama kesaksian kitab Kejadian tentang proses penciptaan langit dan bumi oleh Allah, menjadi jelas bahwa Allah memang menciptakan langit dan bumi sebagai kenyataan ciptaan, maka bahan baku untuk itu diambil Allah dari diri Allah sendiri. Alkitab menunjukkan bahwa Roh dan Firman adalah bahan baku sekaligus daya kreatif yang diambil Allah dari diri-Nya untuk memproses keberadaan langit dan bumi”.
Tanggapan Saya :
1. Ini jelas sesuatu yang sangat lucu! Coba Dr. Eben Nuban Timo menunjukkan ayat mana yang mengatakan demikian? Ayat mana dalam kitab Kejadian yang mengatakan bahwa Firman itu berubah atau bermetamorfosa menjadi terang, batu, kayu, burung, ikan, dll?
2. Alkitab sama sekali tidak mengatakan demikian! Perhatikan ayat ini :
• Kej 1:3 : Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi.
Apakah ayat ini mengatakan bahwa Firman berubah menjadi terang? Sama sekali tidak! Ayat ini hanya menunjukkan bahwa ketika Allah berfirman dalam hal ini adalah berkata, maka terang itu secara ajaib menjadi ada.
• Kej 1:6 : Berfirmanlah Allah: "Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air.
Apakah ayat ini mengatakan bahwa Firman berubah menjadi cakrawala? Sama sekali tidak! Ayat ini hanya menunjukkan bahwa ketika Allah berfirman dalam hal ini adalah berkata, maka cakrawala itu menjadi ada.
• Kej 1:11 : Berfirmanlah Allah: "Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi." Dan jadilah demikian.
Apakah ayat ini mengatakan bahwa Firman berubah menjadi tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbij dan segala jenis pohon buah-buahan? Sama sekali tidak! Ayat ini hanya menunjukkan bahwa ketika Allah berfirman dalam hal ini adalah berkata, tumbuh-tumbuhan itu menjadi ada.
• Kej 1:20-21 : (20) Berfirmanlah Allah: "Hendaklah dalam air berkeriapan makhluk yang hidup, dan hendaklah burung beterbangan di atas bumi melintasi cakrawala. (21) Maka Allah menciptakan binatang-binatang laut yang besar dan segala jenis makhluk hidup yang bergerak, yang berkeriapan dalam air, dan segala jenis burung yang bersayap. Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
Apakah ayat ini mengatakan bahwa Firman berubah menjadi burung-burung dan binatang-binatang laut? Sama sekali tidak! Ayat ini hanya menunjukkan bahwa ketika Allah berfirman dalam hal ini adalah berkata, maka terciptalah burung-burung dan binatang-binatang laut. Dan masih banyak contoh lainnya!
Terlihat dengan jelas bahwa firman tidak pernah berubah menjadi ciptaan apa pun seperti yang dikatakan Dr. Eben.
3. Kata “firman” dalam ayat-ayat di atas harus diartikan sebagai “kata-kata Allah” sehingga ayat-ayat itu hanya berarti bahwa ketika Allah berkata-kata / berucap / memerintah, maka semua ciptaan itu menjadi ada.
Ini meneguhkan fakta tentang penciptaan yang keluar dari ketiadaan. Perhatikan ayat-ayat ini :
Maz 33:9 - Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada.
TL : Karena berkatalah Ia, maka ia itupun adalah; berfirmanlah Ia maka ia itupun terdiri.
Rat 3:37 - Siapa berfirman, maka semuanya jadi? Bukankah Tuhan yang memerintahkannya?
Maz 148:5 - Baiklah semuanya memuji nama TUHAN, sebab Dia memberi perintah, maka semuanya tercipta.
Rom 4:17 – “…di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada.
BIS : “…Dialah juga Allah yang dengan berkata saja membuat apa yang tidak pernah ada menjadi ada.
Walter Kaisar : “…ciptaan digambarkan sebagai hasil dari firman Allah yang dinamis. Memunculkan dunia sebagai tanggapan langsung kepada firman-Nya sama dengan tindakan Yesus dari Nazaret yang menyembuhkan orang langsung ketika Ia berfirman….Demikian juga dnegan firman diucapkan di sini, dan terjadilah dunia. (Teologi Perjanjian Lama, hal. 101).
Terus terang saya heran mengapa seorang doktor teologia seperti Eben Nuban Timo tidak bisa mengartikan kata-kata kitab Kejadian yang sesederhana ini? Di awal ia berkata : “Kalau kita memeriksa dengan seksama kesaksian kitab Kejadian…” tapi menurut saya ia sama sekali tidak seksama tapi ngawur.
4. Ada kemungkinan Dr. Eben Nuban Timo mencampuradukkan ide tentang firman berubah menjadi ciptaan-ciptaan termasuk manusia dengan Yoh 1:14 :
Yoh 1:14 - Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.
Dugaan ini muncul karena penggunaan kata “firman” yang diawali dengan definite article / kata sandang “sang” di depannya sehingga menjadi “sang firman” yang adalah istilah umum untuk suatu makhluk.
Dr. Eben Nuban Timo - Setiap kali Allah berfirman, jadilah sesuatu. Itu memiliki empat arti. Pertama, sesuatu yang tercipta itu berhutang eksistensi kepada Sang firman.
Dr. Eben Nuban Timo - Keempat, terisinya kekosongan bumi dengan berbagai ciptaan yang berhutang eksistensi kepada Sang firman…”
Dr. Eben Nuban Timo - Bukan hanya Roh-Nya saja yang dikirim keluar untuk menjadi bahan baku bagi keberadaan ciptaan tetapi Sang firman juga dikeluarkan Allah dari diri-Nya untuk menjadi material dasar dari penciptaan.
Kalau dugaan ini benar, jelas ini adalah sesuatu penafsiran yang salah karena :
a. Kata “firman” dalam kisah-kisah penciptaan (Kej 1) berbeda artinya dengan kata “firman” dalam pembukaan Injil Yohanes.
Kata “firman” dalam kisah-kisah penciptaan (Kej 1) mempunyai arti hurufiah sebagai kata-kata atau ucapan Allah sehingga artinya menjadi seperti dipaparkan sebelumnya bahwa hanya dengan berkata-kata / berucap, jadilah semua ciptaan sedangkan kata “firman” dalam Yoh 1:14 bukan berarti ucapan bibir Allah melainkan gelar bagi Yesus sebagai Putera Allah. Bahwa Yesus memang bergelar Firman Allah terlihat dari :
Yoh 1:1 - Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.
1 Yoh 1:1 - Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup -- itulah yang kami tuliskan kepada kamu.
Wah 19:13 - Dan Ia memakai jubah yang telah dicelup dalam darah dan nama-Nya ialah: "Firman Allah."
b. Firman menjadi manusia dalam Yoh 1:14 dikenal dengan istilah “inkarnasi” atau penjelmaan Anak Allah menjadi manusia. Tetapi ini sama sekali tidak berarti bahwa Sang Firman berubah atau bermetamorfosa menjadi manusia sehingga Firman itu lalu menjadi tidak ada lagi sebagaimana teori penciptaan Dr. Eben. Dalam inkarnasi, Firman mengambil hakikat manusia tetapi sama sekali tidak kehilangan atau kekurangan keilahian-Nya. (Akan dijelaskan lebih detail di belakang).
5. Kelihatannya Dr. Eben Nuban Timo tidak bisa membedakan kata bahasa Indonesia “dari firman” dan “oleh firman”.
Jikalau ia bisa membedakan makna kata-kata ini tentu ia tidak akan membuat kesimpulan sengawur itu karena ada perbedaan antara kata-kata “dijadikan dari firman” dan “dijadikan oleh firman”.
Jikalah dikatakan bahwa sesuatu dijadikan dari firman maka memang firman menjadi bahan baku dari sesuatu itu seperti meja dibuat dari kayu. Tetapi kalau dikatakan bahwa sesuatu dijadikan oleh firman firman maka jelas artinya adalah firmanlah yang menjadi sebab atau firman dipakai untuk menyebabkan terjadinya sesuatu itu. Seperti dikatakan meja dibuat oleh tukang. Jadi firman bukan bahan baku dari sesuatu itu.
Sekarang mari kita perhatikan ayat-ayat ini :
Maz 33:6 : Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya segala tentaranya.
Ibr 11:3 - Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat.
6. Dr. Eben juga mengatakan bahwa Roh adalah bahan baku dari ciptaan. Tapi sekarang perhatikan ayat ini :
Maz 104:30 - Apabila Engkau mengirim roh-Mu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi.
Terlihat dengan jelas bahwa Roh sama sekali tidak berubah menjadi ciptaan. Roh juga tidak dipakai sebagai bahan baku ciptaan. Rohlah yang memungkinkan munculnya ciptaan.
Semua ini membuktikan bahwa firman Allah dan Roh tidak pernah menjadi bahan baku dari ciptaan atau berubah atau bermetamorfosa menjadi ciptaan tetapi firman dan Roh yang menjadi sebab atau dipakai Allah untuk menciptakan semua ciptaan.
4. Tentang Allah menjadi berkurang, miskin, kosong, kehabisan energi, tidak memiliki apa-apa dan tidak berdaya.
Tanggapan saya :
1. Ini teori yang sangat naif dan bodoh yang bersifat menghina Allah dan bertentangan dengan kesaksian Alkitab tentang kesempurnaan, kebesaran dan ketidakberubahan Allah.
• Alkitab menunjukkan bahwa Allah sama sekali tidak kelelahan apalagi kehabisan energi setelah pekerjaan penciptaan.
Yes 40:28 - Tidakkah kautahu, dan tidakkah kaudengar? TUHAN ialah Allah kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertian-Nya.
TL - Tiadakah engkau mengetahuinya? Belumkah engkau mendengarnya, bahwa Tuhan itulah Allah yang kekal, Khalik segala ujung bumi, yang tiada tahu penat atau lemah, dan lagi tiada terduga hikmat-Nya
Bandingkan ayat tersebut dengan kata-kata Dr. Eben :
Dr. Eben Nuban Timo : “Ini suatu proses yang melelahkan dan menyakitkan. Allah sungguh kehabisan energi dan menjadi tidak berdaya.
• Alkitab menunjukkan bahwa Allah sebelum mencipta dan setelah mencipta tetaplah sama. Ia tidak mengalami perubahan apa pun.
Maz 102:26-28 – (26) Dahulu sudah Kauletakkan dasar bumi, dan langit adalah buatan tangan-Mu. (27) Semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada, dan semuanya itu akan menjadi usang seperti pakaian, seperti jubah Engkau akan mengubah mereka, dan mereka berubah; (28) tetapi Engkau tetap sama, dan tahun-tahun-Mu tidak berkesudahan.
Bandingkan :
Yak 1:17 - Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.
Tony Evans : ‘Tidak ada satu pengaruh pun yang telah menjadikan Allah sebagaimana ada-Nya sekarang. Allah yang sekarang adalah sepenuhnya sama dengan Allah yang dahulu. Allah yang sekarang dan Allah yang dahulu adalah sepenuhnya Allah yang akan datang” (Allah Kita Maha Agung, hal. 73).
Ini jelas berbeda dengan pandangan Dr. Eben Nuban Timo yang menyiratkan adanya perubahan dalam diri Allah antara sebelum dan sesudah mencipta.
Dr. Eben Nuban Timo : “Allah yang semula mengisi dan memenuhi segala sesuatu berkenan untuk memberi ruang bagi adanya sesuatu yang lain. Cara yang diambil Allah ialah dengan mengosongkan diri, membuat diri-Nya makin berkurang”.
• Alkitab menunjukkan bahwa Allah setelah penciptaan selesai, Allah masih memenuhi segala sesuatu.
Yer 23:24 - Sekiranya ada seseorang menyembunyikan diri dalam tempat persembunyian, masakan Aku tidak melihat dia? demikianlah firman TUHAN. Tidakkah Aku memenuhi langit dan bumi? demikianlah firman TUHAN.
Maz 139:7-9 – (7) Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? (8) Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situ pun Engkau. (9) Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, (10) juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku.
Ini jelas berbeda dengan pandangan Dr. Eben Nuban Timo :
Dr. Eben Nuban Timo : “…terisinya kekosongan bumi dengan berbagai ciptaan yang berhutang eksistensi kepada Sang firman pada saat yang sama berarti Allah yang tadinya penuh dengan segala sesuatu dan memenuhi segala sesuatu menjadi makin berkurang dan kosong.
2. Jikalau setelah penciptaan Allah menjadi tidak berdaya apa-apa, bagaimana Ia bisa menopang segala ciptaan dan melanjutkan eksistensi mereka?
• Ingat bahwa setelah penciptaan, semua ciptaan masih bergantung mutlak kepada Allah.
Maz 104:27-30 - “(27) Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya. (28) Apabila Engkau memberikannya, mereka memungutnya; apabila Engkau membuka tanganMu, mereka kenyang oleh kebaikan. (29) Apabila Engkau menyembunyikan wajahMu, mereka terkejut; apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan kembali menjadi debu. (30) Apabila Engkau mengirim rohMu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi”.
Ayub 12:7-10 – (7) Tetapi bertanyalah kepada binatang, maka engkau akan diberinya pengajaran, kepada burung di udara, maka engkau akan diberinya keterangan. (8) Atau bertuturlah kepada bumi, maka engkau akan diberinya pengajaran, bahkan ikan di laut akan bercerita kepadamu. (9) Siapa di antara semuanya itu yang tidak tahu, bahwa tangan Allah yang melakukan itu; (10) bahwa di dalam tangan-Nya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia?
Kis 17:28 - Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada,…”
Nah bayangkan kalau Allah memang benar-benar telah kosong, miskin, kehabisan energi, tidak berdaya apa-apa, bagaimana nasib semua makhluk dan semua ciptaan?
• Allah yang dinyatakan di dalam Alkitab ternyata tidak seperti Allahnya Dr. Eben Nuban Timo.
Ibr 1:2-3 – (2) “…Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta (3) Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. …”
TL : “…Dialah juga yang memelihara keutuhan alam semesta ini dengan sabda-Nya yang sangat berkuasa….”
Silahkan pikirkan, kalau Allah sudah kehabisan energi dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi, bagaimana mungkin Ia menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan?
Yes 40:28-29 – (28) Tidakkah kautahu, dan tidakkah kaudengar? TUHAN ialah Allah kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertian-Nya. (29) Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya.
Silahkan pikirkan, kalau Allah sudah kehabisan energi dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi, bagaimana mungkin Ia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya?
5. Tentang proses kenosis dalam penciptaan.
Mungkinkah teori Dr. Eben Nuban Timo ini benar karena pada saat itu Allah memang sedang melakukan tindakan “kenosis” atau pengosongan diri?
Dr. Eben Nuban Timo : Dalam karya penciptaan Allah menjalani suatu proses kenosis (pengosongan diri) yang radikal. Allah mengeluarkan sesuatu dari diri-Nya, yakni firman yang kemudian menjelma menjadi terang, tumbuh-tumbuhan dan akhirnya manusia.
Tanggapan saya :
1. Kata “KENOSIS” berasal dari bahasa Yunani “KENOO” yang berarti “mengosongkan diri” dan konsep ini dipakai oleh Paulus untuk menjelaskan keadaan Kristus pada saat inkarnasi.
Fil 2:5-8 – (5) “…Kristus Yesus, (6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (7) melainkan telah mengosongkan (KENOO) diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (8) Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Jadi memang benar bahwa Kristus pernah mengosongkan diri-Nya yaitu pada saat Ia datang sebagai manusia demi penebusan dosa manusia. Bandingkan :
2 Kor 8:9 - Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.
Hanya persoalannya adalah atas dasar apa Dr. Eben Nuban Timo menerapkan prinsip kenosis ini kepada kasus penciptaan?
Sepanjang yang saya tahu (setelah membaca banyak tafsiran Alkitab, penyelidikan terhadap kata Yunani “KENOO” lewat berbagai macam Ensiclopedia dan Kamus Alkitab), tidak pernah sekalipun kata “KENOO” atau prinsip kenosis ini diterapkan pada peristiwa penciptaan. Jadi ini murni karangan Dr. Eben Nuban Timo.
*************
Seorang jemaat mencoba mendiskusikan hal ini dengan Dr. Eben Nuban Timo, dan jawaban dari Dr. Eben Nuban Timo dilanjutkan ke saya. Berikut ini SMS Dr. Eben dan tanggapan saya :
Eben Nuban Timo : Dalam Fil 2 Paulus berbicara tentang Allah yang mengosongkan diri, menjadi tidak berdaya dalam Kristus. Pengosongan diri itu tidak hanya di salib, tetapi sudah mulai waktu penciptaan di mana Allah mengambil gambar diri-Nya untuk diberikan kepada manusia.
Tanggapan saya :
1. Pengosongan diri oleh Yesus dalam Fil 2 terkait dengan penebusan manusia dari dosa. Tapi kalau pengosongan diri dalam penciptaan, hubungannya dengan apa?
2. Apakah manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah lalu membuat Allah menjadi kosong dan kehabisan gambar dan rupa itu?
Jawaban Eben Nuban Timo : 3 karya Allah itu bukan 3 pekerjaan yang terpisah tapi 3 sisi dari karya yang satu dan sama. Kalau kita bilang terpisah, wah repot, jadi seperti Marcion atau Arius. Alkitab juga bilang begitu. Apa yang dikerjakan Anak itu juga yang dikerjakan bapa dan Roh Kudus. Kita terlalu sering pahami kuasa Allah secara matematika, akumulasi, padahal kuasa Allah itu relational, bukankah Allah adalah kasih? Kasih mengandaikan saling berbagi dan menjadi kurang, tapi dalam pengurangan itu kita jadi kuat. Itu yang dijarkan Alkitab.
Tanggapan saya : 3 karya Allah yang mana? Saya percaya bahwa Allah Tritunggal bekerjasama dalam hal-hal tertentu tetapi itu tidak berarti bahwa 1 hal tertentu yang dialami oleh 1 pribadi harus juga dialami oleh pribadi yang lain? Misalnya, yang menjadi manusia itu kan pribadi Anak. Apakah Pak Eben mau berkata bahwa Bapa dan Roh Kudus juga menjadi manusia? Yang mati disalib itu adalah pribadi Anak. Apakah Pak Eben mau bilang bahwa Bapa dan Roh Kudus juga mati disalib? Karena itu kalau Kristus mengalami pengosongan diri, itu tidak berarti bahwa Bapa juga harus mengalaminya dalam penciptaan? Lalu kalau ke 3 nya musti mengalaminya, lalu kapan Roh Kudus mengosongkan diri?
Jawaban Eben Nuban Timo : Maaf, saya menahan diri untuk menjawab pertanyaan tadi karena banyak hal mendasar tentang ajaran Trinitas yang belum jelas sehingga meuncul pertanyaan seperti itu. Maaf sekali lagi.
***********
Penjelasan tentang pandangan Dr. Eben yang menganggap Allah mengosongkan diri dengan dalam penciptaan karena Ia mengambil gambar diri-Nya untuk diberikan kepada manusia :
Ingat bahwa maksud dari Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya adalah bahwa sewaktu Allah menciptakan manusia, Ia memasukkan sebagian sifat diri-Nya ke dalam manusia sehingga manusia lalu mewarisi sifat Allah dan karena itu sampai taraf tertentu manusia menjadi mirip dengan Allah.
Maz 8:6 - Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.
Tetapi apakah karena Allah telah memasukan sifat-Nya ke dalam manusia lalu membuat Ia kehilangan sifat-Nya itu? Misalnya Allah memberikan sifat kekal-Nya ke dalam manusia :
Pengkh 3:11 - Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. …”
Apakah karena itu maka Allah lalu kehilangan kekekalan diri-Nya dan menjadi kosong dalam hal kekekalan?
Allah adalah Roh, maka Ia menciptakan manusia sebagai makhluk rohani. Apakah karena itu Allah lalu kehilangan atau mengalami kekosongan Roh? Allah adalah pribadi dan karena itu Ia menciptakan manusia sebagai pribadi. Apakah karena itu Allah lalu kehilangan atau mengalami kekosongan kepribadian? Allah adalah “makhluk” berratio dan karena itu Ia menciptakan manusia sebagai makhluk yang berratio pula. Apakah karena itu Allah lalu kehilangan atau mengalami kekosongan ratio? Ini ajaran gila namanya!
2. Sekalipun Fil 2 membicarakan tentang pengosongan diri Yesus, tetapi konsepnya jelas berbeda dengan yang diajarkan Dr. Eben Nuban Timo dalam penerapan konsep kenosisnya di dalam peristiwa penciptaan.
Menurut Dr. Eben Nuban Timo, proses kenosis yang dialami Allah dalam penciptaan membuat Ia kehilangan segala yang Ia punya seperti kuasa, kehormatan, kemuliaan, energi, daya, dsb.
Ini jelas konsep kenosis yang asing dan berbeda dengan konsep kenosis dalam Fil 2 di mana Kristus sama sekali tidak kehilangan sebagian atau seluruh kemuliaan kuasa, kemuliaan, kehormatan dan keilahian-Nya. Jika konsep kenosis dari Dr. Eben diterapkan pada Fil 2 maka ini menjadi salah karena :
a. Yesus adalah Allah dan karena itu Ia tidak bisa berubah (bdk. Maz 102:26-28 Mal 3:6 Yak 1:17). Allah tidak bisa berhenti menjadi Allah, sekalipun hanya untuk sementara!
b. Allah Tritunggal bubar.
c. Kristus bukanlah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Ia hanya manusia biasa, tanpa keilahian! Dan kalau ini benar, maka Ia tak bisa menjadi Pengantara antara Allah dan manusia dan penebusan-Nya tidak bisa mempunyai nilai yang tidak terbatas.
Dalam faktanya, di dalam masa penjelmaan pun Yesus masih bisa melakukan banyak mujizat yang hebat, menunjukkan sifat-sifat ilahi dan tindakan-tindakan serta mengeluarkan pernyataan-pernyaan yang hanya mungkin dilakukan oleh Allah. Jadi kenosis yang dialami oleh Kristus tidak berarti bahwa Ia menjadi kehilangan segala-galanya melainkan Ia berkenan untuk menyembunyikan dan tidak menggunakan segala kuasa / kemuliaan yang dimiliki-Nya untuk membuat hidup-Nya lebih mudah.
Calvin: Kristus tidak bisa melepaskan dirinya sendiri dari keilahian-Nya; tetapi menyembunyikannya untuk sementara waktu, supaya tak kelihatan, di bawah kelemahan daging. Jadi, Ia mengesampingkan kemuliaan-Nya dalam pandangan manusia, bukan dengan menguranginya, tetapi dengan menyembunyikannya.
Herman Hoeksema : Ini tidak berarti bahwa Anak Allah untuk sementara waktu mengesampingkan hakekat ilahi, untuk menukarnya dengan hakikat manusia. Ini mustahil, karena hakikat ilahi tidak bisa berubah. ... Tetapi itu berarti bahwa Ia masuk ke dalam keadaan manusia sedemikian rupa sehingga di depan manusia kemuliaan dan keagungan ilahi-Nya tersembunyi, sekalipun bahkan dalam saat perendahan pun itu kadang-kadang memancar keluar, seperti misalnya dalam pelaksanaan / pertunjukan keajaiban-Nya. (‘Reformed Dogmatics’, hal. 399).
Jadi boleh dikatakan bahwa kesalahan Dr. Eben Nuban Timo dalam poin ini adalah :
1. Penerapan teori kenosis dari Fil 2 kepada kisah penciptaan tanpa dasar teologis / argumentasi yang kuat.
2. Konsep kenosis yang diperkenalkan dalam kisah penciptaan ternyata berbeda dengan konsep kenosis yang asli dalam Fil 2.
6. Tentang Allah yang sudah tidak berdaya apa-apa lagi hanya bisa menunggu manusia mengembalikan kuasa, kemuliaan dan kehormatan-Nya.
Dr. Eben Nuban Timo : “Dalam keadaan yang tidak lagi memiliki apa-apa dan tidak berdaya karena telah membagi-bagikan semua yang ada pada-Nya sebagai bahan baku untuk membentuk ciptaan, Allah mengundurkan diri untuk masuk dalam sabat. Penarikan diri Allah sekarang menjadi penuh pada hari ketujuh. Pada hari itu, Allah tidak lagi dapat berbuat apa-apa selain menunggu manusia memimpin segenap ciptaan untuk mengembalikan kepada-Nya kemuliaan, kuasa dan kebesaran yang sudah dibagi-bagikan itu”.
Dr. Eben Nuban Timo : “Pada hari ketujuh, Allah berhenti dari segala pekerjaan-Nya. Ia mengundurkan diri ke dalam sabat untuk menunggu manusia memimpin seluruh ciptaan masuk ke dalam sabat, bertemu dengan Allah untuk memberikan segala hormat, kemuliaan dan kuasa”.
Tanggapan saya :
1. Teori Dr. Eben Nuban Timo ini sangat mengina Allah dengan menempatkan Allah di bawah ciptaan / manusia dan bergantung pada manusia / ciptaan. Ini bertentangan dengan Alkitab.
• Alkitab mengatakan bahwa bahwa ciptaanlah yang bergantung pada Allah dan bukan Allah yang bergantung pada ciptaan.
Maz 104:27-30 - “(27) Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya. (28) Apabila Engkau memberikannya, mereka memungutnya; apabila Engkau membuka tanganMu, mereka kenyang oleh kebaikan. (29) Apabila Engkau menyembunyikan wajahMu, mereka terkejut; apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan kembali menjadi debu. (30) Apabila Engkau mengirim rohMu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi”.
Ayub 12:7-10 – (7) Tetapi bertanyalah kepada binatang, maka engkau akan diberinya pengajaran, kepada burung di udara, maka engkau akan diberinya keterangan. (8) Atau bertuturlah kepada bumi, maka engkau akan diberinya pengajaran, bahkan ikan di laut akan bercerita kepadamu. (9) Siapa di antara semuanya itu yang tidak tahu, bahwa tangan Allah yang melakukan itu; (10) bahwa di dalam tangan-Nya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia?
Kis 17:28 - Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada,…”
Tony Evans : ‘...Allah ini ’independen’ dari ciptaan-Nya. Dengan ‘independen’ saya maksudkan, Allah itu tidak membutuhkan apa pun….agar Ia dapat tetap menjadi Allah. (Allah Kita Maha Agung, 72)
• Alkitab mengatakan bahwa Allah tidak kekurangan apa-apa.
Kis 17:24-25 – (24) Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia, (25) dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang.
A.W. Tozer : “Dengan mengakui bahwa di dalam Allah ada kebutuhan, maka itu berarti mengakui bahwa pada diri Allah terdapat suatu kekurangan. “Perlu” merupakan kata bagi makhluk ciptaan dan tidak dapat diterapkan kepada Sang Pencipta”. (Mengenal Yang Maha Kudus, hal. 50).
A.W. Tozer : “Allah tidak akan menjadi lebih besar karena kita ada dan juga tidak akan menjadi lebih kecil jika kita ini tidak ada”. (Mengenal Yang Maha Kudus, hal. 52).
2. Manusia yang diciptakan memang harus memuji, membesarkan dan memuliakan Allah tetapi itu sama sekali tidak berarti bahwa manusia memberikan sesuatu yang tadinya tidak dipunyai oleh Allah (karena kahabisan setelah mencipta).
Perhatikan komentar-komentar berikut :
Tony Evans : “Anda tidak bisa memberikan sesuatu yang dapat mempertinggi tingkatan Allah, atau mengambil sesuatu dari-Nya yang dapat mengurangi tingkatan-Nya. Allah memang demikian karena Ia sepenuhnya Allah”. (Allah Kita Maha Agung; hal. 73).
A.W. Tozer : ‘Oleh karena Ia adalah Allah yang di atas segala sesuatu, maka Ia tidak dapat ditinggikan lagi. Tidak ada sesuatu pun yang lebih tinggi daripada Allah, dan tidak ada sesuatu yang di luar jangkauan-Nya.....Oleh karena tidak ada seorang pun yang dapat lebih meninggikan Dia, maka tidak ada seorang pun yang dapat merendahkan Dia. Di dalam Alkitab dituliskan bahwa Ia menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan (Ibrani 1 :3), Bagaimana mungkin Ia ditinggikan atau didukung oleh sesuatu yang ditopang-Nya ? (Mengenal Yang Maha Kudus, hal.51).
Tony Evans : ‘Arti sifat Allah ini (kesempurnaan Allah) ialah bahwa Allah itu lengkap secara penuh dan absolut. Tak ada sesuatu pun yang bisa ditambahkan kepada-Nya atau diambil daripada-Nya....ini menjelaskan mengapa Alkitab mengatakan, tidak ada yang dapat dibandingkan dengan Allah’ (Allah Kita Maha Agung, hal. 67).
Louis Leahy : Haruslah dihindari bayangan bahwa Allah adalah semacam pribadi yang haus pujian, penghormatan dan pemujaan. Dari ajaran mengenai kesempurnaan Allah sendiri, dapatlah dikatakan bahwa Allah dengan mencipta sama sekali tidak mungkin mencari kebaikan-Nya sendiri, baik untuk mendapatkannya maupun untuk menjaga dan menambahkannya. (Filsafat Ketuhanan Kontemporer, hal. 233).
3. Prinsip di dalam ibadah Kristen di mana manusia memuji, memuliakan dan membesarkan Tuhan bukanlah membuat Allah menjadi mulia, besar dan berkuasa, bukan juga mengembalikan apa yang pernah dipunyai oleh Allah (di mana sekarang tidak Ia miliki) melainkan adalah pengakuan ciptaan terhadap kuasa, kebesaran dan kemuliaan Allah yang sudah dinyatakan dalam hidup ciptaan.
Perhatikan ayat ini :
Maz 148:3-13 : (3) Pujilah Dia, hai matahari dan bulan, pujilah Dia, hai segala bintang terang! (4) Pujilah Dia, hai langit yang mengatasi segala langit, hai air yang di atas langit! (5) Baiklah semuanya memuji nama TUHAN, sebab Dia memberi perintah, maka semuanya tercipta. (6) Dia mendirikan semuanya untuk seterusnya dan selamanya, dan memberi ketetapan yang tidak dapat dilanggar. (7) Pujilah TUHAN di bumi, hai ular-ular naga dan segenap samudera raya; (8) hai api dan hujan es, salju dan kabut, angin badai yang melakukan firman-Nya; (9) hai gunung-gunung dan segala bukit, pohon buah-buahan dan segala pohon aras: (10) hai binatang-binatang liar dan segala hewan, binatang melata dan burung-burung yang bersayap; (11) hai raja-raja di bumi dan segala bangsa, pembesar-pembesar dan semua pemerintah dunia; (12) hai teruna dan anak-anak dara, orang tua dan orang muda! (13) Biarlah semuanya memuji-muji TUHAN, SEBAB HANYA NAMA-NYA SAJA YANG TINGGI LUHUR, KEAGUNGAN-NYA MENGATASI BUMI DAN LANGIT.
Perhatikan bahwa ayat 1-12 berisi puji-pujian dari ciptaan kepada pencipta tetapi ayat 13 mengungkapkan alasannya yakni Nama-Nya tinggi luhur, keagungan-Nya mengatasi langit dan bumi. Berarti puji-pujian dari ciptaan bukan membuat Allah menjadi tinggi dan agung melainkan mengakui ketinggian dan keagungan-Nya itu. Inilah prinsip yang sesungguhnya dari Alkitab bukan seperti yang diajarkan Dr. Eben Nuban Timo.
Prof. Louis Leahy membagi kemuliaan Allah menjadi dua bagian (Filsafat Ketuhanan Kontemporer, hal. 234) yaitu :
1. Kemuliaan Allah obyektif yakni kemuliaan Allah yang “permanen” dan sempurna dalam diri-Nya.
2. Kemuliaan Allah formal yang berisi pengakuan komunikasi itu oleh pihak manusia.
Kalau begitu sesuai dengan Maz 148:3-13 maka prinsip ibadah Kristen adalah mengembalikan kemuliaan kepada Allah tetapi bukan kemuliaan Allah yang obyektif melaikan kemuliaan Allah yang formal di mana manusia memberikan pengakuan terhadap kemuliaan Allah yang sudah dinyatakan terhadap dan di dalam ciptaan.
Esra Alfred Soru : Dengan pengertian semacam ini maka sesungguhnya ketika manusia “memuliakan” dan mengagungkan Tuhan, itu bukan berarti manusia memberikan tambahan kemuliaan kepada-Nya, melainkan manusia mengakui kemuliaan-Nya yang telah dinyatakan dan dikomunikasikan kepada, melalui dan di dalam manusia itu. Inilah kemuliaan Allah formal, dan di sini pula terletak arti dari penciptaan manusia. (Mengapa Allah Menciptakan Manusia, hal. )
Louis Berkhof : Tujuan paling utama yang dilihat-Nya bukanlah untuk memperoleh kemuliaan, tetapi untuk memanifestasikan kemuliaan-Nya dalam buah pekerjaan-Nya. Memang benar bahwa dalam melakukan hal itu Ia juga akan menyebabkan surga menyatakan kemuliaan-Nya dan cakrawala menunjukkan pekerjaan tanganNya, burung-burung di udara dan binatang buas memuliakanNya, dan anak manusia menyanyikan pujian. Akan tetapi pujian kepada Sang Pencipta tidaklah menambah apa-apa kepada kesempurnaan keberadaanNya, tetapi hanyalah mengakui kebesaran-Nya dan mmeberikan kepadaNya kemuliaan bagiNya. (Teologi Sistematika – Doktrin Allah, hal. 256-257).
KESIMPULAN.
Dari semua pembahasan dan tanggapan yang sudah saya berikan, jelas bahwa ajaran Dr. Eben Nuban Timo tentang penciptaan dan pengosongan diri Allah jelas adalah ajaran yang tidak Alkitabiah, ajaran yang aneh dan boleh dikategorikan sebagai ajaran yang dapat menyesatkan jemaat. Kiranya tanggapan ini bisa menolong jemaat untuk membedakan mana ajaran yang benar dan mana ajaran yang palsu.
2 Pet 2:1 : Sebagaimana nabi-nabi palsu dahulu tampil di tengah-tengah umat Allah, demikian pula di antara kamu akan ada guru-guru palsu. Mereka akan memasukkan pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan, bahkan mereka akan menyangkal Penguasa yang telah menebus mereka dan dengan jalan demikian segera mendatangkan kebinasaan atas diri mereka
- AMIN -
Siapa itu Eben Nuban Timo???
BalasHapusBeliau mantan ketua Sinode GMIT, Doktor teologia dari Belanda. Sekarang mungkin ngajar di Satya Wacana Salatiga.
Hapusterima kasih banyak Pak buat penjelasannya. sy sgt diberkati. sy memang pernah mengikuti seminar yg dibwakan oleh pak Eben dan pd wktu itu beliau jg memaparkan ide yg sama. sy sangat tergoncang krn sy meerasa bhwa itu merupakan penghinaan thdp Allah.
BalasHapusDr. Eben membuat sy merasa tdk mengenal Allah yg sy sembah. beliau mengaburkan pengalaman pribadi manusia dgn Pencipta yg luar biasa. saya rsa hanya org yg tidak mengenal Allah dan tdk memiliki hubungan pribadi dgn Allah sj yg akan setuju dgn pendapat beliau yg memang benar2 gila.
Segala kemuliaan hanya bagi Allah di dlm Kristus Tuhan kita!
Dulu dia katakan bahwa Yesus bisa keliaru. Sekarang katakan lagi Allah kehabisan energi. Saya heran dengan orang yang satu ini. Tentang Yesus bisa keliru bisa lihat di sini : http://www.pelangikasihministry2.blogspot.com/2009/06/yesus-bisa-keliru-menilai-orang.html
HapusDr. Eben Nuban Timo memang suka nyleneh dan ingin tampil beda di dalam kengawurannya. Banyak statement dan perilakunya baik sebelum, ketika, dan setelah memimpin GMIT> Sebelum memimpin GMIT misalnya, ia membuat heboh dengan pola perjamuan kudus versinya yang konyol di Gereja Imanuel Oepura: ketika memimpin GMIT misalnya dalam dialog interaktif apresiasi merah putih di RRI Kupang yang disiarkan secara nasional mengenai obor perdamaian, ia ingin tampil beda dengan mengemukakan pendapat yang berbeda dengan dua narasumber lainnya dari tokoh katolik dan islam dengan tidak setuju terhadap statement kedua tokoh tersebut bahwa yang mayoritas harus melindungi yang minoritas,tetapi sebaliknya ia berpendapat bahwa serahkan saja semua pada hukum (permisi tanya Pak Eben, apakah anda yakin dengan hukum dunia? Bagaimana tanggapan Anda tentang kasus GKI Yasmin di Bogor?) dan setelah memimpin GMIT muncul pula tulisannya yang nyleneh ini. Doa saya kiranya Tuhan mengaruniakan Dr. Eben Nuban Timo dengan hikmat, pengetahuan, dan pemahaman yang lebih baik, sehingga tidak ngawur lagi dalam berucap dan berperilaku. tuhan memberkati Pak Eben untuk kembali ke jalan yang benar. (Ady, Denpasar)
BalasHapusDulu dia katakan bahwa Yesus bisa keliru. Sekarang katakan lagi Allah kehabisan energi. Saya heran dengan orang yang satu ini. Tentang Yesus bisa keliru bisa lihat di sini : http://www.pelangikasihministry2.blogspot.com/2009/06/yesus-bisa-keliru-menilai-orang.html
HapusRuth soumuly 30 maret 2013
BalasHapussaya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dr. Eben Nuban Timo, karena secara tidak langsung beliau telah menfitna TUHAN YESUS . mengapa sampai saya katakan demikian ?. Beliau harus tahu bahwa kalau memang TUHAN YESUS telah kehabisan energi ya energi itu diberikan kepada Dr. Eben Nuban Timo sehingga beliau telah menjadi seseorang yang sukses seperti saat ini............. jangan suka keliru dalam menilai Yesus. beliau harus lebih dulu mengoreksi diri beliau sebelum mengoreksi Yesus .
ruth soumuly 30 maret 2013 ( ambon)
BalasHapusjangan karena sudah memiliki kedudukan yang tinggi lalu meremehkan karya ciptaan TUHAN. beluai harus sadar bahwa kekedudukan yang sementara beliau pikuil adalah pemberian TUHAN yang harus disyukuri.jangan samakan ilmu pendidikan dunia dengan ajaran alkitab karena apa yang sudah ada di bumi itu juga sudah ada pada alkitab.