Pada tanggal 1 Juni lalu Dr. Suhento Liauw mengadakan seminar Eskatologi di Surabaya. Hadir dalam seminar ini Pdt. Budi Asali yang setelah itu memberikan beberapa sanggahan terhadap beberapa point ajaran Dr. Suhento Liauw (Baca di sini). Nah, tanggapan Pdt. Budi Asali ini lalu ditanggapi balik oleh anaknya Suhento Liauw bernama Steven Liauw (Baca di sini). Dan Berikut ini adalah tanggapan balik dari Pdt. Budi Asali :
Keterangan :
· Tulisan berwarna hijau adalah ajaran Suhento Liauw dalam seminar Eskatologi di Surabaya sebagaimana yang dicatat Pdt. Budi Asali.
· Tulisan berwarna biru adalah tanggapan Pdt. Budi Asali atas materi seminar itu.
· Tulisan berwarna hitam adalah tanggapan Steven Liauw terhadap tanggapan Pdt. Budi Asali.
· Tulisan berwarna merah adalah tanggapan balik dari Pdt. Budi Asali.
Steven Liauw
Pada awalnya, saya tidak terlalu mengacuhkan tulisan Budi Asali ini. Toh namanya seminar, wajar saja jika ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Semua orang diminta untuk memeriksa segala sesuatu berdasarkan Firman Tuhan. Lagipula, beberapa poin yang diangkat oleh Budi Asali di sini, dijelaskan oleh Dr. Suhento Liauw dalam seminarnya, jadi untuk menjawabnya seperti mengulang seminar lagi. Saya merasa seperti Nehemia, yang menjawab “Aku tengah melakukan suatu pekerjaan yang besar. Aku tidak bisa datang! Untuk apa pekerjaan ini terhenti oleh sebab aku meninggalkannya dan pergi kepada kamu!” (Neh. 6:3). Saya memang sedang sibuk dengan banyak proyek pelayanan, dan perbantahan seperti ini biasanya tidak berujung.
Tetapi, Nehemia sekalipun, ketika dituduh sedang mau melakukan pemberontakan, akhirnya mengirim pesan, “Hal seperti yang kausebut itu tidak pernah ada. Itu isapan jempolmu belaka!” (Neh. 6:8). Demikianlah beberapa tuduhan (terutama tuduhan fitnah) Budi Asali, adalah hal yang tidak benar. Ini merupakan jawaban singkat saja. Saya tidak mau panjang lebar, walaupun pembahasan tentang baptisan memang mau tidak mau memakan lebih banyak tempat. Tujuan saya bukanlah untuk memulai suatu ronde debat lagi. Toh, saya memang akan berdebat dengan Budi Asali tanggal 24 Agustus masalah Kalvinisme. Ini hanyalah klarifikasi beberapa hal, terutama mengenai tuduhan fitnah.
Tanggapan balik Budi Asali:
Steven, anda pandai menggunakan text alkitab secara sangat tak sesuai dengan tujuan dan arti text yang sebenarnya. Untuk menunjukkan itu, saya kutip seluruh kontext dari Neh 6 itu.
Neh 6:1-9 : (1) Ketika Sanbalat dan Tobia dan Gesyem, orang Arab itu dan musuh-musuh kami yang lain mendengar, bahwa aku telah selesai membangun kembali tembok, sehingga tidak ada lagi lobang, walaupun sampai waktu itu di pintu-pintu gerbang belum kupasang pintunya, (2) maka Sanbalat dan Gesyem mengutus orang kepadaku dengan pesan: ‘Mari, kita mengadakan pertemuan bersama di Kefirim, di lembah Ono!’ Tetapi mereka berniat mencelakakan aku. (3) Lalu aku mengirim utusan kepada mereka dengan balasan: ‘Aku tengah melakukan suatu pekerjaan yang besar. Aku tidak bisa datang! Untuk apa pekerjaan ini terhenti oleh sebab aku meninggalkannya dan pergi kepada kamu!’ (4) Sampai empat kali mereka mengirim pesan semacam itu kepadaku dan setiap kali aku berikan jawaban yang sama kepada mereka. (5) Lalu dengan cara yang sama untuk kelima kalinya Sanbalat mengirim seorang anak buahnya kepadaku yang membawa surat yang terbuka. (6) Dalam surat itu tertulis: ‘Ada desas-desus di antara bangsa-bangsa dan Gasymu membenarkannya, bahwa engkau dan orang-orang Yahudi berniat untuk memberontak, dan oleh sebab itu membangun kembali tembok. Lagipula, menurut kabar itu, engkau mau menjadi raja mereka. (7) Bahkan engkau telah menunjuk nabi-nabi yang harus memberitakan tentang dirimu di Yerusalem, demikian: Ada seorang raja di Yehuda! Sekarang, berita seperti itu akan didengar raja. Oleh sebab itu, mari, kita sama-sama berunding!’ (8) Tetapi aku mengirim orang kepadanya dengan balasan: ‘Hal seperti yang kausebut itu tidak pernah ada. Itu isapan jempolmu belaka!’ (9) Karena mereka semua mau menakut-nakutkan kami, pikirnya: ‘Mereka akan membiarkan pekerjaan itu, sehingga tak dapat diselesaikan.’ Tetapi aku justru berusaha sekuat tenaga.
Apa tidak cocoknya? Nehemia bukan menghadapi serangan terhadap ajarannya, tetapi mendapatkan ajakan untuk bertemu, yang ia tahu bahwa maksudnya adalah untuk mencelakakan dia! Itu sebabnya ia tidak mau. Lalu pada bagian akhir, apakah ia berubah dari tidak mau menjadi mau? Tidak, ia mengatakan itu isapan jempolmu, dan ia tetap tidak mau datang!
Apakah ini cocok untuk digunakan dalam kasus anda? Saya tidak mengajak anda melakukan pertemuan, tetapi saya menyerang ajaran ayah anda (Suhento Liauw). Anda berubah dari tidak mau menjadi mau; ini justru bertentangan dengan sikap Nehemia yang tetap tidak mau!
Dalam kasus suatu serangan terhadap ajaran, selama serangan itu serius, maka ayat yang cocok adalah 1Pet 3:15b - “Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat”.
Dan karena dalam hal ini yang saya serang adalah Suhento Liauw, maka dialah yang seharusnya menjawab, bukan anda! Kalau anda menambahkan, tak masalah. Tetapi dia sendiri harus menjawab juga! Dimana pengecut itu sembunyi?
**********
1. Seminar berhubungan dengan pengetahuan / pikiran, kalau KKR hanya dengan perasaan. Karena itu dia buat seminar, bukan KKR.
Tanggapan Budi Asali:
Omong kosong, semua tergantung siapa yang berkhotbah dalam seminar atau KKR itu. Kalau yang berkhotbah memang adalah orang-orang yang senang mengobarkan emosi, baik KKR ataupun seminar akan berhubungan dengan perasaan saja. Sebaliknya kalau yang berkhotbah adalah orang-orang yang memang menekankan pendidikan dan pengajaran, maka baik KKR maupun seminar akan berhubungan dengan pikiran dan memberikan pengetahuan.
Tanggapan Steven Liauw:
Pernyataan Dr. Suhento Liauw bahwa seminar lebih akademis dibandingkan KKR, dan KKR lebih emosional dibandingkan seminar, adalah suatu pernyataan kebenaran umum. Saya sendiri setuju dengan pernyataan tersebut. Ini bukan berarti tidak ada pengecualian. Kalau Budi Asali merasa KKR yang dia pimpin bersifat akademis, dari pihak kami sama sekali tidak akan memprotes. Ini seperti pernyataan: “laki-laki lebih kuat fisiknya daripada wanita.” Ini adalah pernyataan umum yang benar. Apakah berarti tidak ada wanita yang lebih kuat fisiknya dari laki-laki tertentu? Tentu ada. Memang pernyataan seperti ini adalah generalisasi, tetapi dapat diterima umum, dan memang tidak dimaksudkan sebagai pernyataan absolut. “Udara desa lebih segar daripada udara kota” juga merupakan suatu pernyataan generalisasi umum yang dapat kita aminkan. Bukan berarti ini absolut benar, karena bisa saja di desa sedang kebakaran hutan. Dari formatnya saja, seminar lebih mendukung ke arah penyampaian informasi dan argumentasi secara akademis. Seminar juga biasanya lebih panjang waktunya. KKR biasanya berformat kebaktian dengan khotbah. Saya rasa tidak ada yang salah dengan generalisasi bahwa “seminar lebih akademis daripada KKR” atau “seminar lebih ke pikiran, KKR ke perasaan (pengobaran semangat).” Masing-masing ada tempatnya. Tetapi kalau Budi Asali bersikukuh bahwa generalisasi ini salah, sebenarnya juga tidak akan saya ributkan. Ini toh bukan kebenaran Alkitab. Pengalaman Dr. Suhento, saya, dan juga saya yakin kebanyakan para pendengar seminar itu, adalah bahwa generalisasi itu benar adanya.
Tanggapan balik Budi Asali:
Saya tetap beranggapan semua acara rohani, apakah menyampaikan pengetahuan, atau hanya ‘main perasaan’, tergantung pada siapa yang memberitakan Firman Tuhan. Anda mau percaya yang lain terserah. Saya kira anda perlu mendengar saya membuat KKR. Jangankan KKR, khotbah untuk kematian, pernikahan dsb, ataupun dalam renungan dalam persekutuan rumah tangga, saya tetap menyampaikan pengetahuan!
*************
2. Kalau ada free will – harus ada pilihan, berbuat dosa atau berbuat baik.
Tanggapan Budi Asali:
Jawaban tentang kebodohan ini tidak saya berikan di sini karena ini berhubungan dengan debat tanggal 24 Agustus 2012 antara Esra + saya vs Steven Liauw + partnernya. Saya tak mau tunjukkan ‘senjata’ saya sebelum debat tanggal 24 Agustus itu terlaksana.
Tanggapan Steven Liauw : Saya aminkan pernyataan Dr. Suhento Liauw. Tidak perlu komentar lain.
Tanggapan balik Budi Asali : Coba keluarkan kata-kata ini dalam debat tanggal 24 Agustus. Hehe, saya yakin bisa saya habisi!
*********
3. Ia percaya komandan setan namanya Lucifer.
Tanggapan Budi Asali:
Ini memang kesalahan yang umum, tetapi salah.
Kata / nama ‘Lucifer’ muncul dalam terjemahan KJV dalam Yes 14:12 (dalam Kitab Suci Indonesia diterjemahkan ‘Bintang Timur’), dan kalau saudara membaca kontextnya jelas bahwa istilah ini menunjuk kepada raja Babel, bukan kepada komandan setan.
Yes 14:4,12,22,23 - “(4) maka engkau akan memperdengarkan ejekan ini tentang raja Babel, dan berkata: ‘Wah, sudah berakhir si penindas sudah berakhir orang lalim! ... (12) ‘Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! ... (22) ‘Aku akan bangkit melawan mereka,’ demikianlah firman TUHAN semesta alam, ‘Aku akan melenyapkan nama Babel dan sisanya, anak cucu dan anak cicitnya,’ demikianlah firman TUHAN. (23) ‘Aku akan membuat Babel menjadi milik landak dan menjadi air rawa-rawa, dan kota itu akan Kusapu bersih dan Kupunahkan,’ demikianlah firman TUHAN semesta alam”.
Yes 14:12 (KJV): ‘How art thou fallen from heaven, O Lucifer, son of the morning! how art thou cut down to the ground, which didst weaken the nations!’.
Calvin (tentang Yes 14:12): “The exposition of this passage, which some have given, as if it referred to Satan, has arisen from ignorance; for the context plainly shows that these statements must be understood in reference to the king of the Babylonians. But when passages of Scripture are taken at random, and no attention is paid to the context, we need not wonder that mistake of this kind frequently arise. Yet it was an instance of very gross ignorance, to imagine that Lucifer was the king of devils, and that the Prophet gave him this name. But as these inventions have no probability whatever, let us pass by them as useless fables” (= Exposisi yang diberikan oleh beberapa orang tentang text ini, seakan-akan text ini menunjuk kepada setan / berkenaan dengan setan, muncul / timbul dari ketidaktahuan; karena kontex secara jelas menunjukkan bahwa pernyataan-pernyataan ini harus dimengerti dalam hubungannya dengan raja Babel. Tetapi pada waktu bagian-bagian Kitab Suci diambil secara sembarangan, dan kontex tidak diperhatikan, kita tidak perlu heran bahwa kesalahan seperti ini muncul / timbul. Tetapi itu merupakan contoh dari ketidaktahuan yang sangat hebat, untuk membayangkan bahwa Lucifer adalah raja dari setan-setan, dan bahwa sang nabi memberikan dia nama ini. Tetapi karena penemuan-penemuan ini tidak mempunyai kemungkinan apapun, marilah kita mengabaikan mereka sebagai dongeng / cerita bohong yang tidak ada gunanya) - hal 442.
Adam Clarke (tantang Yes 14:12): “And although the context speaks explicitly concerning Nebuchadnezzar, yet this has been, I know not why, applied to the chief of the fallen angels, who is most incongruously denominated Lucifer, (the bringer of light!) an epithet as common to him as those of Satan and Devil. That the Holy Spirit by his prophets should call this arch-enemy of God and man the light-bringer, would be strange indeed. But the truth is, the text speaks nothing at all concerning Satan nor his fall, nor the occasion of that fall, which many divines have with great confidence deduced from this text. O how necessary it is to understand the literal meaning of Scripture, that preposterous comments may be prevented!” [= Dan sekalipun kontexnya berbicara secara explicit tentang Nebukadnezar, tetapi entah mengapa kontex ini telah diterapkan kepada kepala dari malaikat-malaikat yang jatuh, yang secara sangat tidak pantas disebut / dinamakan Lucifer (pembawa terang!), suatu julukan yang sama umumnya bagi dia, seperti Iblis dan Setan. Bahwa Roh Kudus oleh nabiNya menyebut musuh utama dari Allah dan manusia sebagai pembawa terang, betul-betul merupakan hal yang sangat aneh. Tetapi kebenarannya adalah, text ini tidak berbicara sama sekali tentang Setan maupun kejatuhannya, ataupun saat / alasan kejatuhan itu, yang dengan keyakinan yang besar telah disimpulkan dari text ini oleh banyak ahli theologia. O alangkah pentingnya untuk mengerti arti hurufiah dari Kitab Suci, supaya komentar-komentar yang gila-gilaan / tidak masuk akal bisa dicegah!] - hal 82.
Tanggapan Steven Liauw:
Apakah kita perlu mengadu banyak komentator? Saya rasa tidak. Di komputer saya kebetulan ada komentari elektronik dari Guzik, jadi saya copy paste saja ulasan dia tentang Yesaya 14:12.
“The prophetic habit of speaking to both a near and a distant fulfillment, the prophet will sometimes speak more to the near or more to the distant. Here is a good example of Isaiah speaking more to the distant, ultimate fulfillment. It is true that the king of literal Babylon shined brightly among the men of his day, and fell as hard and as completely as if a man were to fall from heaven. But there was a far more brightly shining being who inhabited heaven, and fell even more dramatically - the king of spiritual Babylon, Satan.” (Saya tidak terjemahkan, saya percaya para pembaca mengerti).
Tanggapan balik Budi Asali:
Katanya tak mau mengadu komentator? Kok memberikan kata-kata penafsir?
Saya tanggapi kata-kata penafsir anda itu: Saya sendiri juga percaya bahwa nubuat-nubuat bisa mempunyai penggenapan sebagian, lalu mempunyai penggenapan lagi (kadang-kadang sampai beberapa kali) dan akhirnya ada penggenapan akhir. Contoh Mat 24, yang sebagian digenapi dalam kehancuran Yerusalem tahun 70 M tetapi penggenapan akhir dan total adalah pada saat kedatangan Kristus yang keduakalinya.
Tetapi itu sangat tidak masuk akal untuk diterapkan pada ‘Lucifer’ ini. Kalau itu menunjuk kepada rasa Babel, lalu penggenapan akhir menunjuk kepada komandan setan, itu sangat tidak cocok, karena kejatuhan komandan setan sudah terjadi jauh lebih dulu! Hmmm, penafsir anda tak punya logika! Dan dengan percaya kepadanya, anda sama dengan dia! Orang buta memimpin orang buta?
Banyak sekali theolog lain yang bisa saya kutip yang berpendapat bahwa Lucifer adalah Satan, tetapi tidak perlu, karena komentator bukan standar kebenaran. Memang banyak komentator di abad-abad pertengahan percaya ini bukan Satan, tetapi banyak komentar-komentar yang lebih baru melihat bahwa ini adalah Satan. Ini trend yang saya lihat. Posisi Dr. Suhento tidaklah unik di poin ini. Yesaya 14:4 memang menyebut raja Babel. Dan dari ayat 4-11 diakui umum mengacu kepada raja Babel. Tetapi ayat 12-15 tidak cocok kepada raja Babel jasmani. Di ayat 13 dan 14 dikatakan bahwa pribadi “raja Babel” ini mau menyamai Allah, mendirikan takhta di atas bintang-bintang Allah. Ini tidak cocok sama sekali untuk raja Babel jasmani, tetapi cocok untuk Satan. Adalah lazim dalam literatur genre prophetic, untuk beralih cepat dari nubuat jangka pendek, ke nubuat jangka panjang, atau sebaliknya. Contohnya adalah Yesaya 7:14-17. Jelas Yesaya 7:14 mengacu kepada Yesus Kristus, yang masih 700an tahun setelah Yesaya. Tetapi ayat 17 mengacu kepada situasi politik lokal saat itu. Memang ada perbedaan pendapat (yang saya tidak akan bahas di sini) mengenai apakah ayat 15 mengacu kepada Yesus atau situasi lokal. Tetapi intinya, adanya double prophecy, itu adalah sesuatu yang lazim. Masih banyak contoh lain.
Tanggapan balik Budi Asali:
Saya sudah katakan itu penafsiran umum, tetapi salah! Dalam jawaban saya kepada Dji Ji Liong saya sudah jelaskan bahwa itu bahasa puisi, jadi tak boleh dihurufiahkan, dan kalau tak dihurufiahkan, tentu saja cocok dengan raja Babel.
Hmm, tentang Yes 7:14 saya tak yakin saya setuju dengan anda. Memang saya tahu ada dua macam penafsiran tentang hal ini. Tetapi saya lebih setuju pada single reference theory, yang mengatakan bahwa ini hanya menunjuk kepada Yesus Kristus. Tetapi ini di luar kontext pembahasan kita. Saya tak mau memperpanjang hal ini.
Yehezkiel 28:12-16 juga dimengerti mengacu kepada Satan, walaupun ada konteks tentang Raja Tirus. Mengapa? Karena raja Tirus tidak mungkin berada di Eden (Yeh. 28:13), atau berjalan-jalan dekat kerub (ay. 14). Kalau Yesaya 14 dan Yehezkiel tidak mengacu kepada Satan, artinya kita tidak diberitahu oleh Alkitab sama sekali tentang alasan kejatuhan Satan. Menurut saya ini agak aneh. Satan adalah salah satu pribadi yang banyak berperan dalam Alkitab. Saya percaya Yesaya 14 dan Yehezkiel 28 adalah cara Tuhan memberitahu kita tentang mengapa ia jatuh.
Tanggapan balik Budi Asali:
Saya tahu text ini juga dipakai untuk menunjuk kepada komandan setan. Tetapi sama seperti dalam kasus Yes 14, saya juga tak setuju dengan hal ini. Yang ini menunjuk kepada raja Tirus. Ay 13,14 lagi-lagi bahasa puisi, bukan hurufiah.
Yeh 28:1-19 : (1) Maka datanglah firman TUHAN kepadaku: (2) ‘Hai anak manusia, katakanlah kepada raja Tirus: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Karena engkau menjadi tinggi hati, dan berkata: Aku adalah Allah! Aku duduk di takhta Allah di tengah-tengah lautan. Padahal engkau adalah manusia, bukanlah Allah, walau hatimu menempatkan diri sama dengan Allah. (3) Memang hikmatmu melebihi hikmat Daniel; tiada rahasia yang terlindung bagimu. (4) Dengan hikmatmu dan pengertianmu engkau memperoleh kekayaan. Emas dan perak kaukumpulkan dalam perbendaharaanmu. (5) Karena engkau sangat pandai berdagang engkau memperbanyak kekayaanmu, dan karena itu engkau jadi sombong. (6) Oleh sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: Karena hatimu menempatkan diri sama dengan Allah (7) maka, sungguh, Aku membawa orang asing melawan engkau, yaitu bangsa yang paling ganas, yang akan menghunus pedang mereka, melawan hikmatmu yang terpuja; dan semarakmu dinajiskan. (8) Engkau diturunkannya ke lobang kubur, engkau mati seperti orang yang mati terbunuh di tengah lautan. (9) Apakah engkau masih akan mengatakan di hadapan pembunuhmu: Aku adalah Allah!? Padahal terhadap kuasa penikammu engkau adalah manusia, bukanlah Allah. (10) Engkau akan mati seperti orang tak bersunat oleh tangan orang asing. Sebab Aku yang mengatakannya, demikianlah firman Tuhan ALLAH.’ (11) Lalu datanglah firman TUHAN kepadaku: (12) ‘Hai anak manusia, ucapkanlah suatu ratapan mengenai raja Tirus dan katakanlah kepadanya: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Gambar dari kesempurnaan engkau, penuh hikmat dan maha indah. (13) Engkau di taman Eden, yaitu taman Allah penuh segala batu permata yang berharga: yaspis merah, krisolit dan yaspis hijau, permata pirus, krisopras dan nefrit, lazurit, batu darah dan malakit. Tempat tatahannya diperbuat dari emas dan disediakan pada hari penciptaanmu. (14) Kuberikan tempatmu dekat kerub yang berjaga, di gunung kudus Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah batu-batu yang bercahaya-cahaya. (15) Engkau tak bercela di dalam tingkah lakumu sejak hari penciptaanmu sampai terdapat kecurangan padamu. (16) Dengan dagangmu yang besar engkau penuh dengan kekerasan dan engkau berbuat dosa. Maka Kubuangkan engkau dari gunung Allah dan kerub yang berjaga membinasakan engkau dari tengah batu-batu yang bercahaya. (17) Engkau sombong karena kecantikanmu, hikmatmu kaumusnahkan demi semarakmu. Ke bumi kau Kulempar, kepada raja-raja engkau Kuserahkan menjadi tontonan bagi matanya. (18) Dengan banyaknya kesalahanmu dan kecurangan dalam dagangmu engkau melanggar kekudusan tempat kudusmu. Maka Aku menyalakan api dari tengahmu yang akan memakan habis engkau. Dan Kubiarkan engkau menjadi abu di atas bumi di hadapan semua yang melihatmu. (19) Semua di antara bangsa-bangsa yang mengenal engkau kaget melihat keadaanmu. Akhir hidupmu mendahsyatkan dan lenyap selamanya engkau.’
Perhatikan bagian-bagian yang saya garis-bawahi, apakah cocok untuk komandan setan? Dan sama seperti Yes 14, tak mungkin nubuat ini punya penggenapan akhir dalam bentuk kejatuhan komandan setan, yang terjadi jauh sebelumnya!
Apakah Tuhan harus memberitahu segala sesuatu kepada kita? Tujuan Alkitab yang terutama adalah memperkenalkan Allah kepada kita dan supaya kita mengenal jalan keselamatan. Untuk apa tahu kejatuhan setan? Ini memang diceritakan, tetapi hanya secara samar-samar dalam alkitab! Secara sama saya tanya: mengapa Yesus antara usia 12 - 30 tahun tidak ada ceritanya dalam Alkitab? Kehidupan Yesus sebagai remaja / pemuda, bukankah penting sebagai teladan dari pemuda remaja jaman sekarang? Mengapa tidak ada? Bdk. Yoh 20:30-31.
Yoh 20:30 Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini,
Yoh 20:31 tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namaNya.
Menurut saya ini ayat-ayat yang sungguh-sungguh berbicara tentang kejatuhan setan.
a) 2Pet 2:4 - “Sebab jikalau Allah tidak menyayangkan malaikat-malaikat yang berbuat dosa tetapi melemparkan mereka ke dalam neraka dan dengan demikian menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap untuk menyimpan mereka sampai hari penghakiman”.
Untuk menafsirkan ayat ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
· Kata ‘neraka’ di sini diterjemahkan dari kata bahasa Yunani TARTARUS yang hanya dipergunakan satu kali ini saja dalam Kitab Suci. Karena itu sukar diketahui artinya secara pasti.
· Bagian ini tidak boleh ditafsirkan seakan-akan setan sudah masuk neraka, karena ini akan bertentangan dengan Mat 8:29 Mat 25:41 Wah 20:10 yang menunjukkan secara jelas bahwa saat ini setan belum waktunya masuk neraka. Hal itu baru akan terjadi pada kedatangan Yesus yang keduakalinya.
· Disamping itu, kalau ditafsirkan bahwa setan sudah masuk ke neraka, maka itu akan bertentangan dengan 2Pet 2:4 itu sendiri, yang pada bagian akhirnya berbunyi: ‘dan dengan demikian menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap untuk menyimpan mereka sampai hari penghakiman’.
Jadi, mungkin bagian ini hanya menunjukkan kepastian bahwa setan akan masuk neraka.
b) 1Tim 3:6 - “Janganlah ia seorang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman Iblis”.
c) Yudas 6 - “Dan bahwa Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, tetapi yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar”.
Jadi, mungkin sekali ia yang diciptakan sebagai malaikat, merasa sombong dan tidak puas dengan kedudukannya, lalu ingin menjadi lebih tinggi dan ingin menjadi Allah. Karena itu tidak heran ia meminta Yesus menyembahnya (Mat 4:9) dan ia menggoda Hawa dengan keinginan untuk menjadi seperti Allah (Kej 3:5).
***********
4. Waktu Nuh keluar dari bahtera, lalu beri persembahan kepada Allah, dan Allah mencium baunya dan lalu ‘menjadi bahagia’!
Tanggapan Budi Asali:
a) Dari mana gerangan omong kosong itu? Dalam Kitab Suci saya tak ada!
Kej 8:20-22 - “(20) Lalu Nuh mendirikan mezbah bagi TUHAN; dari segala binatang yang tidak haram dan dari segala burung yang tidak haram diambilnyalah beberapa ekor, lalu ia mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah itu. (21) Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN dalam hatiNya: ‘Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan. (22) Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam.’”.
b) Kalau Allah ‘menjadi bahagia’, berarti tadinya tidak bahagia?
Tanggapan Steven Liauw:
Mazmur 147:11 berbunyi “TUHAN senang kepada orang-orang yang takut akan Dia, kepada orangorang yang berharap akan kasih setia-Nya.”
Apakah sebelum adanya orang-orang yang takut kepada Dia itu, Tuhan tidak senang? Dalam KJV, istilahnya adalah “taketh pleasure.” Apakah sebelumnya Tuhan tidak punya “pleasure”? Tentu penafsirannya bukan demikian. Maksudnya adalah Tuhan berkenan kepada orang-orang yang takut akan Dia. Bukan Tuhan itu “murung” sebelumnya, lalu menjadi senang setelah ada yang takut akan Dia.
Prinsip yang sama inilah yang Dr. Suhento sampaikan. Tuhan “menjadi bahagia” atas tindakan Nuh. Tuhan berkenan atas tindakan itu. Alkitab memakai istilah “persembahan yang harum,” untuk menyatakan perkenanan Tuhan. Bukan berarti sebelumnya tidak bahagia secara absolut. Memang sebelum ada tindakan Nuh itu, Tuhan tidak bisa berbahagia atas tindakan itu. (Apalagi dosa manusia sebelum air bah, pastinya menyedihkan Tuhan). Setelah ada tindakan itu, Tuhan “menjadi bahagia” atas tindakan itu. Penggunaan kata-kata haruslah dilihat dalam konteksnya, termasuk frase “menjadi bahagia.”
Tanggapan balik Budi Asali:
Saya mengkritik penggunaan kata ‘menjadi’ yang tidak tepat! Anda sama tak mengertinya dengan Dji Ji Liong tentang maksud saya, atau sama pura-pura tak mengertinya dengan dia tentang maksud saya! Kalau Suhento Liauw sekedar mengatakan ‘Allah berkenan’, itu OK. Tetapi ‘menjadi bahagia’???
**************
5. Darah di ambang pintu (tulah ke 10) diberikan di atas, kiri dan kanan, membentuk salib! Juga ular tembaga ditaruh di atas tiang, supaya tidak melorot diberi kayu horizontal, dan lagi-lagi membentuk salib!
Tanggapan Budi Asali:
Tafsiran kampungan dan menambahi Alkitab (bertentangan dengan Sola Scriptura)!
Kel 12:7 - “Kemudian dari darahnya haruslah diambil sedikit dan dibubuhkan pada kedua tiang pintu dan pada ambang atas, pada rumah-rumah di mana orang memakannya.”.
Memang ada kata-kata ‘kedua tiang pintu’, berarti di kiri dan kanan, lalu ada ‘ambang atas’, berarti di atas, tetapi kalau tidak ada ‘di bawah’, bagaimana bisa membentuk salib???
Lalu tentang peristiwa ular tembaga, mari kita lihat ceritanya dalam Alkitab.
Bil 21:4-9 - “(4) Setelah mereka berangkat dari gunung Hor, berjalan ke arah Laut Teberau untuk mengelilingi tanah Edom, maka bangsa itu tidak dapat lagi menahan hati di tengah jalan. (5) Lalu mereka berkata-kata melawan Allah dan Musa: ‘Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini? Sebab di sini tidak ada roti dan tidak ada air, dan akan makanan hambar ini kami telah muak.’ (6) Lalu TUHAN menyuruh ular-ular tedung ke antara bangsa itu, yang memagut mereka, sehingga banyak dari orang Israel yang mati. (7) Kemudian datanglah bangsa itu mendapatkan Musa dan berkata: ‘Kami telah berdosa, sebab kami berkata-kata melawan TUHAN dan engkau; berdoalah kepada TUHAN, supaya dijauhkanNya ular-ular ini dari pada kami.’ Lalu Musa berdoa untuk bangsa itu. (8) Maka berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Buatlah ular tedung dan taruhlah itu pada sebuah tiang; maka setiap orang yang terpagut, jika ia melihatnya, akan tetap hidup.’ (9) Lalu Musa membuat ular tembaga dan menaruhnya pada sebuah tiang; maka jika seseorang dipagut ular, dan ia memandang kepada ular tembaga itu, tetaplah ia hidup”.
Dimana gerangan ada kata-kata ‘supaya tidak melorot lalu diberi kayu horizontal’? Lagi mengigau, Pak Suhento?
Hal lain yang harus diketahui adalah: sebetulnya kita tidak tahu bagaimana bentuk salib Kristus. Kata ‘salib’ dalam bahasa Yunani adalah STAUROS, dan sebetulnya berarti ‘an upright pole’ (= tiang tegak). Dan salib yang paling awal memang hanya berbentuk satu tiang tegak. Karena itu tak perlu merasa heran kalau Saksi Yehuwa menggunakan tiang tegak sebagai salib Kristus. Tetapi memang belakangan muncul variasi-variasi bentuk salib, sehingga ada yang berbentuk X, Y, T, dan juga seperti salib yang kita kenal. Lalu yang mana yang merupakan salib yang digunakan untuk Yesus? Satu-satunya alasan untuk memilih salib yang paling umum adalah karena dikatakan bahwa di atas kepala Yesus dituliskan kata-kata ‘Yesus dari Nazaret, raja orang Yahudi’. Kalau salib berbentuk X, Y, atau T, dimana tulisan itu mau diletakkan? Jadi, dipilih salib yang kita kenal itu. Tetapi ini argumentasi yang sangat lemah, karena untuk salib yang manapun, bisa diberi tulisan, menggunakan papan yang diikat dengan tali. Apalagi salib yang berbentuk tiang tegak, tentu tak ada masalah dengan pemberian tulisan itu.
Kesimpulan: bahwa salib Yesus dikatakan berbentuk seperti yang sekarang kita kenal, merupakan sesuatu yang sangat tidak pasti!
Tanggapan Steven Liauw:
Wah, wah, wah...heran juga, saya yang sudah berpuluh-puluh kali mendengarkan seminar Dr. Suhento Liauw, ketika mendengarkan bagian ini tidak pernah mendapatkan kesan bahwa Dr. Suhento Liauw menambahi Alkitab. Tidak pernah terkesan bagi saya bahwa Dr. Suhento Liauw mengatakan masalah bentuk salib (baik di darah Paskah ataupun di ular tembaga) adalah sesuatu yang tercantum dalam Alkitab. Kalau saya mendengarkan penjelasan Dr. Suhento Liauw, yang saya tangkap itu adalah inferensi dia, dan penjelasan dia atas teks Alkitab. Beberapa saudara yang ikut dalam seminar di Surabaya lalu juga merasa demikian. Mereka tidak merasa bahwa Dr. Suhento mencoba menambahkan kata-kata ke dalam Alkitab. Saya heran kenapa Budi Asali mendapat kesan demikian. Barangkali telah terjadi pencampuradukan dalam pikiran Budi Asali antara penafsiran-inferensi dengan isi Alkitab itu sendiri. Mungkin Budi Asali tidak membedakan antara Dr. Liauw menjelaskan Alkitab dengan mengutip Alkitab.
Benarkah Budi Asali mendengar Dr. Suhento Liauw berkata bahwa “Alkitab mencatat ada bentuk salib?” Ataukah itu hanya suatu simbolisme yang Dr. Suhento Liauw tafsir dan inferensikan dari ayat-ayat yang ada? Melakukan inferensi atas sesuatu yang tidak eksplisit tertulis dalam Alkitab adalah hal yang wajar dan lazim dilakukan. Memang, itu bukan kebenaran absolut, karenanya hanya inferensi, tetapi Dr. Liauw tidak menjabarkan masalah ini sebagai kebenaran absolut.
Tanggapan balik Budi Asali:
Kalau itu sekedar suatu cerita sejarah, dan penjelasannyapun hanya cerita, apakah penjelasan itu perlu? Dan apakah boleh memberikan penjelasan dalam bentuk cerita terhadap cerita yang ada dalam Alkitab? Menurut saya itu hanya boleh kalau kontext menuntut hal itu. Jadi misalnya ceritanya tak jelas, seakan-akan meloncat, atau bertentangan dengan text lain, maka perlu diberi penjelasan. Tetapi dalam kasus ular tembaga dan darah domba Paskah kasusnya tidak demikian!
Apa yang Suhento Liauw lakukan sangat berbeda dengan orang yang betul-betul melakukan penafsiran! Anda tak bisa membedakan antara orang yang melebih-lebihkan suatu cerita sehingga tak cocok dengan aslinya, dengan orang yang menafsir!
Yang ikut seminar (dari kalangan gereja anda) maupun anda tak merasa bahwa Suhento Liauw menambahi Alkitab? Saya tak heran. Coba tanya orang-orang dalam kalangan Saksi Yehuwa, apakah mereka merasa bahwa penatua mereka atau buku-buku mereka mengajarkan ajaran sesat? Coba tanya orang-orang dari gereja yang Liberal / Katolik / Kharismatik , apakah mereka merasa bahwa pendeta-pendeta mereka mengajarkan ajaran salah / sesat?
Kalau Budi Asali tidak setuju dengan penafsiran Dr. Suhento Liauw, saya sama sekali tidak ada masalah. Itu kehendak bebas dia! Tetapi untuk mengatakan bahwa Dr. Suhento Liauw menambahi Alkitab, itu sudah merupakan suatu pernyataan yang salah. Saya sempat cek di internet, karena penasaran, apakah ada orang lain yang melihat simbolisme yang sama yang Dr. Suhento lihat dalam pemolesan darah domba Paskah.
Tanggapan balik Budi Asali:
Kalau di cerita dalam Alkitab tak ada, dan dia adakan, itu jelas menambahi Alkitab dan bertentangan dengan SOLA SCRIPTURA!
Saya dapatkan kutipan berikut (saya sama sekali tidak kenal kelompok pembuat website ini): “What is truly remarkable, is the manner in which the blood at the Passover was applied to the door posts. First, the blood was applied to the cross beam in the center, then the blood would drip down from there, hitting the ground. Secondly, the left and the right sides of the door frame were likewise marked. This act was in the perfect shape of a cross.” (http://www.yhwh.com/Cross/cross8.htm) Terjemahan: “Yang sangat luar biasa, adalah cara darah Paskah diaplikasikan ke tiang pintu. Pertama, darah diaplikasikan ke kusen atas di tengah, lalu darah akan menetes dari sana, mengenai tanah. Kedua, sisi kiri dan kanan bingkai pintu, juga ditandai dengan cara yang sama. Tindakan ini adalah dalam bentuk sempurna sebuah salib.” Saya tidak kenal siapa yang membuat artikel itu, tetapi ini menunjukkan bahwa apa yang Dr. Suhento lihat, ternyata dilihat juga oleh orang lain. Ini bukan masalah menambahi Alkitab. Memang Alkitab tidak bilang secara eksplisit. Tetapi kita diberi otak oleh Tuhan untuk bisa melihat banyak hal yang tidak tertulis langsung dalam Alkitab.
Tanggapan balik Budi Asali:
Hmmm, makanan rohani anda seperti itu, tak heran anda jadi Arminian, dan terutama tak heran kalian mengajar yang aneh-aneh seperti ‘Rabu Agung’, ‘pendeta tak boleh beri berkat dalam kebaktian’ dan sebagainya. Saya tahu dalam dunia penafsir, banyak yang gila dan bodoh. Saya tak heran kalau anda bisa mendapatkan kutipan seperti itu. Tetapi persoalannya: haruskah kita mempercayai ajaran yang jelas tak cocok dengan Alkitab? Jadi, kalau Suhento Liauw tidak unik dalam hal ini, itu tak membuktikan dia benar.
Steven, jujur saja, apakah kalimat terakhir anda di atas, yang saya garis-bawahi itu, tidak berbahaya, bahkan sangat berbahaya?? Kalau otak kita boleh menambahi apa yang tidak tertulis dalam Alkitab, tanpa dasar apapun, ayat manapun dengan mudah menjadi ajaran sesat!
Kalau Budi Asali bilang ini penafsiran kampungan, itu hak dia. Tiap orang kan bisa menilai sendiri. Saya pribadi melihatnya sebagai sesuatu yang sangat indah, dan Tuhan secara subtle mengisyarakatkan sesuatu. Hanya, kalau dikatakan “menambahi Alkitab,” nah ini justru yang aneh, dan tidak bisa membedakan apa itu penafsiran dan apa itu pengutipan Alkitab. Hal yang sama berlaku untuk masalah ular tembaga. Teks berkata “tiang.” Teks memang tidak berkata bahwa ada kayu horizontal, tetapi teks juga tidak mengatakan tidak ada. Jadi, ini adalah penafsiran yang TIDAK BERTENTANGAN dengan data Alkitab. Ini bukan menambahi Alkitab, tetapi penafsiran. Semoga Budi Asali bisa membedakan kedua hal ini sekarang.
Tanggapan balik Budi Asali:
Hmmm, jadi kalau text tak bilang, boleh ditambahi apapun? Selama tambahannya tak menabrak text? Lagi-lagi, Steven, ini sangat, sangat berbahaya!
Saya pernah mendengar Dr. Paul Yonggi Cho khotbah untuk mendukung teori ‘dimensi keempat’nya. Dia mengatakan dalam Kej 15 waktu Abraham melihat bintang-bintang di langit, tahu-tahu bintang-bintang itu berubah menjadi kepala-kepala bayi. Ini dia anggap sebagai dasar, untuk mengatakan bahwa kalau kita berdoa kita harus membayangkan bahwa apa yang didoakan sudah terjadi / terkabul. Anda setuju ‘tafsiran’ itu. Ingat, sesuai kata-kata anda, text Alkitabnya tak punya ‘tambahan’ itu, tetapi juga tak bilang kalau tambahan itu salah! Jadi, menurut teori anda, itu boleh dan sah-sah saja?????
Kalau mau lain lagi, Hawa sendiri waktu digoda Iblis mengatakan bahwa Allah melarang dia menyentuh buah itu, padahal larangannya adalah memakan buah itu. Ia menambahi / mengubah Firman Tuhan, ya atau tidak? Ingat, textnya juga tidak mengatakan kalau Allah tidak melarang untuk menyentuh! Jadi, karena kata-kata Hawa tak secara explicit bertentangan dengan Firman Tuhan, maka itu benar??
Kalau yang seperti dilakukan oleh Suhento Liauw ini boleh, saya tanya: bolehkah saya menceritakan cerita Israel yang menyeberangi Laut Teberau, dengan dinding air di kiri dan kanan mereka, lalu ada air memercik yang menyimbolkan baptisan percik? (Ini bukan tafsiran saya, saya hanya memberi contoh!) Silahkan menilai sendiri!
Contoh-contoh lain:
· waktu Yesus digoda setan dalam Mat 4, bolehkah (seperti dalam film tertentu) kita menggambarkan bahwa ada ular (yang menyimbolkan setan) yang bicara dengan Yesus?
· waktu Yerikho dihancurkan temboknya, bolehkah saya menceritakan bahwa pada saat itu Tuhan membuat suatu gempa bumi, yang menghancurkan tembok kota itu? Ini tak ada dalam textnya, tetapi textnya juga tak mengatakan kalau gempa itu tak ada!
· waktu Bileam pergi, dia naik keledai. Bolehkah saya ceritakan bahwa ia juga membawa seekor gajah? Itu tak ada dalam textnya, tetapi textnya juga tak mengatakan bahwa ia tidak membawa gajah!
· waktu Tuhan menciptakan langit dan bumi dalam Kej 1, bolehkah kita percaya bahwa Ia melakukan itu melalui ‘big bang’, sehingga menjadi dasar dari kepercayaan terhadap teori ‘big bang’? Ingat, textnya tidak mengatakan bahwa Allah tidak menciptakan langit dan bumi menggunakan ‘big bang’. Jadi boleh???
· waktu Tuhan menciptakan manusia, bolehkan kita menafsirkan bahwa sebetulnya dia cipta monyet dulu, yang lalu berevolusi dan menjadi anda? Textnya tidak mengatakan kalau tidak ada evolusi!
Setelah melihat ajaran anda dalam hal ini, saya tak heran Dji Ji Liong mengatakan bahwa pada hari Pentakosta bukan hanya 12 rasul yang membaptis 3000 orang yang bertobat, tetapi 120 orang jemaat (Kis 1:15) ikut membaptis! Memang text tidak bilang mereka ikut membaptis, tetapi textnya juga tidak bilang mereka tidak ikut membaptis. Jadi boleh menafsir seperti itu? Hehehe, betul-betul gila! Mengapa tak sekalian saja katakan bahwa perempuan-perempuan dalam Kis 1:14 juga ikut membaptis???? Sama saja, bukan?
Nah, kalau Budi Asali mau mempersoalkan logis tidak logisnya (baik tidak baiknya) penafsiran ini, ya silakan. Itu sih saya tidak masalah. Tetapi kalau mengatakan bahwa hal seperti ini menyangkali Sola Scriptura, wow....ini sangat tidak mengena. Ini terasa seperti serangan yang dipaksakan dan dibuat-buat.
Tanggapan balik Budi Asali:
Saya sangat serius dengan hal ini, sama sekali tidak mengada-ada! Anda dan Dance Suat sama-sama mengatakan bahwa saya mengada-ada. Yang mengada-ada itu adalah Suhento Liauw! Dengan mengajar yang aneh-aneh (seperti yang tentang tiang dari ular tembaga, atau darah pada ambang pintu) ini, atau bahwa istilah ‘Perjamuan Kudus’ salah, pendeta tak boleh memberi berkat pada akhir kebaktian, dan sebagainya. Itu yang mengada-ada. Menurut saya itu bahkan adalah ajaran yang sengaja mencari sensasi! Dan saya justru mengcounter apa yang saya anggap mengada-ada / cari sensasi itu!
‘Sangat tidak mengena’? Lalu yang bagaimana Sola Scriptura itu, dan yang bagaimana yang bertentangan dengan SOLA SCRIPTURA itu??? Pada waktu Martin Luther mengajak untuk ‘back to the Bible’, dan menghendaki SOLA SCRIPTURA diterapkan, saya yakin Gereja Roma Katolik juga menganggapnya ‘tidak mengena’ dan ‘mengada-ada’!
Saya sendiri merasa bahwa penafsiran Dr. Suhento Liauw sangat masuk akal. Supaya ular tidak melorot, sangat logis sekali untuk menambahi kayu horizontal. Sekali lagi saya coba cek di internet, dan beberapa detik searching sudah memberikan hasil gambar berikut:
Ini berarti bahwa ada juga orang lain yang melihat hal yang sama yang dilihat Dr. Suhento.
Tanggapan balik Budi Asali:
Ya, kalian sekelompok, apalagi bapak dengan anak. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Tidak aneh kalau anda anggap tafsiran Suhento Liauw sangat masuk akal / sangat logis dan sebagainya.
Lagi-lagi, dalam dunia banyak orang gila, dan itu tak seharusnya diikuti. Kalau mau ajaran sesat, orang-orang yang tak percaya keilahian Yesus, tak percaya Yesus sebagai satu-satunya jalan, tak percaya Alkitab sebagai Firman Allah, dsb, pasti ada lebih banyak lagi! Jadi, karena banyak, tidak unik, maka mereka yang mengajar seperti itu tidak salah???? Steven, banyak tak berarti benar, bukan? ‘Tidak unik’ tak berarti ‘benar’, ataupun ‘bisa diterima’!
Anda mengatakan ‘masuk akal’! Mana yang lebih benar? ‘Masuk akal’, atau ‘Alkitabiah’? Mestinya nama gereja anda diganti saja menjadi GBIMA (Gereja Baptis Independen Masuk Akal)!!!
Masalah bentuk salib saya tidak mau banyak komentar. Lebih banyak bukti-bukti Alkitab yang mendukung bentuk salib tradisional, yaitu “t.” Antara lain: tulisan di atas kepala Yesus. “Ada juga tulisan di atas kepala-Nya: "Inilah raja orang Yahudi".” (Luk. 23:38) Ini menjurus ke bentuk “t.” Kalau bentuknya satu tiang saja, ala Saksi Yehovah, maka tangan Yesus ada di atas kepalaNya. Sehingga tulisan itu pantasnya disebut berada “di atas tanganNya.” Lebih lanjut lagi, dalam model satu tiang, kedua tangan Yesus dipakukan di atas kepalaNya, dengan satu paku saja. Jadi, satu paku untuk dua tangan. Ini model yang saya pernah lihat dalam ilustrasi Saksi Yehovah. Tetapi Tomas berkata, “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu . . . .” (Yoh. 20:25). Kata “paku” dalam ayat ini, dua kali muncul, dan dalam bentuk jamak. Dalam KJV: “nails,” atau “paku-paku.” Artinya, ada lebih dari satu paku yang dipakai untuk tangan Yesus. Ini lebih mendukung ke bentuk salib tradisional dibandingkan salib satu tiang. Nah, saya tidak mau berpanjang-panjang masalah bukti-bukti sejarah bentuk Salib Romawi, atau tradisi bagi orang hukuman untuk membawa “salib” (patibulum) yang berupa kayu horizontal. Itu semua pembaca bisa riset sendiri.
Tanggapan balik Budi Asali:
Saya tak bilang bahwa saya setuju teori Saksi Yehuwa. Kalau bekas paku pada tangan dalam bentuk jamak, itu masih memungkinkan. Kedua kaki yang sama-sama dipaku di bawah juga bisa dipaku dengan dua paku, mengapa kedua tangan di atas tidak bisa?
Dan kalaupun bukan tiang tegak, bisa bentuk T, atau Y, atau X. Tulisan bisa diberi tali. Penekanan saya, kita tak tahu dengan pasti bentuk salib untuk Yesus. Jadi, mengapa gerangan tiang ular harus diberi kayu horizontal, dan darah pada ambang pintu membentuk salib (yang kita kenal)???
************
6. Baptisan harus selam, kalau tidak seperti Kain yang beri persembahan hasil bumi dan bukan binatang. Kata Yunani BAPTIZO artinya dicelup / direndam. Jadi, orang yang dibaptis percik sama saja dengan belum dibaptis!
Tanggapan Budi Asali:
Dalam seminar itu mula-mula ia mengatakan baptisan itu bukan merupakan sesuatu yang hakiki untuk keselamatan, tetapi anehnya pada waktu menekankan keharusan baptisan selam, ia mengatakan bahwa orang yang menggunakan baptisan percik adalah seperti Kain, yang bukannya mempersembahkan binatang tetapi mempersembahkan tanaman. Bukankah ia menjadikannya sebagai sesuatu yang bersifat hakiki / mutlak untuk keselamatan? Ia secara bodoh mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan ajarannya di bagian depan.
Tanggapan Steven Liauw :
Ajaran Baptis dari dulu adalah bahwa baptisan tidak menyelamatkan. Tetapi kaum Baptis serius menanggapi perintah Tuhan untuk membaptiskan! Bukan memercikkan atau menuangkan, atau mengibarkan bendera atas, atau mengelap badannya, atau yang lainnya! Dr. Suhento Liauw telah membuat jelas di awal bahwa baptisan tidak menyelamatkan. Lalu dia membandingkan baptisan percik dengan Kain yang mengubah binatang menjadi tanaman. Oleh Budi Asali ini dilihat sebagai pertentangan, karena Kain tidak selamat.
Tanggapan balik Budi Asali :
Bagian tentang baptisan ini panjang sekali, dan akan saya letakkan dalam file tersendiri, dengan judul ‘Baptisan selam atau non selam? Steven Liauw VS Budi Asali’.
Baca di sini :
*************
7. Nama / sebutan Perjamuan Kudus salah, seharusnya Perjamuan Tuhan. Istilah Perjamuan Kudus kita dapat dari Katolik. Perjamuan itu tidak bisa menguduskan, jadi nama itu salah.
Tanggapan Budi Asali:
Saya setuju saja kalau digunakan istilah ‘Perjamuan Tuhan’, karena istilah itu memang ada dalam Alkitab (1Kor 10:21 1Kor 11:20). Tetapi istilah ‘Perjamuan Kudus’ juga tak masalah, karena itu hanya soal istilah. Bahwa itu didapatkan dari Katolik merupakan omong kosong, yang tak akan bisa ia buktikan. Dan siapa gerangan orang bodoh yang mempercayai bahwa Perjamuan Kudus itu menguduskan? Itu merupakan fitnahan terhadap orang-orang yang menggunakan istilah ‘Perjamuan Kudus’.
Tanggapan Steven Liauw:
Perjamuan Tuhan adalah istilah yang Alkitabiah. Perjamuan Kudus tidak Alkitabiah. Pemakaian istilah yang tidak alkitabiah akan membawa dampak yang tidak boleh diremehkan. Banyak orang yang memang beranggapan bahwa “Perjamuan Kudus” itu menguduskan. Saya saja pernah ketemu. Apakah penggunaan istilah penting? Menurut saya penting. Menurut Budi Asali tidak penting. Ok, kita catat itu. Itu juga sebabnya kami tidak mau pakai “pendeta.” Itu istilah yang tidak alkitabiah dan juga sarat dengan konotasi yang tidak alkitabiah.
Tanggapan balik Budi Asali:
Anda mengatakan : “Perjamuan Tuhan adalah istilah yang Alkitabiah. Perjamuan Kudus tidak Alkitabiah. Pemakaian istilah yang tidak alkitabiah akan membawa dampak yang tidak boleh diremehkan. Banyak orang yang memang beranggapan bahwa “Perjamuan Kudus” itu menguduskan. Saya saja pernah ketemu.”. Saya tanya: kalau ada orang yang menganggap Perjamuan Kudus menguduskan, apakah pemikiran / kepercayaan salah itu berasal dari istilahnya? Atau dari hal-hal lain? Sudah adakan research / penyelidikan yang mendalam? Atau hanya menebak-nebak saja?
Kalau ada orang-orang seperti itu, itu salah mereka sendiri, bukan salah istilahnya. Ada banyak istilah yang dipakai oleh semua gereja dan orang Kristen tetapi tidak ada dalam Alkitab. Misalnya: Natal, Paskah (Easter), Tritunggal, hakekat dan pribadi (dalam Kristologi atau doktrin Allah Tritunggal), sakramen, dan banyak lagi. Saya tahu sedikitnya sebagian dari istilah-istilah ini gereja anda sendiri juga menggunakan! Itu menjadikan gereja anda tidak Alkitabiah? Ganti saja namanya Menjadi GBITA (Gereja Baptis Independen Tidak Alkitabiah)!
Istilah ‘independen’ muncul di Alkitab sebelah mana? Dan anda menjadikannya nama gereja anda!
Wah, wah, sekarang ketambahan satu lagi ajaran nyeleneh. Tidak bolah pakai istilah ‘pendeta’. Lalu kalian bapak dan anak disebut apa? Disebut ‘penatua’ seperti dalam Saksi Yehuwa?
Kamus Inggris - Indonesia mengatakan bahwa kata ‘pendeta’ merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris ‘pastor’, dan kamus Webster mengatakan bahwa kata ‘pastor’ sebenarnya berarti ‘shepherd’ (= gembala), dan istilah ini jelas ada dalam Ef 4:11 - “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar”.
Dan anda mengatakan istilah ini juga tidak Alkitabiah? Dan sarat dengan konotasi yang tidak Alkitabiah? Konotasi apa? Omong kosong! Ini cuma ajaran yang cari sensasi! Cari kepopuleran? Ingat bahwa ‘terkenal’ dalam bahasa Inggris bisa dua macam, yaitu ‘famous’ (terkenal dalam arti yang baik) dan ‘notorious’ (= terkenal dalam arti yang buruk). Dengan ajaran kalian yang nyeleneh itu kalian memang bisa jadi populer / terkenal, tetapi dalam arti ‘notorious’!
Ingat bahwa istilah ini beda dengan kata bahasa Indonesia ‘pastor’ yang digunakan dalam Gereja Roma Katolik. Kalau ini terjemahan bahasa Inggrisnya adalah ‘priest’ (= imam), dan memang pastor Katolik berfungsi sebagai imam / pengantara. Kalau itu, memang tidak Alkitabiah, karena pada jaman Perjanjian Baru, imam / pengantara kita hanya Kristus (1Tim 2:5). Kalau orang Kristen disebut imam (1Pet 2:9), itu hanya menunjukkan bahwa orang Kristen bisa berhubungan langsung dengan Allah, hanya melalui Yesus, dan bukan pengantara manusia biasa.
***********
8. Ia tahu cara penggunaan Urim dan Tumim, dan menjelaskannya.
Tanggapan Budi Asali:
Tak ada penafsir yang tahu dengan pasti tentang hal itu. Jangankan cara menggunakannya, bahkan bagaimana bentuk dari Urim dan Tumimpun tidak ada yang tahu. Entah Suhento Liauw belajar dari mimpi atau bagaimana?
Kel 28:30 - “Dan di dalam tutup dada pernyataan keputusan itu haruslah kautaruh Urim dan Tumim; haruslah itu di atas jantung Harun, apabila ia masuk menghadap TUHAN, dan Harun harus tetap membawa keputusan bagi orang Israel di atas jantungnya, di hadapan TUHAN”.
Adam Clarke (tentang Kel 28:30): “‘Thou shalt put in the breastplate of judgment the Urim and the Thummim.’ What these were has, I believe, never yet been discovered. 1. They are nowhere described. 2. There is no direction given to Moses or any other how to make them. ... 6. That God was often consulted by Urim and Thummim, is sufficiently evident from several Scriptures; but how or in what manner he was thus consulted appears in none”.
Apa yang dikatakan oleh Bil 27:21 tidaklah menunjukkan cara penggunaan Urim dan Tumim.
Bil 27:21 - “Ia harus berdiri di depan imam Eleazar, supaya Eleazar menanyakan keputusan Urim bagi dia di hadapan TUHAN; atas titahnya mereka akan keluar dan atas titahnya mereka akan masuk, ia beserta semua orang Israel, segenap umat itu.’”.
Tanggapan Steven Liauw:
“Lalu berkatalah Saul: "Ya, TUHAN, Allah Israel, mengapa Engkau tidak menjawab hamba-Minyak urapan pada hari ini? Jika kesalahan itu ada padaku atau pada anakku Yonatan, ya TUHAN, Allah Israel, tunjukkanlah kiranya Urim; tetapi jika kesalahan itu ada pada umat-Mu Israel, tunjukkanlah Tumim." Lalu didapati Yonatan dan Saul, tetapi rakyat itu terluput.” (1 Sam. 14:41).
Catatan: Dalam Masoretic Text, ayat ini lebih pendek dan tidak menyinggung Urim & Tumim, LAI menerjemahkan dari Septuaginta. Ini juga menjelaskan mengapa Clarke tidak membahas 1 Sam. 14:41. Tidak perlu pakai mimpi, dalam Septuaginta ada indikasinya kok. Jadi, berdasarkan teks ini, Urim dan Tumim itu dipakai seperti semacam undian. Setelah berdoa kepada Tuhan, imam akan meminta jawaban Tuhan, dan akan meng-assign jawaban tertentu kepada Urim, dan jawaban yang lain kepada Tumim. Jadi, cara kerjanya rupanya adalah dengan menanyakan dua alternatif. Ini cocok dengan Bilangan 27:21. Kita juga tahu bahwa Urim Tumim ditaruh di tutup dada imam besar (Kel. 28:30), jadi implikasinya adalah: setelah berdoa, imam mengambil salah satu objek di dalam tutup dadanya. Jika yang keluar adalah Urim, maka dia mendapat jawaban dari Tuhan sesuai doanya tadi, apa yang dia minta untuk Urim. Sama dengan Tumim. Kalaupun ada yang memprotes bahwa Septuaginta di sini salah (dan ini protes yang sah), tetap saja bukan berarti pengajaran Dr. Suhento Liauw berasal dari “mimpi,” melainkan ada landasan yang bisa diperiksa.
Tanggapan balik Budi Asali:
Saya tanya: bentuknya Urim dan Tumim bagaimana? Saya juga tahu kalau bisa jawab Urim atau Tumim, tetapi caranya bagaimana? Bentuknya seperti mata uang, lalu dilemparkan ke atas? Atau seperti dadu, yang lalu dilemparkan? Atau seperti kartu, lalu dipilih salah satu? Tak ada yang tahu, bukan? Ini yang saya maksudkan tak ada yang tahu cara penggunaannya!
************
9. Ia percaya bahasa Roh, nubuat, mimpi dari Tuhan, malaikat datang beri petunjuk firman, karunia lakukan mujijat / kesembuhan; semua ini tak ada lagi. 1Kor 13:8 ditafsirkan menunjuk pada selesainya penulisan Kitab Suci. Ia membahas kata Yunani TON TELEION dalam ayat itu dan ia mengartikannya sebagai ‘the perfect thing’.
Tanggapan Steven Liauw :
Bukan “ton teleion,” tetapi “to teleion”. Ini adalah perbedaan gender maskulin atau netral dalam Yunani, dan menjadi salah satu inti argumen justru.
Tanggapan Budi Asali:
Sepanjang saya tahu, tak ada satupun Kitab Suci bahasa Inggris yang menterjemahkan ‘the perfect thing’.
KJV: ‘But when that which is perfect is come, then that which is in part shall be done away’.
RSV: ‘but when the perfect comes, the imperfect will pass away’.
NIV: ‘but when perfection comes, the imperfect disappears’.
NASB: ‘but when the perfect comes, the partial will be done away’.
ASV: ‘but when that which is perfect is come, that which is in part shall be done away’.
NKJV: ‘But when that which is perfect has come, then that which is in part will be done away’.
Tanggapan Steven Liauw :
Memang Dr. Suhento Liauw tidak mengatakan ada Alkitab yang menerjemahkannya demikian. Tetapi dia menunjukkan sebuah interlinear yang menerjemahkan “the perfect thing.”
Dan sekalipun memang ada penafsir-penafsir yang menafsirkan bahwa ini menunjuk pada selesainya penulisan Alkitab, tetapi hanya sangat sedikit penafsir yang menafsir seperti itu. Pada umumnya para penafsir mengatakan bahwa ini menunjuk pada saat kita masuk surga / pada kedatangan Kristus yang keduakalinya.
Tanggapan Steven Liauw :
Saya tidak mau panjang lebar menjawab ini, karena ini adalah materi seminarnya. Kebenaran memang bukan berdasarkan banyaknya penafsir.
Tanggapan balik Budi Asali:
Memang, tetapi pada saat banyak penafsir itu menggunakan argumentasi-argumentasi yang meyakinkan, maka kalau anda tetap tak mau peduli, anda tak Alkitabiah! Text itu, khususnya ay 10,12, tidak memungkinkan itu kita menafsirkan TO TELEION sebagai menunjuk pada lengkapnya Alkitab.
1Kor 13:8-10 - “(8) Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. (9) Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna. (10) Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap”.
Kalau kata-kata ‘jika yang sempurna tiba’ (ay 10) dianggap menunjuk pada saat Alkitab lengkap, bagaimana mungkin pada saat itu pengetahuan akan lenyap? Bukankah dengan lengkapnya Alkitab, pengetahuan bukan saja tidak lenyap, tetapi makin bertambah?
Tanggapan Steven Liauw :
Wah, berarti Budi Asali tidak mendengarkan seminar dengan baik. Poin ini selalu dibahas oleh Dr. Suhento Liauw. Saya yang sudah ikut seminarnya berkali-kali tahu bahwa ini salah satu poin yang selalu beliau bahas. Pengetahuan itu bukan mengacu kepada pengetahuan umum, seperti matematika, atau fisika, atau pengetahuan alam. Konteks sedang bicara mengenai karunia rohani (lihat dua item lainnya adalah karunia bahasa lidah, dan karunia bernubuat). Jadi pengetahuan ini juga mengacu kepada suatu karunia rohani, yaitu yang disebut Paulus dalam 1 Kor. 12:8, yaitu “karunia berkata-kata dengan pengetahuan,” yang disingkat saja “pengetahuan” di pasal 13. Ini adalah synecdoche.
Tanggapan balik Budi Asali:
Yang bicara tentang pengetahuan umum siapa? Anda tak mengerti kata-kata saya? Saat itu sudah ada Perjanjian Lama, dan juga mungkin kitab-kitab Injil. Jadi orang sudah punya pengetahuan rohani, tetapi hanya sebagian, karena Perjanjian Baru belum lengkap. Pada saat Perjanjian Baru lengkap, kan pengetahuan rohani itu bertambah? Kok bisa dikatakan bahwa pada saat itu pengetahuan ‘akan lenyap’? Jadi jelas, itu tidak mungkin menunjuk pada lengkapnya Alkitab, tetapi pasti menunjuk pada kedatangan Kristus yang keduakalinya.
Kalau ‘pengetahuan’ dianggap sebagai karunia, lalu ‘iman’ dan ‘kasih’ tidak? Lucu sekali! Anda tak pernah perhatikan ikatan kalimat / kata-katanya dalam menafsir! Dalam menafsir, anda yang punya gelar ‘doktor’, menafsir seperti anak Sekolah Minggu!
Synecdoche tidak menyingkat seperti itu! Jangan omong kosong! Synecdoche adalah gaya bahasa di mana kadang-kadang disebutkan hanya sebagian, tetapi yang dimaksud adalah seluruhnya, dan kadang-kadang terbalik. Yang dibicarakan seluruhnya, tetapi yang dimaksudkan adalah sebagian. Misalnya kalau dikatakan mata Tuhan ada di segala tempat. Ini memang digabungkan dengan Anthropomorphism, tetapi jelas juga merupakan synecdoche, karena yang dibicarakan sebagian, yaitu ‘mata’, tetapi jelas yang ada di segala tempat adalah seluruh diri Allah. Tetapi synecdoche tidak menyingkat ‘karunia berkata-kata dengan pengetahuan’, menjadi ‘pengetahuan’! Jangan ngawur saja kalau pakai istilah!
Kata ‘pengetahuan’ tak bisa diartikan seperti itu karena dihubungkan dengan karunia bernubuat dan karunia bahasa Roh. Kata ‘pengetahuan’ harus ditafsir sesuai kontext.
Perhatikan 1Kor 13:2 - “Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna”.
Juga perhatikan 1Kor 13:12b - “Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal”.
Mengapa sekarang mengenal dengan tidak sempurna? Karena pengetahuan juga tidak sempurna. Mengapa nanti ‘mengenal dengan sempurna’? Karena pengetahuan nanti menjadi sempurna! Jadi jelas kata ‘pengetahuan’ tak berhubungan dengan ‘karunia berkata-kata dengan pengetahuan’, tetapi memang merupakan ‘pengetahuan itu sendiri’ (rohani)!
Tetapi kalau diartikan menunjuk pada kedatangan Kristus yang keduakalinya, maka itu memang memungkinkan, karena pengetahuan pada saat itu pastilah sangat berbeda dengan pengetahuan kita di dunia ini. Jadi pengetahuan yang sekarang ini, yang tidak lengkap / tidak sempurna, akan lenyap, digantikan oleh pengetahuan yang sempurna / lengkap, yang sama sekali baru.
Tanggapan Steven Liauw :
Pertama, “to teleion” tidak mungkin mengacu kepada Kristus, karena gendernya netral.
Tanggapan balik Budi Asali:
Kalau saya mengatakan bahwa TO TELEION menunjuk pada kedatangan Kristus yang keduakalinya, itu tak berarti menunjuk kepada Kristusnya! Tetapi bisa pada keadaan sempurna / kesempurnaan, pada saat Ia datang kedua-kalinya! Jadi tak masalah dengan gender yang netral!
By the way, mengapa anda tak bicara tentang case / kasus dari kata TO TELEION itu? Suhento Liauw mengatakan itu case-nya akusatif, saya mengatakan itu pasti nominatif. Yang mana yang benar? Dia ngawur bukan? Dan anda pura-pura melupakan hal itu?
Kedua, kalau mau menafsirkan ini mengacu kepada “kedatangan Kristus,” tidak membantu menyelesaikan masalah “pengetahuan” tadi. Karena setelah Kristus datang, pengetahuan kita (dalam artian pengetahuan pada umumnya) tidak hilang. Bertambah sudah pasti! Menjadi lebih baik sudah pasti! Tetapi yang lama tidak lenyap. Apakah pengetahuan kita bahwa 2 + 2 = 4 akan lenyap saat Kristus datang? Ingat ayat berkata “lenyap,” bukan berubah, bukan ditambah, bukan dimodifikasi, tetapi lenyap!
Tanggapan balik Budi Asali:
Hehehe, alangkah bodohnya. Anda sendiri mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah pengetahuan rohani. Kok bisa tahu-tahu bicara tentang 2 + 2 = 4? Itu pengetahuan rohani?
Anda tak pintar membaca tulisan, Steven? saya kutip ulang kata-kata saya sendiri.
“Tetapi kalau diartikan menunjuk pada kedatangan Kristus yang keduakalinya, maka itu memang memungkinkan, karena pengetahuan pada saat itu pastilah sangat berbeda dengan pengetahuan kita di dunia ini. Jadi pengetahuan yang sekarang ini, yang tidak lengkap / tidak sempurna, akan lenyap, digantikan oleh pengetahuan yang sempurna / lengkap, yang sama sekali baru.”.
Menurut saya ini sama dengan istilah ‘langit dan bumi yang sekarang akan lenyap’ dan diganti dengan ‘langit dan bumi yang baru’. Bdk. 2Pet 3:10-13 Wah 21:1.
Jadi, memang tidak ada cara selain melihat bahwa “pengetahuan” ini mengacu kepada “karunia berkata-kata dengan pengetahuan.” Ini sekaligus cocok dengan konteks. 1 Korintus 13 membandingkan karunia rohani dengan kasih. 13:1-3 mengajarkan bahwa kasih lebih penting dari karunia rohani. 13:4-7 menjelaskan superioritas kasih. 13:8-13 mengajarkan bahwa kasih lebih bertahan lama daripada karunia rohani. Ini dalam konteks bahwa jemaat Korintus menyalahgunakah karunia rohani mereka.
Tanggapan balik Budi Asali:
Omong kosong. Sudah saya buktikan di atas bahwa ay 2 dan ay 12 menunjukkan bahwa ‘pengetahuan’ memang adalah ‘pengetahuan’ (rohani), bukan ‘karunia berkata-kata dengan pengetahuan’.
Sekarang kita lihat ay 1-3.
1Kor 13:1-3 - “(1) Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. (2) Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. (3) Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku”.
Omong kosong lagi kalau 1Kor 13:1-3 hanya bicara tentang ‘karunia-karunia’. Ay 1 memang bicara tentang ‘karunia bahasa Roh’, tetapi ay 2 berbicara tentang ‘karunia bernubuat’ dan ‘pengetahuan’ dan ‘iman’. Sedangkan ay 3 bicara tentang apa? ‘sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar’ (ay 3a). Ini karunia apa?
Saya ingin memberikan penafsiran beberapa penafsir tentang kata ‘pengetahuan’ dalam ay 2, dan ‘kerelaan memberikan sesuatu dan bahkan menyerahkan tubuh untuk dibakar’ dalam ay 3.
Matthew Henry: “Prophecy, and the understanding of mysteries, and all knowledge. This without charity is as nothing, v. 2. Had a man ever so clear an understanding of the prophecies and types under the old dispensation, ever so accurate a knowledge of the doctrines of Christianity, nay, and this by inspiration, from the infallible dictates and illumination of the Spirit of God, without charity he would be nothing; all this would stand him in no stead. Note, A clear and deep head is of no signification, without a benevolent and charitable heart. It is not great knowledge that God sets a value upon, but true and hearty devotion and love”.
Adam Clarke: “[And understand all mysteries] The meaning of all the types and figures in the Old Testament, and all the unexplored secrets of nature; and all knowledge-every human art and science; and thought I have all faith-such miraculous faith as would enable me even to remove mountains; or had such powerful discernment in sacred things that I could solve the greatest difficulties, see the note at Matt 21:21, and have not charity-this love to God and man, as the principle and motive of all my conduct, the characteristics of which are given in the following verses; I am nothing-nothing in myself, nothing in the sight of God, nothing in the church, and good for nothing to mankind. Balsam, and several others not under the influence of this love of God, prophesied; and we daily see many men, who are profound scholars, and well skilled in arts and sciences, and yet not only careless about religion but downright infidels! It does not require the tongue of the inspired to say that these men, in the sight of God, are nothing; nor can their literary or scientific acquisitions give them a passport to glory”.
Saya tak terjemahkan, tetapi intinya jelas bahwa Matthew Henry maupun Adam Clarke menganggap ‘pengetahuan’ sebagai ‘pengetahuan’, bukan ‘karunia untuk berkata-kata dengan pengetahuan’!
Matthew Henry: “4. The outward acts of charity: Bestowing his goods to feed the poor, v. 3. Should all a man has be laid out in this manner, if he had no charity, it would profit him nothing. There may be an open and lavish hand, where there is no liberal and charitable heart. The external act of giving alms may proceed from a very ill principle. Vain-glorious ostentation, or a proud conceit of merit, may put a man to large expense this way who has no true love to God nor men. Our doing good to others will do none to us, if it be not well done, namely, from a principle of devotion and charity, love to God, and good-will to men. Note, If we leave charity out of religion, the most costly services will be of no avail to us. If we give away all we have, while we withhold the heart from God, it will not profit. 5. Even sufferings, and even those of the most grievous kind: If we give our bodies to be burnt, without charity, it profiteth nothing, v. 3. Should we sacrifice our lives for the faith of the gospel, and be burnt to death in maintenance of its truth, this will stand us in no stead without charity, unless we be animated to these sufferings by a principle of true devotion to God, and sincere love to his church and people, and good-will to mankind. The outward carriage may be plausible, when the invisible principle is very bad. Some men have thrown themselves into the fire to procure a name and reputation among men. It is possible that the very same principle may have worked up some to resolution enough to die for their religion who never heartily believed and embraced it. But vindicating religion at the cost of our lives will profit nothing if we feel not the power of it; and true charity is the very heart and spirit of religion. If we feel none of its sacred heat in our hearts, it will profit nothing, though we be burnt to ashes for the truth. Note, The most grievous sufferings, the most costly sacrifices, will not recommend us to God, if we do not love the brethren; should we give our own bodies to be burnt, it would not profit us. How strange a way of recommending themselves to God are those got into who hope to do it by burning others, by murdering, and massacring, and tormenting their fellow-christians, or by any injurious usage of them! My soul, enter not thou into their secrets. If I cannot hope to recommend myself to God by giving my own body to be burnt while I have no charity, I will never hope to do it by burning or maltreating others, in open defiance to all charity”.
Barnes’ Notes: “[And though I bestow] The Greek word used here psoomisoo, from psaoo, to break off) meant properly to break off, and distribute in small portions; to feed by morsels; and may be applicable here to distributing one's property in small portions. Charity or alms to the poor, was usually distributed at one's gate (Luke 16:20,) or in some public place. Of course, if property was distributed in this manner, many more would be benefitted than if all were given to one person. There would be many more to be thankful, and to celebrate one's praises. This was regarded as a great virtue; and was often performed in a most ostentatious manner. It was a gratification to wealthy men who desired the praise of being benevolent, that many of the poor flocked daily to their houses to be fed; and against this desire of distinction, the Saviour directed some of his severcst reproofs; see Matt 6:1-4. To make the case as strong as possible, Paul says that if ALL that a man had were dealt out in this way, in small portions, so as to benefit as many as possible, and yet were not attended "with true love toward God and toward man," it would be all false, hollow, hypocritical, and really of no value in regard to his own salvation. It would profit nothing. It would not be such an act as God would approve; it would be no evidence that the soul would be saved. Though good might be done to others, yet where the "motive" was wrong, it could not meet with the divine approbation, or be connected with his favor. [And though I give my body to be burned] Evidently as a martyr, or a witness to the truth of religion. Though I should be willing to lay down my life in the most painful manner, and have not charity, it would profit me nothing”.
Intinya tentang ay 3 dimana orang membagi-bagikan segala sesuatu dan bahkan menyerahkan diri untuk dibakar, kalau tak ada kasih (motivasinya salah), itu ia anggap sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk pameran saja, dan tak ada harganya / nilainya sama sekali. Jelas Matthew Henry maupun Albert Barnes tidak menganggap hal-hal ini sebagai karunia-karunia rohani.
Jadi kesimpulan saya: sekalipun mungkin penekanan utama adalah kesuperioran kasih terhadap karunia-karunia rohani, tetapi jelas bukan HANYA terhadap karunia-karunia rohani!
1Kor 13:4-7 tidak menunjukkan kesuperioran kasih, tetapi menunjukkan apa itu kasih.
1Kor 13:4-7 - “(4) Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. (5) Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. (6) Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. (7) Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.”.
Yang menunjukkan kesuperioran kasih adalah ay 1-3! Tetapi bukan hanya atas karunia-karunia rohani, tetapi juga atas tindakan-tindakan ketaatan (ay 3), pengetahuan (ay 2), dan iman (ay 2).
1Kor 13:8-13 - “(8) Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. (9) Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna. (10) Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap. (11) Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu. (12) Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal. (13) Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih”.
Anda mengatakan “13:8-13 mengajarkan bahwa kasih lebih bertahan lama daripada karunia rohani. Ini dalam konteks bahwa jemaat Korintus menyalahgunakah karunia rohani mereka”. Tetap bicara karunia rohani? Lalu bagaimana menafsirkan ‘iman’ dan ‘pengharapan’ dalam ay 13? Itu juga karunia-karunia rohani?
Adam Clarke (tentang 1Kor 13:10): “‘But when that which is perfect.’ The state of eternal blessedness; then that which is in part - that which is imperfect, shall be done away; the imperfect as well as the probationary state shall cease for ever”.
Tanggapan Steven Liauw :
Konteks di 1 Korintus 13:13 tidak cocok dengan penafsiran bahwa yang dimaksud adalah kondisi kekekalan. Dalam ayat 13 tersebut, setelah hilangnya nubuat, bahasa roh, dan karunia pengetahuan, akan tinggal iman, pengharapan dan kasih. Ini jelas belum kekekalan. Dalam kekekalan, tidak diperlukan lagi iman, karena iman sudah menjadi kenyataan, “faith turn into sight” (Ibr. 11:1). Juga tidak perlu lagi pengharapan, karena sudah terjadi (Roma 8:24).
Tanggapan balik Budi Asali:
Kelihatannya tidak cocok, karena terjemahan Indonesia salah. Seharusnya dalam ay 13 ada kata ‘sekarang’. RSV sama salahnya dengan Kitab Suci Indonesia, dan tidak mempunyai kata tersebut.
1Kor 13:13 - “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih”.
KJV: And now abideth faith, hope, charity, these three; but the greatest of these is charity.
NIV: And now these three remain: faith, hope and love. But the greatest of these is love.
NASB: But now faith, hope, love, abide these three; but the greatest of these is love.
ASV: But now abideth faith, hope, love, these three; and the greatest of these is love.
NKJV: And now abide faith, hope, love, these three; but the greatest of these is love.
Jadi setelah bicara tentang kedatangan Kristus yang keduakalinya dalam ay 10-12, maka dalam ay 13, Paulus kembali bicara masa sekarang.
Adam Clarke (tentang 1Kor 13:13): “‘And now (in this present life) abideth faith, hope, charity’” [= ‘Dan sekarang (dalam hidup sekarang ini) tinggal iman, pengharapan, kasih’].
************
10. Mulai saat Yesus mati sampai Kitab Suci selesai ditulis rasul-rasul jadi Standard kebenaran.
Tanggapan Budi Asali:
Kok Petrus bisa salah, dalam Kis 10 dan Gal 2?
Kis 10:13-15,34-35 - “(13) Kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata: ‘Bangunlah, hai Petrus, sembelihlah dan makanlah!’ (14) Tetapi Petrus menjawab: ‘Tidak, Tuhan, tidak, sebab aku belum pernah makan sesuatu yang haram dan yang tidak tahir.’ (15) Kedengaran pula untuk kedua kalinya suara yang berkata kepadanya: ‘Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram.’ ... (34) Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya: ‘Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. (35) Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepadaNya”.
Gal 2:11-14 - “(11) Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah. (12) Karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut akan saudara-saudara yang bersunat. (13) Dan orang-orang Yahudi yang lainpun turut berlaku munafik dengan dia, sehingga Barnabas sendiri turut terseret oleh kemunafikan mereka. (14) Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua: ‘Jika engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?’”.
Dan Yohanes bisa salah dengan menyembah malaikat?
Wah 19:10 - “Maka tersungkurlah aku di depan kakinya untuk menyembah dia, tetapi ia berkata kepadaku: ‘Janganlah berbuat demikian! Aku adalah hamba, sama dengan engkau dan saudara-saudaramu, yang memiliki kesaksian Yesus. Sembahlah Allah! Karena kesaksian Yesus adalah roh nubuat.’”.
Wah 22:8-9 - “(8) Dan aku, Yohanes, akulah yang telah mendengar dan melihat semuanya itu. Dan setelah aku mendengar dan melihatnya, aku tersungkur di depan kaki malaikat, yang telah menunjukkan semuanya itu kepadaku, untuk menyembahnya. (9) Tetapi ia berkata kepadaku: ‘Jangan berbuat demikian! Aku adalah hamba, sama seperti engkau dan saudara-saudaramu, para nabi dan semua mereka yang menuruti segala perkataan kitab ini. Sembahlah Allah!’”.
Tanggapan Steven Liauw:
Konteksnya adalah mereka menjadi Standar Kebenaran terutama dalam fungsi mereka sebagai saksi kebangkitan Yesus dan semua pengajaran Yesus, dan dalam menuliskan Firman Tuhan. Lihat juga Efesus 2:20. Bukan berarti secara pribadi mereka tidak bisa salah, jadi semua kutipan Firman Tuhan di bawah, saya aminkan.
Apakah Dr. Suhento Liauw ada mengatakan bahwa para Rasul tidak bisa berbuat salah dalam seminar itu? Saya yakin tidak. Mahasiswa GITS pasti tertawa mendengar tuduhan ini, karena mereka sering mendengar Dr. Suhento Liauw menjabarkan beberapa kesalahan rasul tertentu. Jadi, saya curiga beberapa poin yang muncul di sini ini adalah karena over-zealous-nya Budi Asali mencari kesalahan.
Tanggapan balik Budi Asali:
Saya hanya menilai Suhento Liauw dalam seminar. Dia mengatakan seperti itu, dan bukan salah saya kalau membantah seperti itu. Mestinya kalau mau mengatakan rasul jadi standard kebenaran, dia harus menjelaskan dalam arti apa ia memaksudkan hal itu. Dia tidak mengatakan apa yang anda katakan, dan itu salahnya dia.
*************
11. Mat 11:13-14 - “(13) Sebab semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes (14) dan - jika kamu mau menerimanya - ialah Elia yang akan datang itu.”. Ini ditafsirkan, jika kamu mau menerima, ia adalah Elia, jika tidak mau terima ia adalah Yohanes Pembaptis!
Tanggapan Budi Asali:
Ini ajaran sinting, dan merupakan penafsiran ‘liar’, yang tidak membutuhkan tanggapan.
Tanggapan Steven Liauw:
Karena Budi Asali tidak menanggapi dan merasa tidak perlu menanggapi, berarti juga tidak ada apa-apa yang bisa saya tanggapi lagi. Kalau ada waktu lebih mestinya saya akan senang menjabarkan pengajaran ayat ini secara lebih mendetil, jadi pembaca bisa melihat keseluruhan penjelasan, bukan sepenggal kalimat. Tetapi waktu saya sungguh terbatas. Hanya satu poin saja: yang jelas ayat ini mengajarkan Allah berurusan dengan suatu event yang contingent (tidak harus/pasti, bisa A atau bisa B). Nah, saya paham bahwa event yang contingent sejati itu tidak ada dalam kamus Kalvinis seperti Budi Asali. Mungkin inilah mengapa ia bilang ini “ajaran sinting.”
Tanggapan balik Budi Asali:
Saya anggap orang mengerti kalau itu tafsiran sinting, tetapi karena anda tak mengerti, saya jelaskan. Yohanes Pembaptis memang adalah ‘Elia’ yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama (bukan berarti Elia reinkarnasi, tetapi ia datang dalam, roh dan kuasa Elia).
Luk 1:17 - “dan ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar dan dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagiNya.’”.
Jadi, itu kebenarannya; Yohanes Pembaptis adalah Elia. Kata-kata ‘Jika engkau mau menerimanya’ tidak bisa diartikan seperti Suhento Liauw katakan. Mau menerima atau tidak mau menerima tetap saja Yohanes Pembaptis adalah Elia! Kok bisa kalau tidak mau menerima maka Yohanes Pembaptis adalah Yohanes Pembaptis??? Lucu, dan gila!
*************
12. Karena mau gerejanya steril, Suhento Liauw selalu khotbah sendiri.
Tanggapan Budi Asali:
Lucu sekali. Kalau dia yang khotbah pasti steril? Jadi ajarannya Suhento Liauw itu inerrant / infallible? Dan bagaimana kalau dia mati? Anaknya sendiri steril atau tidak? Apa mungkin dua orang punya theologia yang persis sama?
Tanggapan Steven Liauw:
Khotbah sendiri? Mungkin Budi Asali salah dengar? Atau mengabaikan konteks? Posisi Dr. Suhento adalah bahwa yang khotbah di gerejanya hanyalah yang sedoktrin dengan dia. Ini untuk menjaga agar kesesatan tidak masuk (steril). Di awal-awal memang kebanyakan Dr. Suhento Liauw yang khotbah. Tetapi setelah ada banyak lulusan GITS, pengkhotbah di gereja kami cukup bervariasi. Juga, kalau ada tamu yang sedoktrin, kami sering memintanya khotbah. Dua orang bisa saja punya theologi yang berbeda sedikit-sedikit dalam hal-hal yang tidak major, tetapi tetap bisa dikatakan sedoktrin dalam hal-hal yang major.
Tanggapan balik Budi Asali:
Saya yakin tak salah dengar. Ia berkata ‘saya khotbah sendiri’ dan lalu tak ada penjelasan apa-apa.
**************
13. Kata ‘Katolik’ dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli (Indonesia diterjemahkan ‘AM’), disamakan dengan gereja Katolik!
Tanggapan Budi Asali:
Kata yang sama belum tentu artinya sama, dan kalau artinya sama belum tentu menunjuk pada hal yang sama.
Kata ‘Katolik’ memang artinya ‘am’ atau ‘universal’. Jadi kata-kata dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli versi bahasa Inggris, ‘the Holy Catholic Church’ (Gereja Katolik yang kudus / Gereja yang kudus dan am), tidak salah. Ini menunjuk pada Gereja yang tak kelihatan, atau gereja universal, yaitu semua orang percaya di seluruh dunia dan sepanjang jaman.
Encyclopedia Britannica 2010 dengan entry ‘Catholic’: “(from Greek katholikos, ‘universal’), the characteristic that, according to ecclesiastical writers since the 2nd century, distinguished the Christian Church at large from local communities or from heretical and schismatic sects. A notable exposition of the term as it had developed during the first three centuries of Christianity was given by St. Cyril of Jerusalem in his Catecheses (348):the church is called catholic on the ground of its worldwide extension, its doctrinal completeness, its adaptation to the needs of men of every kind, and its moral and spiritual perfection. The theory that what has been universally taught or practiced is true was first fully developed by St.Augustine in his controversy with the Donatists (a North African heretical Christian sect) concerning the nature of the church and its ministry. It received classic expression in a paragraph by St. Vincent of LĂ©rins in hisCommonitoria (434), from which is derived the formula: ‘What all men have at all times and everywhere believed must be regarded as true.’ St. Vincent maintained that the true faith was that which the church professed throughout the world in agreement with antiquity and the consensus of distinguished theological opinion in former generations. Thus, the term catholic tended to acquire the sense of orthodox. Some confusion in the use of the term has been inevitable, because various groups that have been condemned by the Roman Catholic Church as heretical or schismatic never retreated from their own claim to catholicity. Not only the Roman Catholic Church but also the Eastern Orthodox Church, the Anglican Church, and a variety of national and other churches claim to be members of the holy catholic church, as do most of the major Protestant churches”.
Tetapi istilah ‘Katolik’ juga digunakan oleh Gereja Roma Katolik, mungkin karena mereka menganggap mereka adalah satu-satunya gereja universal. Itu sebetulnya merupakan suatu penggunaan yang kontradiksi, karena ‘Roma’ merupakan sebutan yang bersifat lokal, sedangkan ‘Katolik’ sebutan yang bersifat universal.
Bahwa mereka menggunakan kata itu secara salah, itu urusan mereka. Tetapi kalau Suhento Liauw melarang / menyalahkan orang Kristen menggunakan kata itu, merupakan suatu kebodohan! Mengapa? Karena gereja-gereja yang dikecam oleh Gereja Roma Katolik sebagai gereja sesat, termasuk gereja Protestan, juga mengclaim istilah itu bagi gereja mereka, karena mereka menganggap gereja merekalah yang benar.
Tanggapan Steven Liauw:
Dr. Suhento Liauw bukan tidak tahu bahwa gereja Roma menggunakan “katolik” dalam pengertian yang berbeda dari gereja-gereja Protestan. Namun tetap pada intinya sama, dan salah. Roma mengatakan dirinya adalah gereja yang “katolik” yaitu “universal.” Mereka percaya kepada gereja yang universal dan kelihatan (Universal Visible Church). Jadi, “kelihatan” bahwa gereja Roma ada di mana-mana, di setiap negara. Para Reformator yang keluar dari Roma, bukannya bergabung dengan gereja-gereja sejati saat itu (misal gereja-gereja Anabaptis, sebaliknya malah menganiaya mereka, terutama Zwingli). Calvin, Luther, Zwingli, semuanya “dipercik” waktu bayi sebagai seorang Katolik. Jadi, mereka adalah anggota gereja Katolik Roma. Mereka terbiasa dengan konsep gereja yang “universal.” Dan sampai matinya mereka, mereka tidak pernah menyangkali “percikan bayi” mereka yang menjadikan mereka anggota gereja Roma. Mereka tidak pernah mencari baptisan yang alkitabiah.
Kaum Baptis memiliki konsep bahwa gereja adalah lokal, bukan universal. Bahkan ekklesia yang universal adalah suatu kontradiksi istilah, karena ekklesia berarti assembly, atau perkumpulan, yang per definisi haruslah lokal. Kami percaya kepada gereja yang Visible dan Local. Para reformator, setelah keluar dari Katolik, harus mencari definisi gereja yang baru, sebab jelas gereja mereka tidaklah Visible dan Universal. Jadi, mereka menciptakan suatu konsep, yaitu gereja yang Universal dan Invisible. Intinya, mereka setuju dengan Katolik, bahwa gereja itu universal, tetapi menjadikannya invisible, sedangkan Katolik menjadikannya visible. Kami tidak setuju bahwa gereja itu universal. Ini adalah kata-kata yang sangat singkat untuk suatu topik yang sangat mendalam, yang berakar kepada apa itu hakekat ekklesia. Tempat dan waktu saya tidak memungkinkan penjelasan panjang lebar. Pembaca yang ingin tahu lebih lanjut, saya rujuk kepada http://bbccromwell. org/Seminary_Articles/Ye-are-Body-of-Christ.pdf
Tanggapan balik Budi Asali:
Anda menyebut Anabaptis sebagai gereja yang sejati. Hehehe. Dasarnya apa? Menurut saya itu gereja sesat, sekalipun saya tak tahu seluruh ajarannya. Tetapi jelas ada beberapa yang sesat, dan saya tahu karena Calvin sering membahasnya.
Mengapa gerangan para Reformator harus menggabungkan diri dengan gereja yang ajarannya jelas berbeda dengan mereka? Kalau di atas Suhento Liauw mau khotbah sendiri (atau anda katakan hanya orang-orang yang sealiran yang boleh khotbah), mengapa sekarang anda salahkan para Reformator yang tak mau gabung dengan Anabaptis, yang jelas-jelas beda aliran dengan mereka? Sangat tidak konsisten bukan? Anda sendiri, atau Suhento Liauw, mengapa mendirikan GBIA, dan tidak gabung dengan gereja-gereja yang sudah ada sebelum anda? Kalian boleh dirikan gereja sendiri, dan para Reformator tak boleh? Dengan otoritas apa anda melarang?
Saya pernah baca Anabaptis dianiaya, tetapi siapa yang melakukan? Zwingli? Dia sendiri? Saya kok tidak yakin, karena pada hari Reformasi tahun lalu (tahun 2011) saya membahas tentang Zwingli dan saya tak menjumpai hal itu. Dan kalau ada kesalahan dari siapapun, itu kesalahan oknum, tak bisa dipukul rata semua seperti itu! Kalau kalian memfitnah, seperti yang sudah saya buktikan, saya tak akan mengatakan semua gereja Baptis pemfitnah. Bahkan saya tak berani mengatakan seluruh jemaat kalian dan mahasiswa theologia kalian adalah pemfitnah!
Luther, Zwingli, Calvin keluar (atau dikeluarkan) dari Gereja Roma Katolik, jelas karena adanya pertentangan Theologia antara mereka dengan ajaran Gereja Roma Katolik. Tetapi kalau ada pertentangan theologia, bukan berarti bertentangan dalam segala hal. Misalnya doktrin Allah Tritunggal ataupun Kristologi, jelas sama. Gereja Roma Katolik tidak salah dalam hal itu. Demikian juga dalam hal baptisan. Mereka salah dalam hal-hal lain, seperti doktrin Alkitab, juga keselamatan karena iman dan perbuatan baik, dan adanya Paus, doktrin-doktrin tentang Maria dan sebagainya. Sekalipun banyak, tak bisa dikatakan bahwa mereka salah dalam segala hal! Jadi, para tokoh Reformasi, tentu harus memilah-milah, bukan membuang semua ajaran Gereja Roma Katolik, tetapi membuang hanya yang salah, dan mempertahankan yang benar. Mereka tidak secara membuta mengikuti baptisan percik, hanya karena pada saat bayi mereka dipercik. Buktinya mereka punya argumentasi-argumentasi yang mendukung baptisan percik, dan yang sudah saya gunakan untuk menghancurkan keharusan baptisan selam anda!
Itu menunjukkan mereka menyeleksi, membahas matang-matang yang mana yang harus diterima dan yang mana yang harus ditolak. Memang masih ada hal-hal di mana sukar membuang ajaran yang sudah begitu mendarah daging dalam diri mereka. Misalnya kalau dilihat dari 95 thesis Luther, kelihatannya ia masih percaya api penyucian. Jelas bahwa ajaran mereka tidak sempurna, termasuk Calvin. Tetapi bagi saya, Calvin / Calvinist / Calvinisme sudah merupakan yang terbaik dari semua yang tidak sempurna. Saya punya problem dengan ajaran Luther, tetapi kalau Luther (bukan Lutheran) dibandingkan kalian, saya pilih Luther!
Sekarang saya ingin bahas kata-kata anda ini: “Kaum Baptis memiliki konsep bahwa gereja adalah lokal, bukan universal. Bahkan ekklesia yang universal adalah suatu kontradiksi istilah, karena ekklesia berarti assembly, atau perkumpulan, yang per definisi haruslah lokal. Kami percaya kepada gereja yang Visible dan Local. Para reformator, setelah keluar dari Katolik, harus mencari definisi gereja yang baru, sebab jelas gereja mereka tidaklah Visible dan Universal. Jadi, mereka menciptakan suatu konsep, yaitu gereja yang Universal dan Invisible. Intinya, mereka setuju dengan Katolik, bahwa gereja itu universal, tetapi menjadikannya invisible, sedangkan Katolik menjadikannya visible. Kami tidak setuju bahwa gereja itu universal. Ini adalah kata-kata yang sangat singkat untuk suatu topik yang sangat mendalam, yang berakar kepada apa itu hakekat ekklesia.”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda dan jangan lupa mencantumkan nama dan kota.propinsi tempat anda berdomisili. Misalnya : Yutmen (Jogja)