Dalam tulisan ini saya ingin membahas
sebagian dari buku ‘Indahnya Pernikahan Kristen’ tulisan Pdt. Sutjipto
Subeno. Dalam bagian terakhir dari bukunya itu Pdt. Sutjipto Subeno membuat
suatu bab berjudul ‘Jodoh
ditakdirkan?’ (hal 129-135), dan inilah isi dari seluruh bab itu.
Jodoh ditakdirkan?
“Sering kali orang
berkomentar, ‘Kalau memang dia jodoh kamu, tidak perlu dikejar-kejar, nanti
datang sendiri.’ Betulkah pandangan seperti ini? Apa yang melatarbelakangi
pandangan ini?
Jika kita menelusuri lebih dalam,
maka pemahaman bahwa jodoh ada di tangan Tuhan sebenarnya adalah manifestasi
dari doktrin (pengajaran) tentang takdir. Pemahaman ini mengajarkan bahwa
seluruh tindakan manusia sudah ditakdirkan oleh Allah, dan apa yang telah
‘ditakdirkan’ itu tidak pernah bisa diubah oleh manusia. Dengan kata lain,
manusia bagaikan sebuah wayang, di mana Tuhan sebagai ‘dalang’-nya. Jadi ketika
kita hidup, setiap langkah kita sudah ditetapkan; kapan kita menikah, sudah
ditetapkan; dengan siapa kita menikah, juga sudah ditetapkan.
Berdasarkan pemikiran di atas,
maka diambil kesimpulan bahwa kita menikah atau tidak menikah, itu semua
merupakan takdir Allah yang tidak bisa ditolak. Jadi, jika kita tidak bisa
menikah dengan seseorang, maka itu merupakan takdir yang Allah tetapkan, dan
sebaliknya, jika Allah menentukan kita menikah dengan seseorang, maka orang itu
pun tidak bisa lari, dan pasti akan kembali kepada kita. Berdasarkan konsep
ini, muncullah kalimat ‘penghiburan’ di atas.
Pemahaman ini merupakan upaya
penghiburan di saat seseorang patah hati, tetapi di lain pihak pandangan
sedemikian bisa menyebabkan kemungkinan penyalahgunaan yang tidak tepat dan
mengakibatkan sifat pasif di dalam memilih teman hidup. Akibatnya, semuanya
akan ditanggapi secara skeptis.
Theologi Reformed dan takdir
Berkaitan dengan pemahaman di
atas, orang-orang yang salah mengerti dan tidak mempelajari doktrin Reformed
dengan tepat, menganggap bahwa doktrin Reformed mengajarkan konsep takdir ini.
Kesalah-pengertian doktrin kedaulatan Allah dan doktrin keselamatan, membuat
orang menyangka ajaran jodoh di tangan (baca: ditetapkan) Tuhan merupakan
ajaran Kristen, khususnya merupakan turunan dari konsep Reformed tentang
kedaulatan Allah.
Kalau demikian, maka
orang-orang Reformed diajarkan untuk secara pasif menerima pasangan hidupnya,
jika ternyata terjadi kesalahan, ataupun pernikahan yang tidak bahagia, maka
itu pun merupakan nasib yang harus diterima dari Tuhan.
Ajaran ini terkadang membuat
seorang pria berani mendatangi seorang gadis cantik dan berkata kepadanya,
‘Allah telah menetapkan saya harus menikah dengan kamu.’ Itu membuat sang gadis
terperangah dan takut, karena bukankah ini sudah ditetapkan oleh Allah? Tetapi
dalam hatinya, ia merasa tidak menyukai pria itu, karena ternyata karakter dan
kehidupan pria itu begitu tidak cocok dengan dirinya. Di sini sebenarnya gadis
itu sudah ‘dijebak’ oleh pria tadi, karena memang tidaklah demikian adanya.
Gadis yang didatangi pria yang berkata seperti itu dapat membalas, ‘Allah
justru menetapkan agar saya tidak dekat-dekat denganmu apalagi menikah dengan
kamu.’ Ini sekadar untuk mematahkan pola theologisnya yang tidak sesuai dengan
Alkitab. Kita tidak boleh sembarang mengatakan ‘Allah menetapkan ...’ karena
penetapan Allah adalah sesuatu yang terjadi di dalam kekekalan.
Kesalahan konsep ini semakin
nyata jika suatu saat terjadi perceraian. Seorang bisa dengan ringan dan
sembrono mengatakan bahwa perceraian itu juga terjadi karena kehendak Tuhan,
karena kalau Tuhan tidak menghendaki, ia tidak mungkin bisa bercerai. Padahal
konsep ini jelas bertentangan dengan konsep Alkitab. Kalau dia menikah lagi
dengan gadis lain, maka kembali ia mengatakan bahwa itupun sudah suratan
takdir, atau istilah Kristen yang lebih populer adalah ‘sudah merupakan
penetapan Allah’ yang tidak bisa diganggu-gugat. Kalau Allah tidak menetapkan,
bagaimana mungkin ia bisa menikah lagi? Padahal jelas bagi iman Kristen,
tindakan ini adalah tindakan perzinahan yang harus dihukum, karena Alkitab
menyatakan bahwa menikah lagi yang bukan karena cerai meninggal adalah
perbuatan zinah (Matius 5:32; Matius 19:9; Markus 10:12; Lukas 16:18).
Termasuk, jika seseorang menganggap semua urusan pernikahan adalah ketetapan
kekal Allah yang tidak bisa tidak harus terjadi, maka ketika seseorang
berselingkuh, juga bisa dianggap bahwa perselingkuhan itu pun adalah ketetapan
Allah yang tidak bisa ia tolak, sehingga ia harus melakukan perselingkuhan itu
sebagai takdir atau penetapan Allah. Jelas pikiran dan ajaran seperti ini
adalah ajaran sesat yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan, dan juga bukan
diajarkan dalam Theologi Reformed.
Ekposisi: Kejadian 24:44
Ketika dinyatakan salah, para
penganut ‘takdir pasangan hidup’ sering mengajukan ayat favorit untuk mendukung
argumen mereka, yaitu dari Kejadian 24:44, yang mengatakan ‘dan ia menjawab:
Minumlah dan untuk unta-untamu juga akan kutimba air, dialah kiranya isteri,
yang telah Tuhan tentukan bagi anak tuanku itu’ [NIV: and if she says
to me, Drink and I’ll draw water for your camels too, let her be the one the
Lord has chosen (pilihkan) for my master’s son]. Istilah ‘ditentukan’ atau
‘dipilih’ inilah yang menjadi masalah. Ketika seseorang mencoba melakukan
penafsiran dengan menggunakan bahasa turunan, di mana sudah terjadi distorsi
pengertian dan keterbatasan penerjemahan, sangat rawan terjadi kesalahan arti.
Untuk itu kita tidak boleh mengandalkan satu kata seperti istilah ini, untuk
mengerti suatu konsep, kecuali didukung oleh suatu eksegesis yang kuat dan
ketat sekali. Istilah ini berasal dari padanan kata x:ykiîho-rv,a] (asher-hokiah), yang
terdiri dari kata rv,a] (asher)
dan hkY (yakach). Seluruh
pengertian dari kedua kata ini perlu kita lihat, karena jika kita mengerti
semua pengertiannya, kita baru mengerti mengapa di NIV digunakan kata
‘memilih,’ sedangkan di LAI menggunakan kata: ‘menentukan.’ Kata asher
ini berupa partikel relatif, artinya secara umum adalah: ‘karena,’ ‘jika,’ ‘dia
(whom),’ yang ketika dirangkai dengan kata hokiah menjadi
gabungan dengan pengertian: ‘melangkah’ atau ‘memimpin’ atau ‘mengarah kepada;’
juga bisa diartikan ‘mengarah’ atau ‘memiliki kemujuran.’ Kata hokiah
(yakach), bentuk hiphil perfek maskulin ketiga singular, memiliki arti: (1)
membicarakan atau mendiskusikan bersama; (2) muncul atau terlihat sebagai suatu
yang benar; (3) terindikasi benar; (4) ditetapkan, ditunjukkan; (5) memberikan
penilaian / penghakiman. KJV/NKJV menggunakan ‘appointed’ yang berarti
‘diarahkan’ atau ‘ditujukan.’ Di sini gabungan kedua kata ini memberikan
gambaran pengarahan bagi seseorang. Jadi penggabungan dua kata ini, memang
memiliki sifat yang paling keras, yang dapat diterjemahkan sebagai ‘ditentukan.’
Tetapi juga bisa dikatakan diarahkan kepada yang benar. Atau seperti NIV
menerjemahkan sebagai Tuhan memilihkan, memberikan penilaian atau penghakiman-Nya.
Tetapi yang pasti: Tidak satu pun dari pengertian kata ini, berarti Allah
telah menentukan jodoh bagi Ishak. Konsep ini sama sekali tidak menyentuh
suatu pengertian takdir yang telah ditetapkan Allah di dalam kekekalan, tetapi
lebih kepada pengertian: setelah melihat dari sekian banyak pilihan, kemudian
kita ditentukan untuk mengambil satu di antaranya. Hal ini sejajar dan sangat
sinkron dengan pergumulan hamba Abraham (diduga Eliezer dari Damaskus), bahwa
ia sungguh-sungguh meminta Tuhan memberikan hikmat kepadanya untuk mengerti
siapa gadis yang paling tepat bagi tuannya (ayat 14)1, dan ayat 44
merupakan kesimpulan dari hasil pergumulannya. Di situ sama sekali ia tidak
memikirkan bahwa Ribka adalah gadis yang sudah ‘dipredestinasikan’ untuk Ishak,
tetapi benar merupakan hasil pergumulannya bersama Tuhan, berdasarkan pimpinan
Tuhan, untuk mendapat orang yang tepat sesuai kehendak Tuhan.
Di bagian bawah hal 134 ada
catatan kaki sebagai berikut:
1
‘Maka dengan begitu akan kuketahui, bahwa Engkau telah menunjukkan kasih
setia-Mu kepada tuanku itu.’ (ayat 14b). Dan ini yang diproklamasikan secara
nyata oleh hamba Abraham itu: ‘Terpujilah TUHAN, Allah tuanku Abraham, yang
tidak menarik kembali kasih-Nya dan setia-Nya dari tuanku itu; dan TUHAN telah
menuntun aku di jalan ke rumah saudara-saudara tuanku ini!’ (ayat 27).
Kesimpulan
Berdasarkan dari apa yang
dipelajari di atas, kita harus menggabungkan dua hal penting untuk mengerti
pasangan hidup kita, yaitu (1) kita perlu bergumul dan melihat kriteria yang
tepat tentang siapa pasangan hidup kita, mencarinya di tempat yang tepat.
Dengan demikian barulah kita menemukan pasangan hidup yang sepadan dengan kita,
dan (2) kita harus meminta pimpinan Tuhan, karena kita tidak mampu melihat dan
mengarahkan diri dengan tepat. Kita perlu bergumul bersama Tuhan, sehingga
tidak mengambil keputusan yang salah. Terkadang kita kurang bijak dan kurang
cermat untuk mengerti orang lain, sehingga mudah sekali kita tertipu. Tanpa
kita bersandar dan bergantung pada pimpinan Tuhan, perjalanan kita tidak akan
berhasil.” - ‘Indahnya Pernikahan Kristen’, hal 129-135.
Tanggapan Pdt. Budi Asali, M. Div.
I. BERKENAAN DENGAN JODOH ADA DI TANGAN TUHAN ATAU TIDAK, DAN PENEN-TUAN DOSA /
SEGALA SESUATU.
Pdt.
Sutjipto Subeno mendustai para pembacanya tentang beberapa hal:
1) Ajaran Arminiannya ia katakan sebagai ajaran
Reformed, dan ajaran Reformed yang sebenarnya ia katakan sebagai
tidak Alkitabiah dan bahkan sesat!
Saya
kutip ulang bagian-bagian tertentu dari bukunya yang sedang saya bahas.
Pdt.
Sutjipto Subeno:
“Theologi Reformed dan takdir
Berkaitan
dengan pemahaman di atas, orang-orang yang salah
mengerti dan tidak mempelajari doktrin Reformed dengan tepat, menganggap
bahwa doktrin Reformed mengajarkan konsep takdir ini. Kesalah-pengertian
doktrin kedaulatan Allah dan doktrin keselamatan, membuat orang menyangka
ajaran jodoh di tangan (baca: ditetapkan) Tuhan merupakan ajaran Kristen,
khususnya merupakan turunan dari konsep Reformed tentang kedaulatan Allah.
... Jelas pikiran dan ajaran seperti ini adalah ajaran sesat yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan, dan juga bukan diajarkan dalam Theologi Reformed.” -
‘Indahnya Pernikahan Kristen’, hal 130,132.
Saya
tantang Pdt. Sutjipto Subeno untuk membuktikan, ahli theologia Reformed mana yang
tidak mempercayai bahwa Allah menentukan segala sesuatu (berarti juga tentang
jodoh, perceraian dsb), termasuk dosa (berarti termasuk perzinahan, perceraian
dsb)?
Di
bawah saya akan membuktikan dengan memberikan banyak sekali kutipan yang
menunjukkan sebaliknya dari apa yang Pdt. Sutjipto Subeno katakan!
Ajaran
bahwa Allah menentukan segala sesuatu itu dipercaya oleh banyak (sebetulnya
semua, tanpa kecuali) ahli-ahli theologia Reformed, termasuk Calvin sendiri.
Jadi menurut Pdt. Sutjipto Subeno, semua ahli theologia Reformed, dan juga
Calvin sendiri, adalah orang-orang sesat dan tidak Alkitabiah?
Betul-betul omongan kurang ajar
dari seorang ‘Reformed gadungan’ yang mengaku sebagai ‘Reformed’, dan menyebut
gerejanya sebagai ‘Reformed Injili’!
just_ordinary_believer says :
BalasHapus.. critical review p budi terhadap tulisan sucipto subeno ini bisa menjadi permulaan pembahasan serius tentang doktrin reformed-stephentong, sebab jika seseorang pernah pelajari secara serius sejarah teologi reformed maka pasti ia akan terheran2 dengan klaim sttong yang mengaku sebagai penerus dan pembela setia historic-reformed position padahal sebenarnya teologi sttong adalah deviasi yang sangat serius dari doktrin predestinasi kitab suci ..
Ya benar sekali, tapi semoga mereka memiliki kerendahan hati untuk itu.
Hapus