Esra Alfred Soru
Selama mengasuh Program Tanya Jawab Iman Kristen “KUTAHU YANG KUPERCAYA”, baik saat masih disiarkan di Radio Madika maupun juga saat ini di RRI (Programa 2), saya telah menerima begitu banyak pertanyaan seputar peristiwa Natal. Walaupun pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah saya jawab melalui siaran radio, namun demi penjangkauan yang lebih luas, saya memandang perlu untuk menjawabnya secara tertulis agar dapat menjadi pengetahuan bagi lebih banyak orang Kristen terutama berkaitan dengan momen Natal yang ada di depan kita sekalian. Lewat tulisan ini saya akan menjawab sejumlah pertanyaan seputar peristiwa Natal.
Jawab : Kata “Natal” berasal dari bahasa Latin yang artinya adalah “hari kelahiran”. Itulah sebabnya hari ulang tahun sebuah organisasi/lembaga sering disebut sebagai “Dies Natalis”. Jadi setiap hari kelahiran dapat disebut sebagai hari Natal. Itu berarti bahwa semua orang mempunyai hari Natalnya sendiri-sendiri. Jika anda lahir pada tanggal 12 April maka Natal anda adalah 12 April. Jika anda lahir 8 Agustus maka Natal anda adalah 8 Agustus. Kata tersebut akhirnya mengalami penyempitan makna sehingga saat ini jika kita mendengar atau menyebut kata “Natal” biasanya dikaitkan dengan hari kelahiran dari Yesus Kristus.
Jawab : Kapan sebenarnya Yesus dilahirkan? Apakah Ia memang dilahirkan tanggal 25 Desember? Jawabannya adalah Tidak! Tidak ada satu sumber pun yang mengacu pada tanggal tersebut. Kalau kita membaca Alkitab dengan seksama maka kita mempunyai satu acuan yang baik yakni dalam Luk 2:8 : “Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam”. Jadi waktu Yesus dilahirkan bertepatan dengan saatnya para gembala tinggal di padang untuk menjaga kawanan ternak. Dari fakta ini rasanya sulit untuk mengatakan bahwa kelahiran Kristus terjadi pada bulan Desember. Mengapa? Karena bulan Desember adalah musim dingin di Israel. (Catatan : Israel terletak pada garis lintang yang sejajar dengan Jepang dan Korea Selatan). Herlianto dalam website Yayasan Bina Awam (www.yabina.org) berkata :
“Kelihatannya bulan dan tanggal itu (25 Desember) tidak tepat, soalnya pada bulan Desember – Januari, di Palestina, iklimnya cukup dingin dengan beberapa tempat bersalju, sehingga agaknya tidak mungkin ada bintang terang di langit dan para gembala bisa berada di padang Efrata dalam keadaan musim demikian (Luk.2:8), demikian juga tentunya kaisar Agustus tidak akan mengeluarkan kebijakan sensus dan menyuruh penduduk Yudea melakukan perjalanan jauh dalam suasana dingin yang mencekam sehingga Maria yang hamil mesti melakukannya”.
Dengan demikian Yesus tidak mungkin lahir pada bulan Desember. Klemens dari Alexandria juga pernah mengatakan bahwa Yesus dilahirkan pada tanggal 25 Pachon (20 Mei) namun ini juga bukan suatu kepastian. Lalu bulan apa? Kita memiliki data lain dari Alkitab yakni waktu ketika Zakharia masuk ke Bait Allah dan bertugas di sana. Waktu itu berkisar bulan Siwan (Mei – Juni) dan dengan memperhitungkan lama kandungan Elizabeth dan Maria, maka diperkirakan kelahiran Yesus terjadi pada sekitar Hari Raya Pondok Daun yakni di bulan Tishri (September – Oktober). Bulan ini sepertinya lebih dapat diterima daripada bulan Desember meskipun ini bukanlah suatu kepastian.
Kalau memang waktu kelahiran Yesus bukanlah di bulan Desember, lalu mengapa atau darimana munculnya tradisi Natal yang dirayakan tanggal 25 Desember ini? Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Christmas’mengatakan :
“Alasan mengapa Natal sampai dirayakan pada tanggal 25 Desember tetap tidak pasti, tetapi paling mungkin alasannya adalah bahwa orang-orang Kristen mula-mula ingin tanggal itu bertepatan dengan hari raya kafir Romawi yang menandai ‘hari lahir dari matahari yang tak terkalahkan’ ...; hari raya ini merayakan titik balik matahari pada musim dingin, di mana siang hari kembali memanjang dan matahari mulai naik lebih tinggi di langit. Jadi, kebiasaan yang bersifat tradisionil yang berhubungan dengan Natal telah berkembang dari beberapa sumber sebagai suatu akibat dari bertepatannya perayaan kelahiran Kristus dengan perayaan kafir yang berhubungan dengan pertanian dan matahari pada pertengahan musim dingin. ... Tanggal 25 Desember juga dianggap sebagai hari kelahiran dari dewa misterius bangsa Iran, yang bernama Mithra, sang Surya Kebenaran”.
Lalu kalau begitu apakah perayaan Natal ini berbau kekafiran seperti dituduhkan oleh beberapa golongan belakangan ini? (Catatan : Beberapa gereja menolak merayakan Natal karena beranggapan bahwa Natal bersumber dari tradisi kafir). Tentu saja tidak! Harus diingat bahwa perayaan Natal yang bertepatan dengan perayaan kafir itu bukan berarti bahwa umat Kristen waktu itu menyembah dewa-dewa kafir. Sebaliknya justru mereka ingin menjauhkan diri dari kekafiran. Perhatikan kata-kata Herlianto :
“Pada tahun 274, di Roma dimulai perayaan hari kelahiran matahari pada tanggal 25 Desember sebagai penutup festival saturnalia (17-24 Desember) karena diakhir musim salju matahari mulai menampakkan sinarnya pada hari itu. Menghadapi perayaan kafir itu, umat Kristen umumnya meninggalkannya dan tidak lagi mengikuti upacara itu, namun dengan adanya kristenisasi masal di masa Konstantin, banyak orang Kristen Roma masih merayakannya sekalipun sudah mengikuti agama Kristen. Kenyataan ini mendorong pimpinan gereja di Roma mengganti hari perayaan ‘kelahiran matahari’ itu menjadi perayaan ‘kelahiran Matahari Kebenaran’ dengan maksud mengalihkan umat Kristen dari ibadat kafir pada tanggal itu dan kemudian menggantinya menjadi perayaan ‘Natal.’ Pada tahun 336, perayaan Natal mulai dirayakan tanggal 25 Desember sebagai pengganti tanggal 6 Januari. Ketentuan ini diresmikan kaisar Konstantin yang saat itu dijadikan lambang raja Kristen. Perayaan Natal kemudian dirayakan di Anthiokia (375), Konstantinopel (380), dan Alexandria (430), kemudian menyebar ke tempat-tempat lain”. (www.yabina.org).
Herlianto melanjutkan :
“Dari kenyataan sejarah tersebut kita mengetahui bahwa Natal bukanlah perayaan dewa matahari, namun usaha pimpinan gereja untuk mengalihkan umat Roma dari dewa matahari kepada Tuhan Yesus Kristus dengan cara menggeser tanggal 6 Januari menjadi 25 Desember, dengan maksud agar umat Kristen tidak lagi mengikuti upacara kekafiran Romawi. Masa kini umat Kristen tidak ada yang mengkaitkan hari Natal dengan hari dewa matahari, dan tanggal 25 Desember pun tidak lagi mengikat, sebab setidaknya umat Kristen secara umum merayakan hari Natal pada salah satu hari di bulan Desember sampai Januari demi keseragaman.
Karenanya Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘from church year Christmas’ menulis :
“...hari raya tentang kelahiran Kristus, hari lahir dari ‘surya kebenaran’ (Mal 4:2) ditetapkan di Roma, atau mungkin di Afrika Utara, sebagai suatu saingan Kristen terhadap hari raya kafir dari surya yang tak terkalahkan pada titik balik matahari. ...”
Demikianlah asal usul perayaan Natal pada tanggal 25 Desember tersebut.
Jawab : Jika memang tanggal kelahiran Yesus tidak pasti, apakah itu sebagai bukti bahwa Allah tidak menghendaki kita merayakan Natal seperti ang dikatakan kaum anti Natal? Menurut saya tidak! Kita memang tidak tahu kapan persisnya Yesus dilahirkan. Tidak ada orang yang tahu dengan pasti tanggal dan bulan kelahiran Kristus, dan mungkin bahkan tahun kelahiran-Nya. Tetapi itu belum bisa dijadikan suatu bukti bahwa Ia tidak menghendaki kita merayakan/memperingati kelahiran Kristus tersebut. Memang kadang-kadang Allah mengatur sesuatu supaya tidak diketahui oleh manusia, dan Ia melakukan ini karena Ia tidak menghendaki manusia untuk berurusan dengan hal itu. Misalnya dalam persoalan kubur dari Musa. Ini sengaja disembunyikan, karena mungkin Allah tahu bahwa seandainya bangsa Israel tahu tempat itu, mereka mungkin akan melakukan penyembahan terhadapnya. Tetapi tidak selalu seperti itu. Dalam PL Allah memperkenalkan nama-Nya kepada Musa (Kel 3:14-15), dan ini jelas menunjukkan bahwa pada saat itu Allah menghendaki orang-orang Israel untuk menggunakan nama itu asal tidak dengan sembarangan. Tetapi Allah mengatur sehingga zaman sekarang tidak ada orang yang tahu bagaimana mengucapkan nama Allah tersebut. Akibatnya, zaman sekarang orang Kristen menyebut-Nya sebagai TUHAN, LORD, YEHOVAH, YAHWEH, dsb, yang merupakan sebutan-sebutan yang belum tentu benar. Sebenarnya, tanpa dijelaskanpun, ‘fakta sudah berbicara sendiri’ bahwa Natal memang tidak terjadi pada tanggal 25 Desember. Fakta zaman sekarang di mana banyak orang sudah merayakan Natal pada awal Desember, dan ada orang-orang yang masih merayakan Natal pada bulan Januari dan bahkan Februari, sudah menunjukkan kepada siapapun yang tidak membutakan dirinya, bahwa Kristus tidak dilahirkan pada tanggal 25 Desember, dan bahwa kita tidak mengetahui tanggal kelahiran-Nya. Tetapi kalau itu dirasa kurang cukup, maka dalam merayakannya, kita bisa menjelaskan hal itu kepada jemaat dan khususnya anak-anak Sekolah Minggu, bahwa itu sebetulnya bukan tanggal kelahiran yang sebenarnya, dan dengan demikian kita bukan mendustai orang sebagaimana tuduhan Brian Schwertley salah seorang yang anti Natal. Kita mungkin sering mendengar tentang orang kuno yang tidak mengetahui tanggal kelahirannya sendiri, dan karena itu keluarganya menciptakan tanggal kelahiran baginya, dan merayakannya setiap tahun pada tanggal tersebut. Apakah ini merupakan dusta? Mengapa keluarga tersebut tetap merayakan hari ulang tahun dari orang itu padahal mereka tidak mengetahui tanggal sebenarnya? Saya kira, karena kecintaan mereka terhadap orang itu, sehingga mereka ingin menunjukkan kasih yang khusus terhadap orang itu sedikitnya satu kali setahun. Hal ini tidak terlalu berbeda dengan Natal! Yang penting bukan saat kelahiran Kristus, tetapi fakta bahwa Ia sudah lahir untuk kita. Kita ingin membalas kasih-Nya sedikitnya sekali setahun, dengan merayakan hari kelahiran-Nya, pada hari yang kita sendiri tentukan. Luk 1:13-14 mengatakan : Tetapi malaikat itu berkata kepadanya: "Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes. Engkau akan bersukacita dan bergembira, bahkan banyak orang akan bersukacita atas kelahirannya itu. Jika banyak orang bisa bersukacita atas kelahiran Yohanes Pembaptis yang hanyalah seorang utusan, mengapa tidak kita bersukacita atas kelahiran Dia yang dibicarakan dan disaksikan Yohanes yang olehnya Yohanes berkata membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak?
Jawab : Tentang Yesus tidak dilahirkan 25 Desember (telah dijelaskan di atas). Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa pembunuhan anak-anak oleh Herodes dan kelahiran Yesus tidak terjadi pada waktu yang sama. Dasarnya adalah :
(1) Herodes menyuruh membunuh anak-anak di bawah 2 tahun. Artinya, dalam perhitungan Herodes, Yesus sudah dilahirkan sekitar 2 tahun yang lalu. Jika waktunya bertepatan pasti Herodes akan menyuruh membunuh anak-anak yang berumur 1 atau 2 hari bukan 2 tahun.
(2) Sebelum membunuh anak-anak itu, Herodes mendapat informasi kelahiran Yesus dari para Majus sedangkan para Majus sendiri bertemu dengan Yesus bukan pada hari Yesus dilahirkan tetapi sudah lewat mungkin beberapa bulan bahkan mungkin 1 tahun. Ini nampak dari Mat 2:11 yang berkata : Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Mengapa di rumah dan bukan di kandang? Jika mereka menjumpai Yesus pada hari di mana Ia dilahirkan, tentunya mereka akan menemukan Dia dalam kandang seperti yang dialami para gembala. Mereka bertemu di Yesus di rumah sebagai bukti bahwa mereka tidak bertemu Yesus pada hari di mana Ia dilahirkan tetapi sudah lewat beberapa saat karena tentu Yusuf dan maria tidak tetap tinggal di kandang. Mereka harus pindah ke rumah. Selain itu dari segi bahasa, Mat 2:11 berkata : Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu..” Kata ”Anak” di sini memakai bahasa Yunani ”Paidion” yang berarti ”the young child” (KJV, ASV, BBE), ”the child” (DRB, ESV, CEV) atau ”The little child” (Darby). Jadi sepertinya kata itu menunjuk pada anak yang sudah cukup besar (1-5 tahun). Ini jelas berbeda dengan yang dijumpai oleh para gembala. Luk 2:16 : ”Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi (bukan anak/child) itu, yang sedang berbaring di dalam palungan”. Kata ”bayi” di sini memakai bahasa Yunani ”brephos” (bukan paidion) yang oleh ALT, ESV, ISV diterjemahkan sebagai ”baby”, oleh KJV, Bishops, LITV diterjemahkan sebagai ”Babe” dan oleh Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari diterjemahkan sebagai ”bayi” yang jelas menunjuk pada anak yang baru lahir.
Itu berarti bahwa para Majus tidak tidak menjumpai Yesus pada saat Yesus dilahirkan. Dan dengan demikian maka jelas Herodes yang membunuh anak-anak setelah mendengar informasi dari para Majus tidak membunuh mereka tepat pada hari kelahiran Yesus. Maka kita yang merayakan hari kelahiran Kristus tidak dapat dianggap juga merayakan kematian bayi-bayi itu karena harinya berbeda. Tetapi andaikata itu terjadi pada saat yang sama pun, bagi saya yang kita rayakan adalah hari kelahiran Kristusnya bukan merayakan kematian anak-anak itu. Saya berikan contoh untuk memperjelasnya. Tanggal 25 Desember beberapa tahun yang lalu, saat orang Kristen merayakan Natal, terjadilah tsunami di aceh. Apakah itu berarti bahwa kita merayakan hari kelahiran Kristus dan juga merayakan tsunami? Tentu tidak! Kita bersedih dan berduka karena tsunami tetapi sukacita dalam natal tidak boleh dianggap bersukacita juga atas para korban tsunami. Jadi andaikata peristiwa kelahiran Kristus dan pembunuhan anak-anak terjadi pada hari yang sama, tetap tidak bisa dianggap kita merayakan kematian anak-anak itu. Apalagi kalau harinya memang beda.
Jawab : Mat 2:1 mengatakan bahwa : Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes, datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem”. Dari ayat ini jelas bahwa Alkitab tidak mengatakan jumlah dari orang majus itu. Tetapi dari penggunaan bentuk jamak “orang-orang majus” berarti jumlah mereka lebih dari satu. Banyak orang menafsirkan jumlah orang-orang majus ini 3 orang berdasarkan jumlah persembahan (mas, mur dan kemenyan) tetapi jelas jumlah persembahan tidak menentukan jumlah pemberi. Apakah jika di suatu tempat kedukaan terpampang 1 buah krans bunga saja dari sebuah instansi membuktikan bahwa instansi itu hanya terdiri dari 1 orang? Jelas tidak bukan? Apakah 10 orang tidak bisa bersama-sama memberikan 1 buah persembahan? Apakah 100 orang tidak bisa memberikan 10 buah persembahan secara bersama-sama? Jadi jumlah pemberian tidak membuktikan jumlah pemberi. Karena itu mas, mur dan kemenyan tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa jumlah orang majus yang mencari Yesus adalah 3 orang. Dari banyak sumber dapat diketahui bahwa orang majus ini berjalan berkelompok dengan jumlah anggota antara 3-12 orang. Karena Alkitab tidak memberitahu kita berapa jumlah mereka maka kita tidak tahu. Mungkinkah mereka berjumlah 3 orang? Mungkin saja tetapi tidak ada kepastian.
Jawab : Saya pun tidak tahu siapa nama mereka karena memang Alkitab tidak memberitahu hal itu. Lalu mengapa Alkitab tidak memberitahukan nama mereka, saya juga tidak tahu. Memang ada tradisi-tradisi tertentu yang menyebutkan nama-nama mereka. Tradisi abad 6 mengatakan bahwa ada 3 orang Majus dan nama mereka adalah Bithisarea, Melichior, dan Gathaspa. Tradisi Armenia abad 14 mengatakan bahwa ketiga orang Majus itu adalah 3 orang raja, masing-masing bernama Gasper (raja Arab), Melkhior (raja Persia) dan Balthazar (raja India). Tetapi ini hanya tradisi. Alkitab tidak mengatakan siapa nama-nama mereka. Jadi jawaban paling aman adalah ”Tidak tahu!” Bersambung….
Selama mengasuh Program Tanya Jawab Iman Kristen “KUTAHU YANG KUPERCAYA”, baik saat masih disiarkan di Radio Madika maupun juga saat ini di RRI (Programa 2), saya telah menerima begitu banyak pertanyaan seputar peristiwa Natal. Walaupun pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah saya jawab melalui siaran radio, namun demi penjangkauan yang lebih luas, saya memandang perlu untuk menjawabnya secara tertulis agar dapat menjadi pengetahuan bagi lebih banyak orang Kristen terutama berkaitan dengan momen Natal yang ada di depan kita sekalian. Lewat tulisan ini saya akan menjawab sejumlah pertanyaan seputar peristiwa Natal.
Pertanyaan 1 : Darimana asal kata “Natal”? Dan apa arti kata tersebut?
Jawab : Kata “Natal” berasal dari bahasa Latin yang artinya adalah “hari kelahiran”. Itulah sebabnya hari ulang tahun sebuah organisasi/lembaga sering disebut sebagai “Dies Natalis”. Jadi setiap hari kelahiran dapat disebut sebagai hari Natal. Itu berarti bahwa semua orang mempunyai hari Natalnya sendiri-sendiri. Jika anda lahir pada tanggal 12 April maka Natal anda adalah 12 April. Jika anda lahir 8 Agustus maka Natal anda adalah 8 Agustus. Kata tersebut akhirnya mengalami penyempitan makna sehingga saat ini jika kita mendengar atau menyebut kata “Natal” biasanya dikaitkan dengan hari kelahiran dari Yesus Kristus.
Pertanyaan 2 : Kapan sebenarnya Yesus dilahirkan? Benarkah Ia dilahirkan tanggal 25 Desember?
Jawab : Kapan sebenarnya Yesus dilahirkan? Apakah Ia memang dilahirkan tanggal 25 Desember? Jawabannya adalah Tidak! Tidak ada satu sumber pun yang mengacu pada tanggal tersebut. Kalau kita membaca Alkitab dengan seksama maka kita mempunyai satu acuan yang baik yakni dalam Luk 2:8 : “Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam”. Jadi waktu Yesus dilahirkan bertepatan dengan saatnya para gembala tinggal di padang untuk menjaga kawanan ternak. Dari fakta ini rasanya sulit untuk mengatakan bahwa kelahiran Kristus terjadi pada bulan Desember. Mengapa? Karena bulan Desember adalah musim dingin di Israel. (Catatan : Israel terletak pada garis lintang yang sejajar dengan Jepang dan Korea Selatan). Herlianto dalam website Yayasan Bina Awam (www.yabina.org) berkata :
“Kelihatannya bulan dan tanggal itu (25 Desember) tidak tepat, soalnya pada bulan Desember – Januari, di Palestina, iklimnya cukup dingin dengan beberapa tempat bersalju, sehingga agaknya tidak mungkin ada bintang terang di langit dan para gembala bisa berada di padang Efrata dalam keadaan musim demikian (Luk.2:8), demikian juga tentunya kaisar Agustus tidak akan mengeluarkan kebijakan sensus dan menyuruh penduduk Yudea melakukan perjalanan jauh dalam suasana dingin yang mencekam sehingga Maria yang hamil mesti melakukannya”.
Dengan demikian Yesus tidak mungkin lahir pada bulan Desember. Klemens dari Alexandria juga pernah mengatakan bahwa Yesus dilahirkan pada tanggal 25 Pachon (20 Mei) namun ini juga bukan suatu kepastian. Lalu bulan apa? Kita memiliki data lain dari Alkitab yakni waktu ketika Zakharia masuk ke Bait Allah dan bertugas di sana. Waktu itu berkisar bulan Siwan (Mei – Juni) dan dengan memperhitungkan lama kandungan Elizabeth dan Maria, maka diperkirakan kelahiran Yesus terjadi pada sekitar Hari Raya Pondok Daun yakni di bulan Tishri (September – Oktober). Bulan ini sepertinya lebih dapat diterima daripada bulan Desember meskipun ini bukanlah suatu kepastian.
Kalau memang waktu kelahiran Yesus bukanlah di bulan Desember, lalu mengapa atau darimana munculnya tradisi Natal yang dirayakan tanggal 25 Desember ini? Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Christmas’mengatakan :
“Alasan mengapa Natal sampai dirayakan pada tanggal 25 Desember tetap tidak pasti, tetapi paling mungkin alasannya adalah bahwa orang-orang Kristen mula-mula ingin tanggal itu bertepatan dengan hari raya kafir Romawi yang menandai ‘hari lahir dari matahari yang tak terkalahkan’ ...; hari raya ini merayakan titik balik matahari pada musim dingin, di mana siang hari kembali memanjang dan matahari mulai naik lebih tinggi di langit. Jadi, kebiasaan yang bersifat tradisionil yang berhubungan dengan Natal telah berkembang dari beberapa sumber sebagai suatu akibat dari bertepatannya perayaan kelahiran Kristus dengan perayaan kafir yang berhubungan dengan pertanian dan matahari pada pertengahan musim dingin. ... Tanggal 25 Desember juga dianggap sebagai hari kelahiran dari dewa misterius bangsa Iran, yang bernama Mithra, sang Surya Kebenaran”.
Lalu kalau begitu apakah perayaan Natal ini berbau kekafiran seperti dituduhkan oleh beberapa golongan belakangan ini? (Catatan : Beberapa gereja menolak merayakan Natal karena beranggapan bahwa Natal bersumber dari tradisi kafir). Tentu saja tidak! Harus diingat bahwa perayaan Natal yang bertepatan dengan perayaan kafir itu bukan berarti bahwa umat Kristen waktu itu menyembah dewa-dewa kafir. Sebaliknya justru mereka ingin menjauhkan diri dari kekafiran. Perhatikan kata-kata Herlianto :
“Pada tahun 274, di Roma dimulai perayaan hari kelahiran matahari pada tanggal 25 Desember sebagai penutup festival saturnalia (17-24 Desember) karena diakhir musim salju matahari mulai menampakkan sinarnya pada hari itu. Menghadapi perayaan kafir itu, umat Kristen umumnya meninggalkannya dan tidak lagi mengikuti upacara itu, namun dengan adanya kristenisasi masal di masa Konstantin, banyak orang Kristen Roma masih merayakannya sekalipun sudah mengikuti agama Kristen. Kenyataan ini mendorong pimpinan gereja di Roma mengganti hari perayaan ‘kelahiran matahari’ itu menjadi perayaan ‘kelahiran Matahari Kebenaran’ dengan maksud mengalihkan umat Kristen dari ibadat kafir pada tanggal itu dan kemudian menggantinya menjadi perayaan ‘Natal.’ Pada tahun 336, perayaan Natal mulai dirayakan tanggal 25 Desember sebagai pengganti tanggal 6 Januari. Ketentuan ini diresmikan kaisar Konstantin yang saat itu dijadikan lambang raja Kristen. Perayaan Natal kemudian dirayakan di Anthiokia (375), Konstantinopel (380), dan Alexandria (430), kemudian menyebar ke tempat-tempat lain”. (www.yabina.org).
Herlianto melanjutkan :
“Dari kenyataan sejarah tersebut kita mengetahui bahwa Natal bukanlah perayaan dewa matahari, namun usaha pimpinan gereja untuk mengalihkan umat Roma dari dewa matahari kepada Tuhan Yesus Kristus dengan cara menggeser tanggal 6 Januari menjadi 25 Desember, dengan maksud agar umat Kristen tidak lagi mengikuti upacara kekafiran Romawi. Masa kini umat Kristen tidak ada yang mengkaitkan hari Natal dengan hari dewa matahari, dan tanggal 25 Desember pun tidak lagi mengikat, sebab setidaknya umat Kristen secara umum merayakan hari Natal pada salah satu hari di bulan Desember sampai Januari demi keseragaman.
Karenanya Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘from church year Christmas’ menulis :
“...hari raya tentang kelahiran Kristus, hari lahir dari ‘surya kebenaran’ (Mal 4:2) ditetapkan di Roma, atau mungkin di Afrika Utara, sebagai suatu saingan Kristen terhadap hari raya kafir dari surya yang tak terkalahkan pada titik balik matahari. ...”
Demikianlah asal usul perayaan Natal pada tanggal 25 Desember tersebut.
Pertanyaan 3 : Tanggal kelahiran Yesus tidaklah pasti. Apa itu tidak berarti bahwa Allah memang tidak menghendaki kita merayakan Natal?
Jawab : Jika memang tanggal kelahiran Yesus tidak pasti, apakah itu sebagai bukti bahwa Allah tidak menghendaki kita merayakan Natal seperti ang dikatakan kaum anti Natal? Menurut saya tidak! Kita memang tidak tahu kapan persisnya Yesus dilahirkan. Tidak ada orang yang tahu dengan pasti tanggal dan bulan kelahiran Kristus, dan mungkin bahkan tahun kelahiran-Nya. Tetapi itu belum bisa dijadikan suatu bukti bahwa Ia tidak menghendaki kita merayakan/memperingati kelahiran Kristus tersebut. Memang kadang-kadang Allah mengatur sesuatu supaya tidak diketahui oleh manusia, dan Ia melakukan ini karena Ia tidak menghendaki manusia untuk berurusan dengan hal itu. Misalnya dalam persoalan kubur dari Musa. Ini sengaja disembunyikan, karena mungkin Allah tahu bahwa seandainya bangsa Israel tahu tempat itu, mereka mungkin akan melakukan penyembahan terhadapnya. Tetapi tidak selalu seperti itu. Dalam PL Allah memperkenalkan nama-Nya kepada Musa (Kel 3:14-15), dan ini jelas menunjukkan bahwa pada saat itu Allah menghendaki orang-orang Israel untuk menggunakan nama itu asal tidak dengan sembarangan. Tetapi Allah mengatur sehingga zaman sekarang tidak ada orang yang tahu bagaimana mengucapkan nama Allah tersebut. Akibatnya, zaman sekarang orang Kristen menyebut-Nya sebagai TUHAN, LORD, YEHOVAH, YAHWEH, dsb, yang merupakan sebutan-sebutan yang belum tentu benar. Sebenarnya, tanpa dijelaskanpun, ‘fakta sudah berbicara sendiri’ bahwa Natal memang tidak terjadi pada tanggal 25 Desember. Fakta zaman sekarang di mana banyak orang sudah merayakan Natal pada awal Desember, dan ada orang-orang yang masih merayakan Natal pada bulan Januari dan bahkan Februari, sudah menunjukkan kepada siapapun yang tidak membutakan dirinya, bahwa Kristus tidak dilahirkan pada tanggal 25 Desember, dan bahwa kita tidak mengetahui tanggal kelahiran-Nya. Tetapi kalau itu dirasa kurang cukup, maka dalam merayakannya, kita bisa menjelaskan hal itu kepada jemaat dan khususnya anak-anak Sekolah Minggu, bahwa itu sebetulnya bukan tanggal kelahiran yang sebenarnya, dan dengan demikian kita bukan mendustai orang sebagaimana tuduhan Brian Schwertley salah seorang yang anti Natal. Kita mungkin sering mendengar tentang orang kuno yang tidak mengetahui tanggal kelahirannya sendiri, dan karena itu keluarganya menciptakan tanggal kelahiran baginya, dan merayakannya setiap tahun pada tanggal tersebut. Apakah ini merupakan dusta? Mengapa keluarga tersebut tetap merayakan hari ulang tahun dari orang itu padahal mereka tidak mengetahui tanggal sebenarnya? Saya kira, karena kecintaan mereka terhadap orang itu, sehingga mereka ingin menunjukkan kasih yang khusus terhadap orang itu sedikitnya satu kali setahun. Hal ini tidak terlalu berbeda dengan Natal! Yang penting bukan saat kelahiran Kristus, tetapi fakta bahwa Ia sudah lahir untuk kita. Kita ingin membalas kasih-Nya sedikitnya sekali setahun, dengan merayakan hari kelahiran-Nya, pada hari yang kita sendiri tentukan. Luk 1:13-14 mengatakan : Tetapi malaikat itu berkata kepadanya: "Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes. Engkau akan bersukacita dan bergembira, bahkan banyak orang akan bersukacita atas kelahirannya itu. Jika banyak orang bisa bersukacita atas kelahiran Yohanes Pembaptis yang hanyalah seorang utusan, mengapa tidak kita bersukacita atas kelahiran Dia yang dibicarakan dan disaksikan Yohanes yang olehnya Yohanes berkata membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak?
Pertanyaan 4 : Pada tanggal 25 desember umat Kristen merayakan hari kelahiran Yesus. Waktu kelahiran Yesus Herodes membunuh anak-anak di bawah 2 tahun karena ia takut kedudukannya sebagai raja digantikan. Berarti 25 desember kita merayakan kelahiran Yesus dan merayakan kematian bayi-bayi yang dibunuh Herodes. Mohon tanggapan bapak!
Jawab : Tentang Yesus tidak dilahirkan 25 Desember (telah dijelaskan di atas). Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa pembunuhan anak-anak oleh Herodes dan kelahiran Yesus tidak terjadi pada waktu yang sama. Dasarnya adalah :
(1) Herodes menyuruh membunuh anak-anak di bawah 2 tahun. Artinya, dalam perhitungan Herodes, Yesus sudah dilahirkan sekitar 2 tahun yang lalu. Jika waktunya bertepatan pasti Herodes akan menyuruh membunuh anak-anak yang berumur 1 atau 2 hari bukan 2 tahun.
(2) Sebelum membunuh anak-anak itu, Herodes mendapat informasi kelahiran Yesus dari para Majus sedangkan para Majus sendiri bertemu dengan Yesus bukan pada hari Yesus dilahirkan tetapi sudah lewat mungkin beberapa bulan bahkan mungkin 1 tahun. Ini nampak dari Mat 2:11 yang berkata : Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Mengapa di rumah dan bukan di kandang? Jika mereka menjumpai Yesus pada hari di mana Ia dilahirkan, tentunya mereka akan menemukan Dia dalam kandang seperti yang dialami para gembala. Mereka bertemu di Yesus di rumah sebagai bukti bahwa mereka tidak bertemu Yesus pada hari di mana Ia dilahirkan tetapi sudah lewat beberapa saat karena tentu Yusuf dan maria tidak tetap tinggal di kandang. Mereka harus pindah ke rumah. Selain itu dari segi bahasa, Mat 2:11 berkata : Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu..” Kata ”Anak” di sini memakai bahasa Yunani ”Paidion” yang berarti ”the young child” (KJV, ASV, BBE), ”the child” (DRB, ESV, CEV) atau ”The little child” (Darby). Jadi sepertinya kata itu menunjuk pada anak yang sudah cukup besar (1-5 tahun). Ini jelas berbeda dengan yang dijumpai oleh para gembala. Luk 2:16 : ”Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi (bukan anak/child) itu, yang sedang berbaring di dalam palungan”. Kata ”bayi” di sini memakai bahasa Yunani ”brephos” (bukan paidion) yang oleh ALT, ESV, ISV diterjemahkan sebagai ”baby”, oleh KJV, Bishops, LITV diterjemahkan sebagai ”Babe” dan oleh Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari diterjemahkan sebagai ”bayi” yang jelas menunjuk pada anak yang baru lahir.
Itu berarti bahwa para Majus tidak tidak menjumpai Yesus pada saat Yesus dilahirkan. Dan dengan demikian maka jelas Herodes yang membunuh anak-anak setelah mendengar informasi dari para Majus tidak membunuh mereka tepat pada hari kelahiran Yesus. Maka kita yang merayakan hari kelahiran Kristus tidak dapat dianggap juga merayakan kematian bayi-bayi itu karena harinya berbeda. Tetapi andaikata itu terjadi pada saat yang sama pun, bagi saya yang kita rayakan adalah hari kelahiran Kristusnya bukan merayakan kematian anak-anak itu. Saya berikan contoh untuk memperjelasnya. Tanggal 25 Desember beberapa tahun yang lalu, saat orang Kristen merayakan Natal, terjadilah tsunami di aceh. Apakah itu berarti bahwa kita merayakan hari kelahiran Kristus dan juga merayakan tsunami? Tentu tidak! Kita bersedih dan berduka karena tsunami tetapi sukacita dalam natal tidak boleh dianggap bersukacita juga atas para korban tsunami. Jadi andaikata peristiwa kelahiran Kristus dan pembunuhan anak-anak terjadi pada hari yang sama, tetap tidak bisa dianggap kita merayakan kematian anak-anak itu. Apalagi kalau harinya memang beda.
Pertanyaan 5 : Berapakah jumlah orang majus yang datang mencari Yesus? Banyak yang bilang 3 orang tetapi saya baca di Alkitab, tidak dijelaskan berapa jumlah mereka. Mohon penjelasan!
Jawab : Mat 2:1 mengatakan bahwa : Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes, datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem”. Dari ayat ini jelas bahwa Alkitab tidak mengatakan jumlah dari orang majus itu. Tetapi dari penggunaan bentuk jamak “orang-orang majus” berarti jumlah mereka lebih dari satu. Banyak orang menafsirkan jumlah orang-orang majus ini 3 orang berdasarkan jumlah persembahan (mas, mur dan kemenyan) tetapi jelas jumlah persembahan tidak menentukan jumlah pemberi. Apakah jika di suatu tempat kedukaan terpampang 1 buah krans bunga saja dari sebuah instansi membuktikan bahwa instansi itu hanya terdiri dari 1 orang? Jelas tidak bukan? Apakah 10 orang tidak bisa bersama-sama memberikan 1 buah persembahan? Apakah 100 orang tidak bisa memberikan 10 buah persembahan secara bersama-sama? Jadi jumlah pemberian tidak membuktikan jumlah pemberi. Karena itu mas, mur dan kemenyan tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa jumlah orang majus yang mencari Yesus adalah 3 orang. Dari banyak sumber dapat diketahui bahwa orang majus ini berjalan berkelompok dengan jumlah anggota antara 3-12 orang. Karena Alkitab tidak memberitahu kita berapa jumlah mereka maka kita tidak tahu. Mungkinkah mereka berjumlah 3 orang? Mungkin saja tetapi tidak ada kepastian.
Pertanyaan 6 : Siapakah nama orang-orang majus itu? Mengapa Alkitab tidak memberitahu kita nama-nama mereka?
Jawab : Saya pun tidak tahu siapa nama mereka karena memang Alkitab tidak memberitahu hal itu. Lalu mengapa Alkitab tidak memberitahukan nama mereka, saya juga tidak tahu. Memang ada tradisi-tradisi tertentu yang menyebutkan nama-nama mereka. Tradisi abad 6 mengatakan bahwa ada 3 orang Majus dan nama mereka adalah Bithisarea, Melichior, dan Gathaspa. Tradisi Armenia abad 14 mengatakan bahwa ketiga orang Majus itu adalah 3 orang raja, masing-masing bernama Gasper (raja Arab), Melkhior (raja Persia) dan Balthazar (raja India). Tetapi ini hanya tradisi. Alkitab tidak mengatakan siapa nama-nama mereka. Jadi jawaban paling aman adalah ”Tidak tahu!” Bersambung….
Dengan latar belakang ini,sulit sekali saya untuk membacanya.... terima kasih
BalasHapus