03 September 2012

APAKAH BAHASA ROH ITU ?


By. Esra Alfred Soru


Persoalan yang tidak kalah kontroversialnya pada kekristenan masa kini di samping persoalan tentang baptisan air adalah tentang bahasa roh. Tak dapat dipungkiri bahwa perbedaan pemahaman tentang bahasa roh telah memisahkan gereja-gereja Kristen pada kelompok-kelompok yang berseberangan. Herlianto dalam tulisannya tentang karunia berbahasa lidah ini memulainya dengan mengutip apa yang dikatakan Wayne House:

“Dari semua subyek pembahasan yang dibicarakan dalam lingkup kekristenan, mungkin hanya sedikit yang mendapat lebih banyak perhatian daripada subyek berbahasa lidah".[1]

Ia menambahkan :

“Meskipun tulisan-tulisan tentang subyek ini sudah begitu banyak, diskusi tentang isu ini terus berlangsung sampai saat ini. Patutlah kita catat bahwa "berbahasa lidah" telah menjadi salah satu penyebab utama perpecahan dalam gereja. Ratusan, bahkan ribuan gereja telah terpecah-belah. Pendeta-pendeta dilarang berkhotbah di mimbar, anggota-anggota gereja dikucilkan, dan teman menjadi lawan”[2]

Sedangkan John F. Mac Arthur, Jr ketika membahas persoalan mengenai bahasa roh berkata bahwa :

“Tak pelak lagi bahwa karunia paling kontroversial yang berhubungan dengan gerakan Kharismatik adalah “bahasa roh”. Berlusin-lusin buku pro, kontra dan netral telah ditulis mengenai bahasa roh. Sebagian memberikan pandangan positif, menggambarkan bahasa roh sebagai summum bonum (manfaat bagi kebanyakan orang) rohani, suatu pengalaman tak terbandingkan untuk mendekatkan orang kepada Yesus...Namun lainnya mengecam bahasa roh sebagai sesuatu yang berbahaya atau mengecoh” [3]

Kontroversi ini semakin kuat karena diwarnai dengan sikap-sikap ekstrim yang menyertainya sebagaimana diungkapkan J. Sidlow Baxter :

‘Dewasa ini ada gerakan-gerakan Kristen yang menekankan hal ‘berkata-kata dengan bahasa roh’...Ada yang mengajarkan bahwa segala karunia Roh dimaksudkan untuk harus diterima oleh semua orang percaya. Mereka mendesak orang percaya untuk menerima ‘baptisan Roh Kudus’, yang menurut mereka akan membawa segala karunia Roh itu. Mereka berkata,  tanda bahwa seseorang telah menerima baptisan Roh Kudus ialah bisa berkata-kata dengan bahasa roh. Mereka menasihatkan orang agar jangan puas sebelum beroleh bukti baptisan itu. Mereka berpendapat, karunia Roh ini, terutama bahasa roh, dan karunia menyembuhkan, membuktikan taraf rohani yang lebih tinggi’.[4]

dan hal ini tentu saja membingungkan cukup banyak di antara jemaat Kristen yang sementara mencari-cari dan bertanya-tanya tentang pokok ini lebih dalam. Baxter melanjutkan :

‘Termasuk orang-orang yang mengajar demikian, ada banyak yang rohani dan indah budi pekertinya. Tapi pada lain pihak, ribuan orang Kristen telah dibawa masuk ke dalam perhambaan dan kebingungan. Lagi pula berkata-kata dengan bahasa roh seringkali berasal dari iblis, bukan dari Roh Kudus’.[5]

Untuk itu kita wajib mempelajari dan mengajarkan doktrin ini dengan seksama. Tony Campolo menulis:

"Adalah kewajiban setiap orang Kristen untuk meneliti dengan seksama apa yang sedang terjadi dengan semua fakta yang berhubungan dengan fenomena agama yang sedang berkembang ini. Hal ini amat penting mengingat begitu banyak ketidakaslian dan penipuan dalam Pentakostalisme".[6]

Dan tentunya jawaban akurat bagi semua pertanyaan kita haruslah datang dari Alkitab selaku Firman Allah yang hidup.

            Persoalan pertama yang perlu kita angkat dalam hubungan dengan masalah bahasa roh ini adalah pengertian dari bahasa roh itu sendiri? Apakah bahasa roh itu  sesungguhnya? Hal ini penting karena jika kita tidak sepakat tentang pengertian bahasa roh ini maka mustahil kita dapat memahami konsepnya dengan lebih dalam dan benar.

            Istilah bahasa roh dalam bahasa Yunaninya ialah “glossalalia”. Kata “glossalalia” ini sebenarnya berasal dari dua kata yakni “glossa” dan “lalein”. “Glossa” berarti “lidah” sebagai ‘an organ of speech’ (Yak 3 :5-9)[7] atau sebagai alat tubuh untuk merasai (Luk 16 :24).[8] Selain itu kata ini juga bisa diartikan sebagai “bahasa” yakni sistem perkataan-perkataan yang dipakai oleh bangsa atau kelompok tertentu, misalnya Yes 45 :23 ; Kis 2 :6, 11, Wah 5 :9, dll.[9] A.M. Macdonald memberi keterangan bahwa kata ini bisa berarti ‘tongue’ bisa juga berarti ‘a word requizing explanation’.[10] Sedangkan kata “lalein” berarti berbicara/berkata-kata. Jadi secara hurufiah, glossalalia berarti berbicara dengan lidah atau berkata-kata dengan bahasa.[11] Itulah sebabnya bahasa roh ini sering juga disebut dengan istilah  ‘bahasa lidah’. Njiolah memberikan keterangan tambahan bahwa dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, fenomena ‘glossalalia’ ini bisa diungkapkan dengan menggunakan kata kerja ‘lalein’ plus kata benda ‘glossa’, baik tunggal maupun jamak dalam kasus dativus. Karena itu, sering ditemukan ungkapan ‘lalein (en) glosse’ yang berarti ‘berbicara (berkata-kata) dengan (dalam) lidah (bahasa)’, atau ‘lalein (en) glossais’ yang berarti ‘berbicara (berkata-kata) dengan (dalam) lidah-lidah (bahasa-bahasa)”.[12] Istilah ini di dalam Alkitab nampak dalam tiga kitab berbeda yakni Markus (pasal 16), Kisah Para Rasul (pasal 2, 10 dan 19) dan 1 Korintus (pasal 12-14). Perhatikanlah beberapa ayat di antaranya Mark 16 :17 :

Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya, mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka(Yun : Seemeía dé toís pisteúsasin taúta parakoloutheései En toó onómatí mou daimónia ekbaloúsin Gloóssais laleésousin kainaís).

Kis 2:4 :

“Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya” (Yun : Kaí epleéstheesan pántes Pneúmatos Hagíou kaí eérxanto laleín hetérais gloóssais kathoós tó Pneúma edídou apofthéngesthai autoís).

Kis 10 :46 :

“Sebab mereka mendengar orang-orang itu berkata-kata dalam bahasa roh dan memuliakan Allah..’ (Yun : Eékouon gár autoón laloúntoon gloóssais kaí megalunóntoon tón Theón...).

Kis 19 :6 :

‘Dan ketika Paulus menumpangkan tangan di atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, dan mulailah mereka berkata-kata dalam bahasa roh dan bernubuat’ (Yun : Kaí epithéntos autoís toú Paúlou tás cheíras eélthe tó Pneúma tó Hágion ep autoús eláloun te gloóssais kaí eprofeéteuon). 1 Kor 12-14 yang membahas bahasa roh lebih luas, juga  memakai kata “glossa”.

            Kata “glossa” ini, sama seperti pengertian hurufiahnya adalah kata yang umum dalam bahasa Yunani untuk “bahasa”. Beberapa kali dalam PB istilah ini dimaksudkan sebagai bahasa manusia, tetapi inilah kata yang umum yang digunakan untuk bahasa, bahkan dalam Septuaginta (LXX) kata ini digunakan sebanyak 30 kali dan selalu berarti bahasa manusia biasa yang bisa dimengerti. Jadi sesungguhnya ini adalah bahasa manusia biasa, bahasa dunia yang digunakan sehari-hari, bahasa yang dikenal dan bukanlah suatu bahasa aneh, bahasa ‘surgawi’, atau suatu bahasa ekstatik yang sama sekali tidak bisa dikenali.[13] Pengertian semacam ini akan lebih kuat jika kita memperhatikan beberapa argumentasi di bawah ini :

1.      Kis 2:4 mengatakan bahwa setelah penuh dengan Roh Kudus, murid-murid mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya. Bahasa apakah ini? Apakah ini adalah suatu bahasa ‘surgawi’? Apakah ini adalah suatu bahasa ekstase religius yang tidak dikenali? Tidak! Albert Barnes mengatakan bahwa “The languages which they spoke are specified in Acts 2:9-11 (bahasa-bahasa lain yang dikatakan mereka dinyatakan dalam Kis 2:9-11)[14] yakni bahasa Partia, Media, Elam, Mesopotamia, Yudea, Kapodokia, Pontus, Asia, Frigia, Pamfilia, Mesir, Libia dan Roma. Ini adalah bahasa-bahasa di dunia (bukan bahasa ‘surgawi’) yang dikenali dan dimengerti oleh pendengarnya sebagaimana kata ayat 8 :

“Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita”.

Menurut Billy Graham:

“Bahasa-bahasa lidah ini adalah bahasa yang dimengerti oleh orang-orang dari seluruh kekaisaran Roma yang datang ke Yerusalem untuk Pentakosta”. [15]

 Richard Longenecker mencatat bahwa :

“Para murid yang berkata-kata itu orang Galilea, tentunya tidak berbicara dalam bahasa mereka, di mana umumnya dianggap tidak berpendidikan dan tidak berbudaya. Ucapan orang Galilea segera menunjukkan asalnya, karena mereka tidak dapat mengucapkan suara guteral (suara yang dikeluarkan dari tenggorokan) dan cenderung menelan suku kata tertentu. Karena itu, orang Galilea dicemooh oleh orang dari kota besar seperti dari Yerusalem. Maka, bagaimana mungkin para murid yang tidak berpendidikan dapat mengucapkan bahasa-bahasa dari bangsa lain dengan lancar dan baik? Tidak heran bahwa orang-orang yang mendengar para murid waktu itu menjadi tercengang”. [16]

Selain itu pula Kis 2 :6-8 ternyata menggunakan kata “dialektos”. Perhatikan ayat 6-8 dalam teks Yunaninya :

Genoménees dé teés fooneés taútees suneélthen tó pleéthos kaí sunechúthee hóti eékouon heís hékastos teé idía dialéktoo laloúntoon autoón. Exístanto dé kaí ethaúmazon légontes. Ouch idoú hápantes hoútoí eisin hoi laloúntes Galilaíoi. Kaí poós heemeís akoúomen hékastos teé idía dialéktoo heemoón en heé egenneétheemen.

Kata “dialektos” ini berarti dialeg atau logat. Jadi ini adalah bahasa manusia dan logat manusia. Mengomentari ayat ini, John F. Mac Arthur, Jr berkata bahwa :

“…sebagian dari mereka yang hadir pada Pentakosta mendengar pesan Allah diberitakan dalam bahasa mereka sendiri, sebagian lagi dalam dialek (logat) mereka. Penggolongan seperti bahasa dan logat tak akan dapat dipakai kalau yang muncul adalah bahasa ekstatik “. [17]

2.      Kalau kita memperhatikan dengan seksama, ternyata bahwa di seluruh kitab Kisah Para Rasul istilah Yunani untuk bahasa roh yakni “glossa” (Kis 10:46; 19:6) selalu ditulis dalam bentuk jamak (glossais) yang berarti keanekaragaman bahasa. Dari bentuk jamak ini saja jelas menunjuk kepada bahasa yang dikenali. Mac Arthur, Jr kembali berkata :

‘Ricuan (bahasa yang tidak dimengerti) tidak mungkin muncul dalam bentuk jamak karena bentuk seperti itu tidak mungkin jamak. Ricuan tak mungkin digolongkan lebih dari satu’.[18]

Bentuk jamak ini juga nampak dalam 1 Kor 14 dan menariknya adalah bahwa setiap kali Paulus ingin menggambarkan bahasa roh palsu (yang tidak dimengerti), justru ia menggunakannya dalam bentuk tunggal seperti dalam ayat 2, 4, 13, 14 dan 19. Apa yang dikatakan Mac Arthur ini benar jika dibandingkan dengan keterangan dari Alexander Souter bahwa penggunaan kata “glossa” ini ‘usually in the plural’ (pada umumnya dalam bentuk jamak).[19]
3.      Hal lain yang juga mendukung pengertian ini adalah bahwa dalam 1 Kor 12:10 ketika Paulus mengacu pada masalah penafsiran bahasa roh ini, ia menggunakan kata “hermeneuo”. Perhatikan teks aslinya :

álloo dé energeémata dunámeoon álloo dé profeeteía álloo dé diakríseis pneumátoon hetéroo génee gloossoón álloo dé hermeeneía gloossoón. 

Kata ‘hermeneuo’ ini berarti ‘terjemahan’. Karena yang dibicarakan adalah masalah terjemahan maka dapat dipastikan bahwa ini adalah bahasa yang bisa dikenali/dimengerti sebagaimana kata Mac Arthur :

‘Yang bisa diterjemahkan adalah bahasa yang baik di mana kita mengambil satu bahasa yang satu dan diterjemahkan ke bahasa yang lain sehingga bisa dimengerti. Ricuhan dan bahasa ekstatik tidak bisa diterjemahkan dengan baik’ [20]

maupun S. Lewis Johnson, Jr yang ketika membicarakan karunia menafsirkan bahasa roh mengatakan bahwa :

“having to do with known languages rather than with ecstatic utterance, …” (yang ada hubungannya dengan bahasa yang dikenal dan bukan ucapan ketika mengalami ekstase).[21]

Kata yang sama juga nampak dalam 1 Kor 14 :27.

            Dari data-data ini dapat kita simpulkan bahwa bahasa roh/bahasa lidah yang sesungguhnya menurut konsep Alkitab bukanlah suatu bahasa dari luar dunia ini (bahasa ‘surgawi’), bukan suatu bahasa ekstase (yang mengeluarkan bunyi-bunyi aneh seperti desisan-desisan tak dikenali dan kata-kata yang diucapkan berulang-ulang laksana sebuah mantera) seperti yang menjadi trend saat ini, bukan suatu bahasa yang tidak dapat dimengerti seperti yang disangka banyak orang. Charles C. Ryrie mendefinisikan bahasa roh/bahasa lidah sebagai : ‘Kemampuan yang diberikan Allah untuk berbicara dalam suatu bahasa dunia yang tidak dikenal oleh orang yang berbicara’.[22] Kalau demikian muncul pertanyaan, di manakah nilai supranatural dari bahasa roh?  Nilai supranatural atau adikodrati dari bahasa roh ini tidak terletak kepada jenis bahasanya (dalam artian bahasa ekstatik) melainkan pada kemampuan berbicara bahasa-bahasa lain tanpa pernah mempelajarinya terlebih dahulu sebagaimana kata George E. Ladd :

“By a miracle the language of the apostles was translated by the Holy Spirit into many diverse languages without a human translator” (melalui mujizat, bahasa para rasul itu diterjemahkan oleh Roh Kudus ke dalam berbagai bahasa tanpa penerjemah manusia).[23]

Jadi ini sama dengan ‘Angalai’[24] yang tiba-tiba berbahasa Spanyol tanpa pernah mempelajarinya terlebih dahulu. Walaupun mungkin orang yang mendengarkannya tidak mengerti bahasa Spanyol namun bahasa Spanyol itu ada di dunia ini dan digunakan oleh orang Spanyol, bukan sebuah bahasa dari luar dunia. Inilah bahasa roh yang Alkitabiah.

Sebuah Contoh

            Untuk menggambarkan seperti apakah bahasa roh dalam pengertian di atas, baiklah kita perhatikan satu contoh/kisah nyata yang diceritakan oleh Stephen Tong sebagai berikut :

‘Pernah suatu kali di Rusia, ada seorang pengkhotbah Amerika yang berkeliling memberitakan Injil. Selama itu, ada seorang pemuda Gereja Baptis setempat dengan setia menjadi penerjemahnya ke dalam bahasa Rusia. Pengkhotbah Amerika itu dengan setia memberitakan Injil ke gereja-gereja bawah tanah di Rusia. Pada suatu hari, ketika ia datang mau berkhotbah, orang memberitahu kepadanya bahwa ia tidak dapat lagi berkhotbah, karena pendengar tidak mengerti bahasa Inggris, sedangkan pendengarnya sudah ditangkap oleh KGB. Ia sedih sekali dan ia berdoa dengan sungguh. Malam itu ia tetap ke tempat kebaktian, tidak ada orang yang dapat menerjemahkannya. Tuhan bekerja di dalam hatinya dan ia mulai berkhotbah. Ketika ia berkhotbah, semua yang mendengar, mendengarnya dalam bahasa Rusia.[25]

Stephen Tong mengakhiri ceritanya dengan berkata “Hal ini terjadi dan inilah karunia Roh Kudus yang sejati [26]. Mungkin apa yang dikatakan Stephen Tong ini dilihat sebagai mujizat pendengaran (terjadi pada telinga pendengar) dan bukan mujizat perkataan (terjadi pada lidah pembicara seperti para rasul) namun baiklah kita simak kata-kata Donald Guthrie, seorang pakar Perjanjian Baru dari Inggris :

‘Tidak jelas apakah Lukas memahami mujizat itu sebagai mujizat percakapan atau mujizat pendengaran, tetapi ia tidak sangsi bahwa itulah pekerjaan Roh Kudus’ [27]

Bagaimana Dengan Kita, Kini dan Di sini?

            Setelah melihat pengertian bahasa roh yang Alkitabiah, biarlah sejenak kita merenungkan apa yang sementara terjadi di antara kita, kini dan di sini. Ada begitu banyak orang Kristen, kelompok-kelompok Kristen yang mengaku berbahasa roh namun bahasa yang mereka pakai adalah bahasa yang aneh, bahasa ekstatik yang diwarnai dengan luapan-luapan emosi yang kadang tak terkendali dan bahasa yang sama sekali tidak dikenali di dunia ini dan kadang hanya berupa desisan-desisan semata. Satu dua kalimat yang hanya diulang-ulang seolah-olah seperti menghipnotis diri sendiri. Ada pengkhotbah yang menyisipkan bahasa-bahasa aneh di sela-sela doa dan khotbahnya, ada pemimpin pujian (Song Leader) yang bahkan ‘berbahasa roh’ sambil bernyanyi atau bernyanyi dalam ‘bahasa roh’, (bernyanyi dalam roh?) ada pendeta yang dengan begitu bangganya ‘berbahasa roh’ dari panggung-panggung KKR namun sayang ‘bahasa roh’nya lebih kepada suatu bahasa ekstatik yang hanya terdiri dari beberapa kata atau kalimat yang diulang-ulang tanpa diterjemahkan sama sekali. ‘Qua Vadis My Christianity?


                [1] Herlianto; Karunia Berbahasa Lidah Dalam Terang Pengajaran Perjanjian Baru : 1.
                [2] Ibid.
                [3] John F. Mac Arthur, Jr; Apakah Kharismatik Itu? : 181.
                [4] J. Sidlow Baxter; Menggali Isi Alkitab-4 : 62.
                [5] Ibid
                [6] Toni Campolo; How To Be Pentecostal Without Speaking in Tongues : 22
                [7] W. E. Vine; Vine's Expository Dictionary of Biblical Words
                [8] David L. Baker; Roh Dan Kerohanian Dalam Jemaat : 32
                [9] Ibid
                [10] A.M. Macdonald; Chambers Twentieth Century Dictionary : 555.
                [11] P. Hendrik Njiolah, Pr ; Misteri Bahasa Roh :  6
                [12] Ibid.
                [13] Wesley Duewel; The Holy Spirit And Tongues Light And Life Press : 26-27.
               [14] Albert Barnes; Albert Barnes’ Notes on the Bible; Electronic Database.
                [15] Billy Graham; Roh Kudus : 277.
                [16] Richard Longenecker; The Acts of The Apostles : 272.
                [17] Mac Arthur : 184
                [18] Ibid : 85.
                [19] Alexander Souter; A Pocket Lexicon to the Greek New Testament : 56
                [20] Mac Arthur : 185-186.
                [21] S. Lewis Johnson, Jr ; The Wycliffe Bible Commentary : 641.
                [22] Charles C. Ryrie; Teologi Dasar (Buku 2) : 154.
                [23] George E. Ladd; The Wycliffe Bible Commentary : 406.
                [24] Sebutan khas bagi penduduk pulau Sabu di propinsi Nusa Tenggara Timur.
                [25] Stephen Tong; Baptisan Dan Karunia Roh Kudus : 137-138. Lihat juga Roh Kudus, Doa dan Kebangunan : 50.
                [26] Ibid
                [27]  Donald Gutrie; Theologi Perjanjian Baru-2 : 171.

1 komentar:

  1. Mohon komentari ini pak:
    Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorang pun yang mengerti bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia.

    Terima kasih :)

    BalasHapus

Silahkan berikan komentar anda dan jangan lupa mencantumkan nama dan kota.propinsi tempat anda berdomisili. Misalnya : Yutmen (Jogja)