Doktrin Tritunggal adalah doktrin yang sangat penting dalam teologia Kristen. Jatuh bangunnya iman Kristen sungguh-sungguh bergantung pada benar-tidaknya doktrin ini. Semua doktrin kekristenan secara otomatis akan runtuh, jika doktrin Tritunggal runtuh. Sebab, hampir semua pokok penting dalam agama Kristen, bergantung pada ajaran bahwa Allah adalah tiga dalam satu. (Bruce Milne : Mengenal Kebenaran ; 1993, hal.90). Henry B. Smith berkata , “Ketika doktrin tentang Trinitas ditinggalkan, bagian-bagian lain dari iman, seperti pendamaian dan regenerasi selalu juga ditinggalkan.” (Henry B. Smith dalam buku A.H. Strong: Systematic Theology, Vol. I: The Doctrine of God); 1907: 351). Jadi dengan kata lain dapat dikatakan bahwa doktrin Tritunggal adalah fondasi teologia Kristen.
Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan hubungan doktrin Tritunggal dengan beberapa doktrin pokok dalam kekristenan di antaranya adalah teologia (doktrin Allah), Kristologi (doktrin Kristus), pneumatologi (doktrin Roh Kudus), dan soteriologi (doktrin keselamatan).
1. Hubungan Doktrin Tritunggal Dengan Teologia
Dalam doktrin tentang Allah secara umum (teologia), yang dikaitkan dengan Tritunggal maka hal yang menarik untuk disoroti adalah masalah wahyu (revelation). Sebab wahyu adalah satu-satunya cara manusia untuk dapat memahami Allah yang transenden. Tanpa wahyu manusia tak mungkin mengenal Allah, apalagi mengenalnya dengan benar.
Wahyu (revelation) adalah tindakan Allah keluar dari “selubung-selubung-Nya” untuk memperkenalkan diri-Nya kepada manusia. Pertama-tama Allah melakukannya melalui apa yang disebut sebagai wahyu umum (General revelation of God) yaitu melalui penciptaan dunia ini. Tetapi karena kejatuhan manusia ke dalam dosa, mengakibatkan terjadinya distorsi dalam keseluruhan aspek hidup yang membuat manusia tak mampu mengenal Allah melalui wahyu umum-Nya. Karena itu Allah memberikan wahyu khusus (Special revelation of God), yaitu melalui pribadi kedua dari Allah Tritunggal. Demi kepentingan wahyu khusus ini, maka ketiga oknum Allah terlibat di dalamnya. Allah Bapa sebagai “Yang dinyatakan”, Allah Anak sebagai “Yang menyatakan” dan Allah Roh Kudus sebagai “Yang memungkinkan penyataan”. Dalam konteks ini, penting juga untuk memikirkan apa yang dikatakan oleh Augustus Hopkins Strong bahwa Trinitas adalah cara yang paling inteligen untuk mengerti Allah sebagai pribadi.
2. Hubungan Doktrin Tritunggal Dengan Kristologi
Sebenarnya agak sulit untuk memberikan garis pemisah yang jelas antara doktrin Tritunggal dan doktrin Kristologi, sebab keduanya mempunyai hubungan atau keterkaitan yang sangat erat satu dengan lainnya. Kristus adalah salah satu oknum dari Allah Tritunggal., di samping Sang Bapa dan Roh Kudus. Itulah sebabnya Otto Weber berkata, “Memang kita tak dapat membahas soal Trinitas tanpa menyinggung soal Kristologi.” (Otto Weber dalam buku Andar Tobing: Apologetika Tentang Trinitas: 1972:19).
Memang secara historis perdebatan Kristologi terjadi lebih dahulu daripada perdebatan tentang doktrin Tritunggal, namun secara hakiki sebenarnya ada hubungan timbal balik antara kedua doktrin ini. Doktrin Tritunggal tak dapat dibenarkan jika ternyata doktrin Tritunggal keliru. John F. Walvoord mengaitkan Kristologi dengan doktrin Tritunggal dengan mengatakan bahwa setiap serangan terhadap doktrin Tritunggal merupakan serangan pula terhadap pribadi Kristus. Sebaliknya setiap serangan terhadap pribadi Kristus merupakan serangan terhadap doktrin Tritunggal, karena keduanya berdiri dan jatuh bersama. (John F. Walvoord, Yesus Kristus Tuhan Kita ; tt :25), Jelas hal ini berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Andar Tobing bahwa ajaran Trinitas timbul dari Kristologi (Andar Tobing; 1972:19).
3. Hubungan Doktrin Tritunggal Dengan Pneumatologi
Mungkin hubungan Pneumatologi dengan doktrin Tritunggal tak berbeda jauh dengan hubungan Kristologi dengan doktrin Tritunggal, sebab sama seperti Kristus, Roh Kudus pun adalah salah satu dari oknum-oknum Tritunggal. Dengan demikian, kekeliruan doktrin Tritunggal menggugurkan Pneumatologi, dan kekeliruan pneumatologi menggugurkan doktrin Tritunggal. Sama seperti pandangan Walvoord di atas, walaupun ia hanya mengaitkan doktrin Tritunggal dengan Kristologi, tetapi tak dapat dipersalahkan kalau hal inipun dikaitkan dengan pneumatologi. Setiap serangan terhadap pribadi Roh Kudus adalah serangan terhadap doktrin Tritunggal, dan setiap serangan terhadap doktrin Tritunggal juga merupakan serangan terhadap pribadi Roh Kudus. Selain itu perlu ditambahkan pula bahwa Roh Kudus adalah pribadi yang aktif dalam semua tindakan ilahi. Ia terlibat dalam tindakan penciptaan, Ia terlibat dalam karya penebusan dan memberi hidup baru, Ia juga terlibat dalam tindakan pewahyuan dengan menurunkan Firman ke dunia. (Stephen Tong: Roh Kudus, Doa dan Kebangunan, 1995: 10).
4. Hubungan Doktrin Tritunggal Dengan Soteriologi
Selain hubungan dengan teologi, kristologi dan pneumatologi, doktrin Tritunggal pun memiliki hubungan yang sangat erat dengan doktrin keselamatan (soteriologi). Keeratan hubungan ini dapat dijelaskan melalui peranan ketiga oknum Allah ini dalam rencana keselamatan manusia.
Seluruh tindakan Allah harus dilihat dari kaca mata soteriologi, karena segala sesuatu yang dilakukan Allah seperti tindakan penciptaan, (oleh Allah Bapa), penebusan (oleh Allah Anak), dan pewahyuan (oleh Allah Roh Kudus) merupakan “isi” dari sejarah keselamatan yang telah dirancang-Nya sejak kekekalan. Jadi, rencana atau sejarah keselamatan manusia tak dapat dilepaskan dari keterlibatan ketiga oknum Allah ini. Inilah arti praktis dari dogma ketritunggalan. (Niftrik & Boland : Dogmatika Masa Kini ; 1984: 553). Memang dalam semua tindakan ilahi ini ketiga-Nya terlibat secara aktif, tetapi secara khusus dapatlah dikatakan bahwa Allah Bapa adalah perancang keselamatan, Allah Anak adalah pelaksana karya keselamatan, dan Allah Roh Kudus adalah mediator dalam karya keselamatan itu. Jadi seluruh pengertian keselamatan Kristen dan penerapannya pada pengalaman manusia, tergantung pada ketritunggalan Allah (Bruce Milne; 1993:91). Boettner mengatakan bahwa jika tidak ada trinitas, maka tak akan ada penjelmaan, tidak ada penebusan yang obyektif, dan karena itu tak ada penyelamatan; karena tak akan ada oknum yang mampu bertindak sebagai pengantara antara Allah dan manusia. (Boettner dalam buku Thiessen: Teologi Sistematika ; 1992: 152). Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh A.H. Strong bahwa : “Jika Allah itu hanya satu secara absolut, maka tidak ada perantaraan atau pendamaian, karena antara Allah dan makhluk ciptaan tertinggi ada jurang pemisah yang kekal. Kristus tidak dapat membawa kita lebih dekat kepada diri-Nya sendiri. Hanya Allah sajalah yang dapat memperdamaikan kita dengan Allah. Demikian juga hanya Allah sajalah yang dapat menyucikan jiwa kita. Allah yang hanya satu, tetapi di dalam-Nya tidak ada pluralitas, dapat menjadi hakim kita, tetapi – sejauh kami lihat – tidak bisa menjadi Juruselamat atau yang menyucikan kita”. (A.H. Strong; 1907: 350).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda dan jangan lupa mencantumkan nama dan kota.propinsi tempat anda berdomisili. Misalnya : Yutmen (Jogja)