Tanggapan Balik Atas Jawaban Frans Donald (FD)
Esra Alfred Soru
FD menggunakan alam pikir Yahudi?
Selain menuduh saya menggunakan alam pikir/filsafat Yunani, FD juga mengklaim dirinya sementara memakai alam pikir monoteisme Yahudi. Perhatikan kalimatnya : Esra memakai pikiran Yunani, sedangkan saya memakai pikiran Monotheis Yahudi...”. Benarkah? Sekarang saya ajak pembaca untuk menguji apakah benar FD sementara memakai alam pikir/pola pikir Yahudi sebagaimana yang dikatakannya?
Salah satu ayat yang biasa dipakai sebagai bukti bahwa Yesus adalah Allah adalah Yoh 20:28 yang berisi pengakuan Tomas "Ya Tuhanku dan Allahku!". Jadi Tomas menyebut Yesus sebagai ”Allahku”. Menariknya, Yesus bukan saja tidak menegur / memarahi Tomas atas kata-katanya itu, Ia bahkan berkata kepada Tomas : “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yoh 20:29). Ini jelas menunjukkan bahwa Yesus menerima dan membenarkan, penyebutan ‘Tuhan’ dan ‘Allah’ terhadap diri-Nya itu sebagaimana dikatakan A. H. Strong : “.... karena hal itu tidak ditegur / dimarahi oleh Kristus, maka itu sama dengan suatu penegasan dari diri-Nya tentang klaim atas keallahan”. (Systematic Theology, hal 306). Lalu bagaimana pendapat FD terhadap ayat ini? Simaklah kata-katanya : “Sama halnya pada saat kita terkejut melihat peristiwa tsunami, banyak di antara kita yang kaget sekali dan berkata “Ya Allah, ya Robbi!” atau “ya Tuhan dan Allahku!” Bukan berarti gelombang tsunami itu adalah Tuhan atau Allah kita, tapi kita berkata “ya Tuhan dan Allahku!” karena kita sangat terkejut dan heran akan sesuatu yang kita saksikan di depan kita. Demikian juga halnya dengan perkataan Tomas di Yoh 20:28 tersebut. Kita mesti hati-hati saat membaca ayat, kita harus sangat memperhatikan konteksnya agar tidak salah paham” (hal. 50-51). Nah, sekarang kita tanya apakah kebiasaan menyebut ”ya Allah, ya Robbi” atau ”ya Tuhan dan Allahku” sebagai ungkapan keterkejutan adalah sebuah kebiasaan orang Yahudi? Apakah kalau orang Yahudi terkejut karena suatu hal lalu menyebut kalimat seperti itu? Tidak! Sekali lagi tidak! Itu hanya teori Frans Donald saja yang tidak paham budaya Yahudi. Orang Yahudi sangat menghargai nama Allah sehingga tidak mungkin mengucapkan kalimat-kalimat seperti itu. A.H. Strong mengatakan bahwa kebiasaan seperti itu tidak ada dalam kalangan Yahudi, karena adanya larangan untuk menggunakan nama Allah dengan sembarangan / sia-sia (Systematic Theology, hal. 306). Jadi apa yang dikatakan FD itu bukan pola pikir Yahudi melainkan pola pikir Suroboyo (Surabaya) yang sedikit-sedikit ”ya Allah”, ”ya Allah”. Tetapi anehnya FD berkata : ”Kita mesti hati-hati saat membaca ayat, kita harus sangat memperhatikan konteksnya agar tidak salah paham”. Ternyata ia sendiri tidak hati-hati dan tidak memperhatikan konteksnya malah memakai konteks Suroboyo-an untuk menafsir Yoh 20:28. Kalau betul FD memakai pikiran monoteisme Yahudi maka ia seharusnya percaya bahwa Tomas telah membuat sebuah kekeliruan besar dengan menyebut Yesus sebagai ”Allahku” dan FD juga harus mengecam Yesus karena Ia sama sekali tidak menegur/menolak sebutan Tomas untuk diri-Nya. Lebih dari itu FD harus melihat Yesus semacam nabi palsu/’setan’/penghujat Allah karena Ia dengan berani menerima sebutan yang hanya layak diterima Allah. Tapi buktinya tidak kan? Itu berarti FD sama sekali tidak memakai alam pikir monoteisme Yahudi.
Selain itu tentang Yoh 10:30 di mana Yesus berkata “Aku dan Bapa adalah satu" oleh FD ditafsirkan bahwa Yesus dan Bapa itu ”satu” dalam hal visi, misi, pekerjaan, spirit, hati dan pikir. Menariknya dalam ayat 31 berkata : ”Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus”. Itu berarti pernyataan Yesus bahwa Ia dan Bapa adalah satu menjadi penyebab orang Yahudi mau melempari Dia dengan batu. Nah, apakah hanya karena menyatakan bahwa diri-Nya satu dengan Bapa dalam hal visi, misi, pekerjaan, spirit, hati dan pikiran membuat orang Yahudi mau melempari Yesus? Kalau begitu mengapa orang Yahudi mau melempari Yesus? Jawabannya ada dalam : ‘Jawab orang-orang Yahudi itu: "Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah." Perhatikan baik-baik ayat ini. Dari manakah orang Yahudi bisa berpikiran bahwa Yesus sementara menyamakan diri-Nya dengan Allah? Ya dari kalimat Yesus ”Aku dan Bapa adalah satu”. Maka makna sebenarnya dari kalimat “Aku dan Bapa adalah satu" harus dimengerti dari pola pikir orang Yahudi. A.T Robertson tentang ayat ini sebagi berikut : Kata ”satu” (hen) di sini bersifat netral, bukan maskulin (heis). Jadi ini bukan menunjuk pada satu orang (bandingkan dengan heis dalam Gal 3:28), tapi satu inti atau satu sifat dasar” (‘Word Pictures in the New Testament’, vol V, hal 186). Bandingkan ini dengan keterangan yang diberikan dalam ”Pulpit Commentary”, hal.50 : ”Tuhan (Yesus) sadar bahwa kepribadian-Nya sendiri berbeda (distinct) dari kepribadian Bapa, sekalipun demikian Ia menegaskan suatu kesatuan yang bersifat dasari. ... kata ’hen’, satu realita, jika itu tidak menyatakan kesatuan yang sungguh-sungguh dalam hakekat, mencakup hal itu. ... Jika Ia semata-mata memaksudkan persatuan moral dan rohani dengan Bapa, atau kelengkapan tentang penyataan dari pikiran Ilahi, mengapa ucapan itu menyebabkan kemarahan yang begitu hebat?’. Tepat sekali! Dan tentu hal ini sangat dimengerti orang Yahudi. Itulah yang menyebabkan mereka percaya bahwa Yesus sementara dengan sadar menyamakan diri-Nya dengan Allah sebagaimana yang dikatakan McDowell : ”...tidak ada keraguan sedikitpun di benak orang yang mendengar pernyataan ini bahwa Yesus mengaku di hadapan mereka bahwa Dia adalah Allah. Dengan demikian orang-orang Yahudi dapat menganggap kata-kata Yesus sebagai suatu penghujatan belaka, dan memutuskan untuk menghukum-Nya menurut cara mereka sendiri” (Apologetika : 155). Dalam bukunya yang lain McDowell bersama Bart Larson berkata : ”Orang-orang Yahudi kepada siapa Yesus sedang berbicara—yang berdasarkan budaya mereka dipandang mampu menafsirkan kata-kata Yesus dengan lebih baik daripada siapa pun yang hidup 2000 tahun kemudian—mengerti bahwa Yesus menyamakan diri-Nya dengan AllahOleh karena itu mereka mengambil batu untuk merajam Dia” (Allah Menjadi Manusia; LLB. 1996: 98). Jika FD ternyata menafsir kalimat Yesus tersebut berbeda dengan yang dipahami orang Yahudi maka sesungguhnya FD tidak sementara menggunakan pola pikir Yahudi. Lalu pola pikir dari mana yang dipakai FD? Entahlah...... (semoga FD mau memberitahunya dalam tanggapan berikutnya). Kalau betul FD memakai pikiran monoteisme Yahudi maka FD harus sepakat dengan orang-orang Yahudi pada zaman itu bahwa Yesus telah menghujat Allah karena menyamakan diri-Nya dengan Allah. Maka FD punya 2 pilihan (1) Percaya kata-kata Yesus bahwa Ia adalah Allah atau (2) Bersama-sama dengan orang Yahudi (yang berpikiran monoteisme itu) hendak melempari Yesus dengan batu. Itu baru pikiran monoteisme Yahudi. Jika FD tidak berpikiran sama dengan orang Yahudi berarti ia tidak memakai pikiran monoteisme Yahudi sehingga statemennya yang mengatakan ”saya memakai pikiran Monotheis Yahudi” hanyalah omong kosong belaka yang dapat mengecoh pembaca.
Satu lagi bagian yang membuktikan bahwa FD tidak memakai pola pikir Yahudi adalah ketika ia menafsirkan Yes 9:5. Yes 9:5 berbunyi : ”Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai”. Menarik bahwa ayat ini menyebut anak yang dilahirkan itu (Yesus) sebagai ”Allah yang perkasa” namun oleh FD ditafsirkan bahwa itu kan hanya sebutan orang. Baiklah saya kutipkan kata-kata FD dari bukunya yang lain ”Kasus Besar yang Keliru” hal. 24 : ”Apakah ’jika disebutkan orang’ hal itu pasti berarti bahwa Yesus adalah Allah sejati/Yahweh itu sendiri? Menurut saya, tidaklah begitu artinya”. Jadi menurut FD salah satu alasan ayat tersebut tidak membuktikan Yesus sebagai Allah yang sejati karena itu hanya ’disebutkan orang’. Jadi belum tentu benar begitu. Nah, itu berarti bahwa FD tidak memahami makna kalimat ”disebutkan orang” itu dengan pola pikir orang Yahudi/Ibrani. Orang Ibrani/Yahudi biasanya memahami kalimat ”disebutkan orang” itu sebagai ”itulah Dia”. McDowell dan Bart Larson menulis : ”Nama-Nya disebutkan orang” berarti ”itulah Dia” (hal. 30). Bandingkan dengan Kej 16:14 : ”Sebab itu sumur tadi disebutkan orang: sumur Lahai-Roi; letaknya antara Kadesh dan Bered. Hak 10:4 : ”Ia mempunyai tiga puluh anak laki-laki, yang mengendarai tiga puluh ekor keledai jantan, dan mereka mempunyai tiga puluh kota, yang sampai sekarang disebutkan orang Hawot-Yair, di tanah Gilead”. 2 Sam 2:16 : ”Kemudian mereka masing-masing menangkap kepala lawannya, dan menikamkan pedangnya ke lambung lawannya, sehingga rebahlah mereka bersama-sama. Sebab itu tempat itu disebutkan orang Helkat-Hazurim; letaknya dekat Gibeon”. Dari 3 ayat ini nampak bahwa kalimat ”disebutkan orang” (Ibr : qara) sama sekali tidak berindikasi ’belum tentu benar’ melainkan ’itulah namanya’. Ini adalah pola pikir Ibrani atau Yahudi. Jadi jika FD memahami makna frase ’disebutkan orang’ sebagaimana pendapatnya di atas maka sekali lagi dia tidak sementara memakai pola pikir/alam pikir Ibrani/Yahudi. Pola pikir yang nampak lewat pendapat FD itu adalah pola pikir Indonesia.
Tiga fakta yang sudah saya kemukakan ini membuktikan bahwa sesungguhnya FD sendiri tidak menggunakan pola pikir/alam pikir Yahudi dalam memahami teks-teks Alkitab. Yang ia pakai justru alam pikir Indonesia, alam pikir Surabaya, dan entah alam pikir mana lagi. Dengan demikian apa yang dikatakannya bahwa ia menggunakan pola pikir Yahudi adalah tidak benar dan sekali lagi bersifat mengelabui pembaca. Bagaimana Pak Frans?
Pemahaman Trinitas yang keliru
Menganalisa kalimat-kalimat yang dikemukakan FD di sekitar doktrin trinitas/tritunggal ternyata menunjukkan bahwa FD tidak memahami definisi maupun konsep trinitas/tritunggal dengan benar. Dalam tanggapan awal saya terhadap bukunya sudah saya ungkapkan hal ini di mana ketika membahas ayat Yoh 10:30 FD berkata : “Secara kurang tepat, ayat ini langsung diartikan oleh para teolog Trinitarian bahwa Yesus adalah Allah, pribadi yang sama dengan Bapa….Sesuai dengan konteksnya, kata “satu” dalam Yoh 10:30 maupun Yoh 17 bukanlah satu pribadi, melainkan satu visi, satu misi, satu pekerjaan, satu spirit, satu hati, satu pikir, bukan satu sosok atau satu oknum. Seperti halnya sepasang suami-isteri adalah satu tapi tetap dua pribadi yang berbeda. (hal. 47-48). Demikian juga ketika membahas Yoh 12:49-50 ia menulis : “Yesus dengan tegas menyatakan bahwa “Bapa” yang mengutus Yesus, Dialah yang memerintah Yesus. Jelas bahwa Bapa dan Yesus adalah dua entitas yang terpisah” (hal. 40). Di halaman 41 dari bukunya, FD ketika membahas Mark 15 :34 mengatakan : “menjelang wafat, Yesus memanggil Allahnya, ‘Eloi-Eloi lama sabakhtani”. Jika Yesus adalah Allah sendiri, mengapa dia memanggil dirinya sendiri? Jelas Yesus bukanlah Allah (Yahweh). Demikian pula dalam halaman yang sama ketika membahas Kis 7 :55-56 ia berkata : ‘Stefanus jelas melihat bahwa Yesus berdiri DI SEBELAH KANAN ALLAH, berarti jelas sekali Yesus bukan Allah (Bapa/Yahweh)”. Dari kalimat-kalimat ini kita dapat simpulkan bahwa FD memang tidak mengerti konsep doktrin trinitas/tritunggal dengan benar. Doktrin trinitas yang Alkitabiah tidak pernah mengajarkan bahwa Yesus itu adalah oknum/pribadi yang sama dengan pribadi Bapa. Dalam rumusan kuno dari doktrin tritunggal dikatakan bahwa “Bapa BUKAN Anak, Anak BUKAN Roh Kudus dan Roh Kudus BUKAN Bapa, TETAPI Bapa ADALAH Allah, Anak ADALAH Allah dan Roh Kudus ADALAH Allah”. Bahwa Bapa dan Anak (juga Roh Kudus) adalah pribadi yang sama (dengan fungsi yang berbeda saja) adalah salah satu teori yang menyimpang dari ajaran tritunggal yang alkitabiah yang dikenal sebagai ajaran “Modalisme-Monoarkhianisme” atau “Sabellianisme” sesuai nama pencetusnya yakni Sabellius. Jadi kalimat-kalimat FD di atas lebih cocok dipakai untuk menanggapi paham modalisme-monoarkhianisme dan bukannya pada doktrin tritunggal yang alkitabiah. Jadi sekali lagi FD belum memahami doktrin tritunggal dengan baik. Mungkin lebih baik dia belajar memahami doktrin tritunggal yang alkitabiah dulu barulah mengajukan keberatan sehingga tidak salah sasaran bak dokter yang salah mendiagnosa dan salah memberi obat. Bagian ini sudah saya kemukakan dalam tulisan tanggapan awal saya tetapi sekali lagi FD sama sekali tidak memberikan jawabannya. Mungkin ia baru mau memberikan jawaban dalam acara debat di Surabaya? Semoga tidak! FD menjadi contoh bagi kita bahwa ada banyak orang Kristen yang belum memahami doktrin tritunggal dengan benar. Meskipun begitu ia sudah begitu cepatnya mengklaim doktrin tritunggal keliru. FD menulis : “jika pembaca coba menanyakan konsep Trinitas pada pendeta-pendeta yang lain, maka mereka sering mempunyai konsepnya masing-masing yang berbeda dengan Trinitas yang dipahami oleh Esra tersebut, dan masing-masing sering mengklaim bahwa pemahaman Trinitasnya dia yang paling benar, dan yang lain salah. 10 pendeta Trinitas bisa memberikan 11 macam argumen yang berbeda tentang doktrin Trinitas. Hal itu membuktikan bahwa di kalangan Trinitarian sendiri pun sering bingung tentang konsep Trinitas/Tritunggal,”. Benar sekali bahwa ada banyak teori di sekitar doktrin tritunggal yang beredar di kalangan orang Kristen dan masing-masing mengklaim diri paling benar tetapi benarnya satu teori tidak hanya bergantung pada ‘klaim paling benar’ itu saja tetapi apakah teori itu dapat dipertanggungjawabkan dan mewakili seluruh data Alkitab atau tidak? Konsep tritunggal seperti yang saya sebutkan di atas memang adalah salah satu dari sekian pandangan namun itulah pandangan yang mewakili seluruh data Alkitab. Silahkan diuji!!! Saya tunggu!!! Satu hal yang perlu dipahami FD adalah bahwa adanya banyak pandangan di sekitar doktrin tritunggal tidak berarti bahwa doktrin tritunggal KELIRU melainkan doktrin tritunggal SULIT dipahami. Dan itu wajar karena kita sementara berbicara tentang diri Allah. Ayub 11:7 : ”Dapatkah engkau memahami hakekat Allah, menyelami batas-batas kekuasaan Yang Mahakuasa?”. Sulit bukan berarti sama sekali salah bukan? Selain itu pemahaman Alkitab yang tidak lengkap juga turut menyumbang pandangan-pandangan yang keliru atas doktrin ini. Contohnya? Ya seperti pemahaman FD ini. FD bilang 10 pendeta Trinitas bisa memberikan 11 macam argumen yang berbeda tentang doktrin Trinitas tapi itu tidak berarti doktrin trinitas yang sesungguhnya menjadi salah. Apakah kebenaran 5 + 5 = 10 menjadi salah hanya karena adanya 11 jawaban berbeda yang datang dari 10 orang yang memberikan jawaban? Jangankan 11. Andaikata muncul 21 jawaban berbeda pun, sama sekali tidak meruntuhkan kebenaran bahwa 5 + 5 = 10. Itu hanya membuktikan 2 hal (1) Pertanyaan 5 + 5 memang terlalu sukar bagi mereka (2) Mereka memang memberikan jawaban yang ngawur semuanya. Semoga FD dapat memahami persoalan ini?
Ketidakpahaman FD terhadap doktrin tritunggal yang alkitabiah tidak hanya seperti yang saya sebutkan di atas. Perhatikan kalimat FD selanjutnya : ”...maka tidak perlu heran jika di antara pembaca mungkin juga banyak yang bingung tentang teori-teori Trinitas/tritunggal yang tiga tapi satu, satu tapi tiga itu, bukan? Pembaca bingung? Ya! Mengapa bingung? Karena dibingungkan FD! Mengapa FD bisa membuat bingung? Karena dia sendiri bingung! Bingung apa? Bingung tentang konsep tritunggal. Buktinya? Buktinya ada pada kalimat ”teori Trinitas/tritunggal yang tiga tapi satu, satu tapi tiga itu”. Masih senada dengan kalimat di atas, sebelumnya FD juga menulis : ”tidak ada yang namanya Allah Tiga tapi satu / Trinitas”. Itu berarti dalam pikiran FD doktrin tritunggal mengajarkan bahwa Allah itu tiga tapi satu, satu tapi tiga. Lalu FD berpikir bagaimana mungkin Allah itu satu sekaligus tiga atau tiga sekaligus satu? Tidak mungkin, tidak masuk akal! Satu ya satu, tiga ya tiga. Tidak mungkin tiga menjadi satu dan satu menjadi tiga? Lalu FD menjadi bingung? Setelah FD menjadi bingung ia lantas mengungkapkan kebingungannya lewat tulisannya itu dan orang lain juga jadi bingung dan akhirnya sepakat dengan dia bahwa doktrin tritunggal membingungkan dan karena membingungkan maka doktrin tersebut tidak benar. Di sinilah titik kelemahan FD. Dia salah memahami konsep tritunggal. Doktrin tritunggal tidak pernah mengajarkan bahwa Allah itu tiga tapi satu, satu tapi tiga sehingga menimbulkan kesan Allah itu ada satu sekaligus ada tiga atau Allah itu ada tiga sekaligus satu. Kalau begitu bagaimana definisi doktrin tritunggal yang Alkitabiah? Saya kutipkan salah satu definisi terbaik yang diberikan Warfield : ”Ada satu Allah yang benar dan satu-satunya, tetapi di dalam keesaan dari keallahan itu ada tiga pribadi yang sama kekal dan sepadan, sama di dalam hakikat tapi beda di dalam pribadi” (B.B. Warfield, ”Trinity”, The International Standard Bible Encyclopaedia, James Orr, ed; Grand Rapids; Eermans, 1930 : 5:3012). Bandingkan ini dengan kata-kata Stephen Tong : ”Tritunggal berarti tiga pribadi dalam satu Allah, atau di dalam satu esensi Allah, ada tiga pribadi....Tiga pribadi bukan berarti tiga Allah, dan satu Allah tidak berarti satu pribadi. Tiga pribadi itu mempunyai sifat dasar atau esensi (Yun : Ousia, Ingg : Substance) yang sama, yaitu Allah. Allah Bapa adalah Allah, Allah Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah, namun ketiganya memiliki satu Ousia, yaitu esensi Allah. Maka ketiga pribadi itu adalah satu Allah”. (Stephen Tong; ”Allah Tritunggal; LRII, 2002:29-30). Itu berarti yang diklaim doktrin tritunggal yang alkitabiah adalah bahwa hanya ada satu Allah tetapi terdiri dari tiga pribadi. Satu dalam HAKIKAT/ESENSI (Yun : ousia) dan tiga dalam PRIBADI. Yang satu adalah HAKIKATNYA/ESENSINYA dan yang tiga adalah PRIBADINYA. Jadi ada 2 hal berbeda yang sementara dibicarakan yakni HAKIKAT/ESENSI dan PRIBADI. Karena ada 2 hal berbeda yang dibicarakan maka tidak dapat disebut kontrasiksi. Jika kita berkata bahwa Allah itu tiga sekaligus satu atau kita berkata bahwa tiga Allah sama dengan satu Allah dan satu Allah sama dengan tiga Allah jelas itu kontrasiksi (karena hanya satu hal yang ditekankan yakni hakikat) sama dengan berkata bahwa ”mata saya dua sekaligus empat”. Tetapi kalau kita berkata ”mata saya dua dan mata kaki saya empat” itu bukan kontradiksi karena ada 2 hal berbeda yang dibicarakan yakni MATA dan MATA KAKI. Paham? Ketidakmampuan melihat hal inilah yang menyebabkan banyak kebingungan di sekitar doktrin ini. Di titik inilah FD tidak paham sehingga mendefinisikan doktrin tritunggal sebagai ”Allah tiga tapi satu” lalu ia bingung sendiri dan membuat orang lain jadi bingung lantas ia membuat kesimpulan doktrin tritunggal keliru. Dari sini jelas bahwa bukan doktrin tritunggal yang keliru tapi Frans yang keliru memahami doktrin tritunggal. Semoga penjelasan ini menghilangkan kebingungan pembaca sebagai akibat kebingungan yang ditularkan Frans Donald yang juga lagi bingung. Bersambung.....
Esra Alfred Soru
FD menggunakan alam pikir Yahudi?
Selain menuduh saya menggunakan alam pikir/filsafat Yunani, FD juga mengklaim dirinya sementara memakai alam pikir monoteisme Yahudi. Perhatikan kalimatnya : Esra memakai pikiran Yunani, sedangkan saya memakai pikiran Monotheis Yahudi...”. Benarkah? Sekarang saya ajak pembaca untuk menguji apakah benar FD sementara memakai alam pikir/pola pikir Yahudi sebagaimana yang dikatakannya?
Salah satu ayat yang biasa dipakai sebagai bukti bahwa Yesus adalah Allah adalah Yoh 20:28 yang berisi pengakuan Tomas "Ya Tuhanku dan Allahku!". Jadi Tomas menyebut Yesus sebagai ”Allahku”. Menariknya, Yesus bukan saja tidak menegur / memarahi Tomas atas kata-katanya itu, Ia bahkan berkata kepada Tomas : “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yoh 20:29). Ini jelas menunjukkan bahwa Yesus menerima dan membenarkan, penyebutan ‘Tuhan’ dan ‘Allah’ terhadap diri-Nya itu sebagaimana dikatakan A. H. Strong : “.... karena hal itu tidak ditegur / dimarahi oleh Kristus, maka itu sama dengan suatu penegasan dari diri-Nya tentang klaim atas keallahan”. (Systematic Theology, hal 306). Lalu bagaimana pendapat FD terhadap ayat ini? Simaklah kata-katanya : “Sama halnya pada saat kita terkejut melihat peristiwa tsunami, banyak di antara kita yang kaget sekali dan berkata “Ya Allah, ya Robbi!” atau “ya Tuhan dan Allahku!” Bukan berarti gelombang tsunami itu adalah Tuhan atau Allah kita, tapi kita berkata “ya Tuhan dan Allahku!” karena kita sangat terkejut dan heran akan sesuatu yang kita saksikan di depan kita. Demikian juga halnya dengan perkataan Tomas di Yoh 20:28 tersebut. Kita mesti hati-hati saat membaca ayat, kita harus sangat memperhatikan konteksnya agar tidak salah paham” (hal. 50-51). Nah, sekarang kita tanya apakah kebiasaan menyebut ”ya Allah, ya Robbi” atau ”ya Tuhan dan Allahku” sebagai ungkapan keterkejutan adalah sebuah kebiasaan orang Yahudi? Apakah kalau orang Yahudi terkejut karena suatu hal lalu menyebut kalimat seperti itu? Tidak! Sekali lagi tidak! Itu hanya teori Frans Donald saja yang tidak paham budaya Yahudi. Orang Yahudi sangat menghargai nama Allah sehingga tidak mungkin mengucapkan kalimat-kalimat seperti itu. A.H. Strong mengatakan bahwa kebiasaan seperti itu tidak ada dalam kalangan Yahudi, karena adanya larangan untuk menggunakan nama Allah dengan sembarangan / sia-sia (Systematic Theology, hal. 306). Jadi apa yang dikatakan FD itu bukan pola pikir Yahudi melainkan pola pikir Suroboyo (Surabaya) yang sedikit-sedikit ”ya Allah”, ”ya Allah”. Tetapi anehnya FD berkata : ”Kita mesti hati-hati saat membaca ayat, kita harus sangat memperhatikan konteksnya agar tidak salah paham”. Ternyata ia sendiri tidak hati-hati dan tidak memperhatikan konteksnya malah memakai konteks Suroboyo-an untuk menafsir Yoh 20:28. Kalau betul FD memakai pikiran monoteisme Yahudi maka ia seharusnya percaya bahwa Tomas telah membuat sebuah kekeliruan besar dengan menyebut Yesus sebagai ”Allahku” dan FD juga harus mengecam Yesus karena Ia sama sekali tidak menegur/menolak sebutan Tomas untuk diri-Nya. Lebih dari itu FD harus melihat Yesus semacam nabi palsu/’setan’/penghujat Allah karena Ia dengan berani menerima sebutan yang hanya layak diterima Allah. Tapi buktinya tidak kan? Itu berarti FD sama sekali tidak memakai alam pikir monoteisme Yahudi.
Selain itu tentang Yoh 10:30 di mana Yesus berkata “Aku dan Bapa adalah satu" oleh FD ditafsirkan bahwa Yesus dan Bapa itu ”satu” dalam hal visi, misi, pekerjaan, spirit, hati dan pikir. Menariknya dalam ayat 31 berkata : ”Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus”. Itu berarti pernyataan Yesus bahwa Ia dan Bapa adalah satu menjadi penyebab orang Yahudi mau melempari Dia dengan batu. Nah, apakah hanya karena menyatakan bahwa diri-Nya satu dengan Bapa dalam hal visi, misi, pekerjaan, spirit, hati dan pikiran membuat orang Yahudi mau melempari Yesus? Kalau begitu mengapa orang Yahudi mau melempari Yesus? Jawabannya ada dalam : ‘Jawab orang-orang Yahudi itu: "Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah." Perhatikan baik-baik ayat ini. Dari manakah orang Yahudi bisa berpikiran bahwa Yesus sementara menyamakan diri-Nya dengan Allah? Ya dari kalimat Yesus ”Aku dan Bapa adalah satu”. Maka makna sebenarnya dari kalimat “Aku dan Bapa adalah satu" harus dimengerti dari pola pikir orang Yahudi. A.T Robertson tentang ayat ini sebagi berikut : Kata ”satu” (hen) di sini bersifat netral, bukan maskulin (heis). Jadi ini bukan menunjuk pada satu orang (bandingkan dengan heis dalam Gal 3:28), tapi satu inti atau satu sifat dasar” (‘Word Pictures in the New Testament’, vol V, hal 186). Bandingkan ini dengan keterangan yang diberikan dalam ”Pulpit Commentary”, hal.50 : ”Tuhan (Yesus) sadar bahwa kepribadian-Nya sendiri berbeda (distinct) dari kepribadian Bapa, sekalipun demikian Ia menegaskan suatu kesatuan yang bersifat dasari. ... kata ’hen’, satu realita, jika itu tidak menyatakan kesatuan yang sungguh-sungguh dalam hakekat, mencakup hal itu. ... Jika Ia semata-mata memaksudkan persatuan moral dan rohani dengan Bapa, atau kelengkapan tentang penyataan dari pikiran Ilahi, mengapa ucapan itu menyebabkan kemarahan yang begitu hebat?’. Tepat sekali! Dan tentu hal ini sangat dimengerti orang Yahudi. Itulah yang menyebabkan mereka percaya bahwa Yesus sementara dengan sadar menyamakan diri-Nya dengan Allah sebagaimana yang dikatakan McDowell : ”...tidak ada keraguan sedikitpun di benak orang yang mendengar pernyataan ini bahwa Yesus mengaku di hadapan mereka bahwa Dia adalah Allah. Dengan demikian orang-orang Yahudi dapat menganggap kata-kata Yesus sebagai suatu penghujatan belaka, dan memutuskan untuk menghukum-Nya menurut cara mereka sendiri” (Apologetika : 155). Dalam bukunya yang lain McDowell bersama Bart Larson berkata : ”Orang-orang Yahudi kepada siapa Yesus sedang berbicara—yang berdasarkan budaya mereka dipandang mampu menafsirkan kata-kata Yesus dengan lebih baik daripada siapa pun yang hidup 2000 tahun kemudian—mengerti bahwa Yesus menyamakan diri-Nya dengan AllahOleh karena itu mereka mengambil batu untuk merajam Dia” (Allah Menjadi Manusia; LLB. 1996: 98). Jika FD ternyata menafsir kalimat Yesus tersebut berbeda dengan yang dipahami orang Yahudi maka sesungguhnya FD tidak sementara menggunakan pola pikir Yahudi. Lalu pola pikir dari mana yang dipakai FD? Entahlah...... (semoga FD mau memberitahunya dalam tanggapan berikutnya). Kalau betul FD memakai pikiran monoteisme Yahudi maka FD harus sepakat dengan orang-orang Yahudi pada zaman itu bahwa Yesus telah menghujat Allah karena menyamakan diri-Nya dengan Allah. Maka FD punya 2 pilihan (1) Percaya kata-kata Yesus bahwa Ia adalah Allah atau (2) Bersama-sama dengan orang Yahudi (yang berpikiran monoteisme itu) hendak melempari Yesus dengan batu. Itu baru pikiran monoteisme Yahudi. Jika FD tidak berpikiran sama dengan orang Yahudi berarti ia tidak memakai pikiran monoteisme Yahudi sehingga statemennya yang mengatakan ”saya memakai pikiran Monotheis Yahudi” hanyalah omong kosong belaka yang dapat mengecoh pembaca.
Satu lagi bagian yang membuktikan bahwa FD tidak memakai pola pikir Yahudi adalah ketika ia menafsirkan Yes 9:5. Yes 9:5 berbunyi : ”Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai”. Menarik bahwa ayat ini menyebut anak yang dilahirkan itu (Yesus) sebagai ”Allah yang perkasa” namun oleh FD ditafsirkan bahwa itu kan hanya sebutan orang. Baiklah saya kutipkan kata-kata FD dari bukunya yang lain ”Kasus Besar yang Keliru” hal. 24 : ”Apakah ’jika disebutkan orang’ hal itu pasti berarti bahwa Yesus adalah Allah sejati/Yahweh itu sendiri? Menurut saya, tidaklah begitu artinya”. Jadi menurut FD salah satu alasan ayat tersebut tidak membuktikan Yesus sebagai Allah yang sejati karena itu hanya ’disebutkan orang’. Jadi belum tentu benar begitu. Nah, itu berarti bahwa FD tidak memahami makna kalimat ”disebutkan orang” itu dengan pola pikir orang Yahudi/Ibrani. Orang Ibrani/Yahudi biasanya memahami kalimat ”disebutkan orang” itu sebagai ”itulah Dia”. McDowell dan Bart Larson menulis : ”Nama-Nya disebutkan orang” berarti ”itulah Dia” (hal. 30). Bandingkan dengan Kej 16:14 : ”Sebab itu sumur tadi disebutkan orang: sumur Lahai-Roi; letaknya antara Kadesh dan Bered. Hak 10:4 : ”Ia mempunyai tiga puluh anak laki-laki, yang mengendarai tiga puluh ekor keledai jantan, dan mereka mempunyai tiga puluh kota, yang sampai sekarang disebutkan orang Hawot-Yair, di tanah Gilead”. 2 Sam 2:16 : ”Kemudian mereka masing-masing menangkap kepala lawannya, dan menikamkan pedangnya ke lambung lawannya, sehingga rebahlah mereka bersama-sama. Sebab itu tempat itu disebutkan orang Helkat-Hazurim; letaknya dekat Gibeon”. Dari 3 ayat ini nampak bahwa kalimat ”disebutkan orang” (Ibr : qara) sama sekali tidak berindikasi ’belum tentu benar’ melainkan ’itulah namanya’. Ini adalah pola pikir Ibrani atau Yahudi. Jadi jika FD memahami makna frase ’disebutkan orang’ sebagaimana pendapatnya di atas maka sekali lagi dia tidak sementara memakai pola pikir/alam pikir Ibrani/Yahudi. Pola pikir yang nampak lewat pendapat FD itu adalah pola pikir Indonesia.
Tiga fakta yang sudah saya kemukakan ini membuktikan bahwa sesungguhnya FD sendiri tidak menggunakan pola pikir/alam pikir Yahudi dalam memahami teks-teks Alkitab. Yang ia pakai justru alam pikir Indonesia, alam pikir Surabaya, dan entah alam pikir mana lagi. Dengan demikian apa yang dikatakannya bahwa ia menggunakan pola pikir Yahudi adalah tidak benar dan sekali lagi bersifat mengelabui pembaca. Bagaimana Pak Frans?
Pemahaman Trinitas yang keliru
Menganalisa kalimat-kalimat yang dikemukakan FD di sekitar doktrin trinitas/tritunggal ternyata menunjukkan bahwa FD tidak memahami definisi maupun konsep trinitas/tritunggal dengan benar. Dalam tanggapan awal saya terhadap bukunya sudah saya ungkapkan hal ini di mana ketika membahas ayat Yoh 10:30 FD berkata : “Secara kurang tepat, ayat ini langsung diartikan oleh para teolog Trinitarian bahwa Yesus adalah Allah, pribadi yang sama dengan Bapa….Sesuai dengan konteksnya, kata “satu” dalam Yoh 10:30 maupun Yoh 17 bukanlah satu pribadi, melainkan satu visi, satu misi, satu pekerjaan, satu spirit, satu hati, satu pikir, bukan satu sosok atau satu oknum. Seperti halnya sepasang suami-isteri adalah satu tapi tetap dua pribadi yang berbeda. (hal. 47-48). Demikian juga ketika membahas Yoh 12:49-50 ia menulis : “Yesus dengan tegas menyatakan bahwa “Bapa” yang mengutus Yesus, Dialah yang memerintah Yesus. Jelas bahwa Bapa dan Yesus adalah dua entitas yang terpisah” (hal. 40). Di halaman 41 dari bukunya, FD ketika membahas Mark 15 :34 mengatakan : “menjelang wafat, Yesus memanggil Allahnya, ‘Eloi-Eloi lama sabakhtani”. Jika Yesus adalah Allah sendiri, mengapa dia memanggil dirinya sendiri? Jelas Yesus bukanlah Allah (Yahweh). Demikian pula dalam halaman yang sama ketika membahas Kis 7 :55-56 ia berkata : ‘Stefanus jelas melihat bahwa Yesus berdiri DI SEBELAH KANAN ALLAH, berarti jelas sekali Yesus bukan Allah (Bapa/Yahweh)”. Dari kalimat-kalimat ini kita dapat simpulkan bahwa FD memang tidak mengerti konsep doktrin trinitas/tritunggal dengan benar. Doktrin trinitas yang Alkitabiah tidak pernah mengajarkan bahwa Yesus itu adalah oknum/pribadi yang sama dengan pribadi Bapa. Dalam rumusan kuno dari doktrin tritunggal dikatakan bahwa “Bapa BUKAN Anak, Anak BUKAN Roh Kudus dan Roh Kudus BUKAN Bapa, TETAPI Bapa ADALAH Allah, Anak ADALAH Allah dan Roh Kudus ADALAH Allah”. Bahwa Bapa dan Anak (juga Roh Kudus) adalah pribadi yang sama (dengan fungsi yang berbeda saja) adalah salah satu teori yang menyimpang dari ajaran tritunggal yang alkitabiah yang dikenal sebagai ajaran “Modalisme-Monoarkhianisme” atau “Sabellianisme” sesuai nama pencetusnya yakni Sabellius. Jadi kalimat-kalimat FD di atas lebih cocok dipakai untuk menanggapi paham modalisme-monoarkhianisme dan bukannya pada doktrin tritunggal yang alkitabiah. Jadi sekali lagi FD belum memahami doktrin tritunggal dengan baik. Mungkin lebih baik dia belajar memahami doktrin tritunggal yang alkitabiah dulu barulah mengajukan keberatan sehingga tidak salah sasaran bak dokter yang salah mendiagnosa dan salah memberi obat. Bagian ini sudah saya kemukakan dalam tulisan tanggapan awal saya tetapi sekali lagi FD sama sekali tidak memberikan jawabannya. Mungkin ia baru mau memberikan jawaban dalam acara debat di Surabaya? Semoga tidak! FD menjadi contoh bagi kita bahwa ada banyak orang Kristen yang belum memahami doktrin tritunggal dengan benar. Meskipun begitu ia sudah begitu cepatnya mengklaim doktrin tritunggal keliru. FD menulis : “jika pembaca coba menanyakan konsep Trinitas pada pendeta-pendeta yang lain, maka mereka sering mempunyai konsepnya masing-masing yang berbeda dengan Trinitas yang dipahami oleh Esra tersebut, dan masing-masing sering mengklaim bahwa pemahaman Trinitasnya dia yang paling benar, dan yang lain salah. 10 pendeta Trinitas bisa memberikan 11 macam argumen yang berbeda tentang doktrin Trinitas. Hal itu membuktikan bahwa di kalangan Trinitarian sendiri pun sering bingung tentang konsep Trinitas/Tritunggal,”. Benar sekali bahwa ada banyak teori di sekitar doktrin tritunggal yang beredar di kalangan orang Kristen dan masing-masing mengklaim diri paling benar tetapi benarnya satu teori tidak hanya bergantung pada ‘klaim paling benar’ itu saja tetapi apakah teori itu dapat dipertanggungjawabkan dan mewakili seluruh data Alkitab atau tidak? Konsep tritunggal seperti yang saya sebutkan di atas memang adalah salah satu dari sekian pandangan namun itulah pandangan yang mewakili seluruh data Alkitab. Silahkan diuji!!! Saya tunggu!!! Satu hal yang perlu dipahami FD adalah bahwa adanya banyak pandangan di sekitar doktrin tritunggal tidak berarti bahwa doktrin tritunggal KELIRU melainkan doktrin tritunggal SULIT dipahami. Dan itu wajar karena kita sementara berbicara tentang diri Allah. Ayub 11:7 : ”Dapatkah engkau memahami hakekat Allah, menyelami batas-batas kekuasaan Yang Mahakuasa?”. Sulit bukan berarti sama sekali salah bukan? Selain itu pemahaman Alkitab yang tidak lengkap juga turut menyumbang pandangan-pandangan yang keliru atas doktrin ini. Contohnya? Ya seperti pemahaman FD ini. FD bilang 10 pendeta Trinitas bisa memberikan 11 macam argumen yang berbeda tentang doktrin Trinitas tapi itu tidak berarti doktrin trinitas yang sesungguhnya menjadi salah. Apakah kebenaran 5 + 5 = 10 menjadi salah hanya karena adanya 11 jawaban berbeda yang datang dari 10 orang yang memberikan jawaban? Jangankan 11. Andaikata muncul 21 jawaban berbeda pun, sama sekali tidak meruntuhkan kebenaran bahwa 5 + 5 = 10. Itu hanya membuktikan 2 hal (1) Pertanyaan 5 + 5 memang terlalu sukar bagi mereka (2) Mereka memang memberikan jawaban yang ngawur semuanya. Semoga FD dapat memahami persoalan ini?
Ketidakpahaman FD terhadap doktrin tritunggal yang alkitabiah tidak hanya seperti yang saya sebutkan di atas. Perhatikan kalimat FD selanjutnya : ”...maka tidak perlu heran jika di antara pembaca mungkin juga banyak yang bingung tentang teori-teori Trinitas/tritunggal yang tiga tapi satu, satu tapi tiga itu, bukan? Pembaca bingung? Ya! Mengapa bingung? Karena dibingungkan FD! Mengapa FD bisa membuat bingung? Karena dia sendiri bingung! Bingung apa? Bingung tentang konsep tritunggal. Buktinya? Buktinya ada pada kalimat ”teori Trinitas/tritunggal yang tiga tapi satu, satu tapi tiga itu”. Masih senada dengan kalimat di atas, sebelumnya FD juga menulis : ”tidak ada yang namanya Allah Tiga tapi satu / Trinitas”. Itu berarti dalam pikiran FD doktrin tritunggal mengajarkan bahwa Allah itu tiga tapi satu, satu tapi tiga. Lalu FD berpikir bagaimana mungkin Allah itu satu sekaligus tiga atau tiga sekaligus satu? Tidak mungkin, tidak masuk akal! Satu ya satu, tiga ya tiga. Tidak mungkin tiga menjadi satu dan satu menjadi tiga? Lalu FD menjadi bingung? Setelah FD menjadi bingung ia lantas mengungkapkan kebingungannya lewat tulisannya itu dan orang lain juga jadi bingung dan akhirnya sepakat dengan dia bahwa doktrin tritunggal membingungkan dan karena membingungkan maka doktrin tersebut tidak benar. Di sinilah titik kelemahan FD. Dia salah memahami konsep tritunggal. Doktrin tritunggal tidak pernah mengajarkan bahwa Allah itu tiga tapi satu, satu tapi tiga sehingga menimbulkan kesan Allah itu ada satu sekaligus ada tiga atau Allah itu ada tiga sekaligus satu. Kalau begitu bagaimana definisi doktrin tritunggal yang Alkitabiah? Saya kutipkan salah satu definisi terbaik yang diberikan Warfield : ”Ada satu Allah yang benar dan satu-satunya, tetapi di dalam keesaan dari keallahan itu ada tiga pribadi yang sama kekal dan sepadan, sama di dalam hakikat tapi beda di dalam pribadi” (B.B. Warfield, ”Trinity”, The International Standard Bible Encyclopaedia, James Orr, ed; Grand Rapids; Eermans, 1930 : 5:3012). Bandingkan ini dengan kata-kata Stephen Tong : ”Tritunggal berarti tiga pribadi dalam satu Allah, atau di dalam satu esensi Allah, ada tiga pribadi....Tiga pribadi bukan berarti tiga Allah, dan satu Allah tidak berarti satu pribadi. Tiga pribadi itu mempunyai sifat dasar atau esensi (Yun : Ousia, Ingg : Substance) yang sama, yaitu Allah. Allah Bapa adalah Allah, Allah Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah, namun ketiganya memiliki satu Ousia, yaitu esensi Allah. Maka ketiga pribadi itu adalah satu Allah”. (Stephen Tong; ”Allah Tritunggal; LRII, 2002:29-30). Itu berarti yang diklaim doktrin tritunggal yang alkitabiah adalah bahwa hanya ada satu Allah tetapi terdiri dari tiga pribadi. Satu dalam HAKIKAT/ESENSI (Yun : ousia) dan tiga dalam PRIBADI. Yang satu adalah HAKIKATNYA/ESENSINYA dan yang tiga adalah PRIBADINYA. Jadi ada 2 hal berbeda yang sementara dibicarakan yakni HAKIKAT/ESENSI dan PRIBADI. Karena ada 2 hal berbeda yang dibicarakan maka tidak dapat disebut kontrasiksi. Jika kita berkata bahwa Allah itu tiga sekaligus satu atau kita berkata bahwa tiga Allah sama dengan satu Allah dan satu Allah sama dengan tiga Allah jelas itu kontrasiksi (karena hanya satu hal yang ditekankan yakni hakikat) sama dengan berkata bahwa ”mata saya dua sekaligus empat”. Tetapi kalau kita berkata ”mata saya dua dan mata kaki saya empat” itu bukan kontradiksi karena ada 2 hal berbeda yang dibicarakan yakni MATA dan MATA KAKI. Paham? Ketidakmampuan melihat hal inilah yang menyebabkan banyak kebingungan di sekitar doktrin ini. Di titik inilah FD tidak paham sehingga mendefinisikan doktrin tritunggal sebagai ”Allah tiga tapi satu” lalu ia bingung sendiri dan membuat orang lain jadi bingung lantas ia membuat kesimpulan doktrin tritunggal keliru. Dari sini jelas bahwa bukan doktrin tritunggal yang keliru tapi Frans yang keliru memahami doktrin tritunggal. Semoga penjelasan ini menghilangkan kebingungan pembaca sebagai akibat kebingungan yang ditularkan Frans Donald yang juga lagi bingung. Bersambung.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda dan jangan lupa mencantumkan nama dan kota.propinsi tempat anda berdomisili. Misalnya : Yutmen (Jogja)