02 Mei 2009

PELAJARAN DARI SANG TABIB (Part 2)

Lukas 1:1-4

Esra Alfred Soru

Dalam bagian pertama tulisan ini kita sudah belajar bersama dari sang tabib Lukas di mana ia menulis Injilnya sedemikian rupa (Injil dengan gaya tulis populer, Injil dengan bahasa Yunani terbaik, Injil yang paling lengkap, Injil yang paling teliti, Injil yang menyinggung sejarah sekuler). Hal ini menunjukkan bahwa Lukas tahu memberikan yang terbaik kepada Juruselamatnya. Demikian pula seharusnya kita.

Pada bagian kedua ini kita masih akan tetap belajar dari tabib Lukas dan melihat sisi lain dari apa yang sudah kita dengar. Satu hal yang dapat kita catat lagi tentang Injil Lukas adalah bahwa Lukas menuliskan Injilnya sebagai Injil bagi orang non Yahudi (gentile). Karena Lukas bukan orang Yahudi maka ia memang tidak menulis Injilnya kepada orang Yahudi. Ini berbeda dengan Matius yang mengkhususkan Injilnya untuk orang Yahudi. Itulah sebabnya dalam Injilnya, Matius banyak mengutip PL (kira-kira sebanyak 60 kutipan) untuk membuktikan pada orang Yahudi bahwa sesungguhnya Yesus adalah Mesias yang dijanjikan dalam PL. Namun karena Lukas menujukan Injilnya bagi orang non Yahudi maka ia jarang sekali mengutip PL. Berikut ini adalah bukti-buktinya :

Injil Lukas secara khusus dialamatkan untuk seorang yang bernama “TEOFILUS”.

Siapakah Teofilus ini? Ada penafsir yang berpendapat bahwa ‘Teofilus’ bukanlah nama seseorang, tetapi maksudnya adalah ‘orang-orang Kristen’. Alasannya adalah : (1) Tidak mungkin Lukas menuliskan Injilnya hanya untuk satu orang saja. (2) Nama “Teofilus” berasal dari 2 kata Yunani, yaitu THEOS (= God / Allah) dan PHILIA (= love / kasih), sehingga ‘Teofilus’ = God-lover / God-beloved / a friend of God (= pecinta Allah / orang yang dicintai Allah / sahabat Allah). Namun pendapat ini tidak kuat karena : (1) Paulus pun menuliskan beberapa suratnya (seperti Timotius, Titus, Filemon) hanya untuk satu orang saja. Karena itu tidak aneh kalau Lukas menuliskan Injilnya untuk satu orang saja. (2) Kata ‘mu’ / ‘engkau’ (ay 3-4) dalam bahasa Yunaninya ada dalam bentuk singular / tunggal. Kalau ‘Teofilus’ menunjuk pada ‘orang-orang Kristen’ maka pasti Lukas menggunakan ‘mu’ / ‘engkau’ dalam bentuk plural / jamak. (3) Adanya sebutan ‘yang mulia’ (ay 1), tidak memungkinkan bahwa istilah ‘Teofilus’ menunjuk kepada orang-orang Kristen. Tidak ada alasan bagi Lukas untuk menyebut orang-orang Kristen dengan sebutan ‘yang mulia’

Teofilus disebut sebagai ‘yang mulia’. Dari sebutan ini kita bisa menyimpulkan bahwa Teofilus adalah orang yang mempunyai jabatan tinggi. Ini bukanlah sesuatu yang aneh pada zaman itu, dan karena itu istilah ini tidak menunjukkan Lukas sebagai orang yang menjilat. Bandingkan dengan Kis 26:25 di mana Paulus menyebut Festus dengan istilah ‘Festus yang mulia’. Ini menggunakan kata Yunani yang sama. Sebutan ini menunjukkan adanya sopan santun! Dan ini menunjukkan bahwa orang Kristen harus sopan (bdk. 1 Kor 13:5 - ‘tak lakukan yang tak sopan’). Tetapi kalau kita melihat pada Kis 1:1, maka pada waktu Lukas menuliskan Kisah Rasul kepada orang yang sama, ia tidak lagi menggunakan istilah ‘yang mulia’ ini. Ada orang yang berkata bahwa ini disebabkan karena pada saat itu Teofilus telah bertobat dan menjadi orang Kristen, gara-gara membaca Injil Lukas ini. Mayoritas penafsir setuju bahwa Teofilus ini adalah seorang pembesar kerajaan Romawi. William Barclay berpendapat : “Ia disebut “Teofilus yang mulia” dan gelar yang diberikan kepadanya ini adalah gelar yang lazim diberikan pada waktu itu kepada seorang pejabat tinggi pemerintahan Romawi. (Pemahaman Alkitab Setiap Hari-Injil Lukas; hal. 2). B.J. Boland juga berkata : “Mungkin sekali Teofilus adalah orang terkemuka, barangkali pegawai tinggi Romawi yang tinggal di Italia (di kota Roma?) (Tafsiran Alkitab Injil Lukas; hal. 10). Sedangkan Merril C.Tenney : “Teofilus, kepada siapa Injil ini dialamatkan mungkin adalah tokoh masyarakat bukan Yahudi yang cukup terkemuka. Lukas memberikan salam kepadanya dengan sebutan “yang mulia” yang di bagian lain dari tulisannya ia gunakan untuk para pejabat Romawi (Kis 24:3;26:25). Tidak ada yang diketahui mengenai tokoh ini di luar dua sebutan kepadanya di dalam Luk 1:3 dan Kis 1:1. Dia adalah seorang Kristen yang baru bertobat yang tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang kepercayaan barunya….” (The Wycliffe Bible Commentary; hal. 216).

Lukas dengan sengaja menghindari terminologi-terminologi Ibrani (khas Yahudi)

Contoh untuk hal ini adalah dalam penyebutan Golgota di mana Matius dan Markus menyebutkan nama “GOLGOTA” (Mat 27:33; Mark 15:22) sedangkan Lukas tidak menggunakan kata ini melainkan hanya berkata “di tempat yang bernama Tengkorak” (Luk 23:33). Di sini nampak bahwa Lukas sengaja menghindari/tidak memakai kata “Golgota” yang adalah bahasa Ibrani. Contoh lainnya adalah dalam penyebutan kata “Rabi” (sebutan untuk “guru” dalam agama Yahudi), Matius menggunakan kata “Rabi” ini sebanyak 4 kali, Markus 3 kali, Yohanes 9 kali, sedangkan Lukas sebanyak 0 (nol) kali/sama sekali tidak menggunakannya. (Band. Mat 23:6-7 dan Luk 11:43). Di situ nampak bahwa Lukas sengaja menghilangkan kata itu.

Lukas mengindikasikan keselamatan bagi orang non Yahudi (gentile)

Dalam Injilnya Lukas juga mengindikasikan keselamatan bagi orang gentile. Mula-mula Lukas mencatat bahwa berita malaikat kepada para gembala tentang kelahiran Kristus bukan hanya berlaku bagi Israel tetapi juga semua bangsa. Luk 2:10 berbunyi : “Lalu kata malaikat itu kepada mereka: "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa” dan Luk 2:14 : "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya." Selain itu Lukas juga merunut silsilah Yesus sampai dengan manusia pertama (bahkan Allah) yang merupakan nenek moyang semua manusia. Ini jelas berbeda dengan Matius yang hanya merunut silsilah Yesus sampai pada Abraham saja sebagai bapa bangsa Yahudi. Perhatikan Mat 1:1 : “Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham dan Luk 3:38 : “…anak Enos, anak Set, anak Adam, anak Allah.

Selanjutnya Lukas menyebutkan orang non Yahudi dalam nyanyian Simeon (Luk 2:32) dan mencatat pernyataan-pernyataan Yesus yang berkenaan dengan orang non Yahudi (Luk 4:25-27; 7:9; 13:29).

Akhirnya Lukas menghiasi Injilnya dengan catatan-catatan mengenai orang Samaria (musuh orang Yahudi)

Tentang orang Samaria, Lukas mencatat bahwa Yesus pernah hendak mengunjungi orang Samaria (Luk 9:51-56). Lukas ingin mengatakan bahwa Kerajaan Allah tidak tertutup bagi orang-orang Samaria. Selain itu hanya Lukas yang menceritakan perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati (Luk 10:30-37) dan mencatat tentang orang kusta yang tahu berterima kasih yang adalah orang Samaria (Luk 17:11-19). Orang Israel telah menutup pusat peribadatan (Yerusalem dan Bait Allah) bagi orang Samaria namun Lukas ingin menyampaikan bahwa Yesus telah membuka pintu Kerajaan Allah bagi mereka.

Semua fakta ini memperlihatkan kepada kita bahwa Lukas memang dengan sengaja menulis Injilnya untuk orang non Yahudi. Apakah yang dapat kita pelajari dari fakta ini?

Lukas mempunyai konsep Kristologis dan Soteriologis yang universal.

Ini tentu hal yang luar biasa karena ia bukan orang Yahudi. Bahkan orang Yahudi saja tidak mengerti hal ini. Bukankah eksklusifisme Yahudi ini masih menjadi kendala di awal gereja? Yang ingin dikatakan oleh Lukas adalah bahwa Kerajaan Allah dan keselamatan dalam Kristus bukan hanya berlaku bagi bangsa tertentu, golongan tertentu, kaum tertentu tetapi berlaku secara universal (lihat Gal 3:28; Kol 3:11). Itulah sebabnya kita tidak boleh menjadi halangan bagi orang lain untuk datang pada Kristus karena Kristus datang bagi semua orang . Di sisi yang lain kita juga harus dapat melihat dan menyadari bahwa ketuhanan Kristus dan keselamatan di dalam Kristus berlaku secara universal dan bukan hanya bagi kekristenan saja. Semua bangsa, semua suku bangsa, semua golongan, semua agama, semua kepercayaan harus percaya kepada Yesus baru boleh diselamatkan. Hal ini jelas bertentangan dengan semangat-semangat pluralisme agama yang dikembangkan oleh beberapa orang yang merasa bahwa Yesus hanyalah Tuhan bagi orang Kristen dan Yesus hanyalah satu-satunya jalan keselamatan bagi orang Kristen tetapi hanyalah salah satu jalan kepada Allah dalam dunia ini.

Lukas mempunyai motivasi yang tulus.

Lukas jelas menujukan Injilnya bagi orang non Yahudi, dan satu-satunya tujuan ia melakukan hal itu nampak dari kata pendahuluannya kepada Teofilus : “supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar”. (Luk 1:4). Ini memperlihatkan bahwa satu-satunya tujuan Lukas menulis Injilnya dalam hubungan dengan sesama manusia adalah agar orang lain (bangsa kafir) dapat mengenal keselamatan dalam Kristus Yesus. Tentunya dalam penulisan Injilnya, ia mengorbankan banyak waktu, tenaga, perhatian dan mungkin biaya dengan satu tujuan agar orang mengenal Kristus. Ia menulis Injilnya bukan untuk mencari uang, popularitas atau prestise. Ia benar-benar menggunakan karunianya demi kepentingan pelayanan. Ia tidak menggunakan karunia untuk cari nama, cari makan atau cari muka melainkan cari jiwa. Tragisnya sekarang ini banyak orang memakai nama Tuhan, memakai karunia Tuhan untuk cari nama, cari makan dan cari muka. Benarlah nasihat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma : “Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, supaya kamu waspada terhadap mereka, yang bertentangan dengan pengajaran yang telah kamu terima, menimbulkan perpecahan dan godaan. Sebab itu hindarilah mereka! Sebab orang-orang demikian tidak melayani Kristus, Tuhan kita, tetapi melayani perut mereka sendiri. Dan dengan kata-kata mereka yang muluk-muluk dan bahasa mereka yang manis mereka menipu orang-orang yang tulus hatinya. (Roma16:17-18). Marilah kita melakukan segala sesuatu dengan motivasi yang tulus dan tujuan yang mulia agar orang lain dapat mengenal Kristus. Ketika Yesus memanggil murid-murid-Nya, Ia berkata : "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Mat 4:19). Jadi murid-murid Kristus adalah penjala-penjala manusia bukan penjala uang, penjala popularitas, penjala keuntungan, dll.

Lukas dengan sangat indah memadukan unsur ilahi dan insani

Dalam menulis Injilnya Lukas mengadakan penelitian dengan seksama (unsur insani) namun tidak ada orang yang menyangkali bahwa Lukas juga diilhami Roh Allah (unsur ilahi). Banyak orang mengadakan pembedaan dan memisahkan unsur ilahi dan unsur insani sebagaimana yang sudah saya bahasa dalam opini di bawah judul :”Apakah Esra Soru Tidak Memakai Hikmat Roh Kudus?” (Timex, 17 Februari 2005). Mereka merasa bahwa berusaha = anti Roh Kudus dan ‘memakai’ Roh Kudus = anti usaha. Dari pengalaman Lukas kita mengerti bahwa berusaha tidak berarti anti Roh Kudus dan ‘memakai’ Roh Kudus tidak berarti anti usaha. Marilah dalam hidup dan pelayanan kita, kita senantiasa dapat memadukan 2 unsur ini, ilahi dan insani sama seperti semboyan gereja purba : “ORA ET LABORA”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda dan jangan lupa mencantumkan nama dan kota.propinsi tempat anda berdomisili. Misalnya : Yutmen (Jogja)