Oleh : James Lola, S.Th
Sadar atau tidak sadar, Kekristenan berkembang oleh karena adanya banyak persolan yang muncul entah itu persoalan yang datang dari luar kekristenan maupun persoaln yang muncul dalam internal Kekristenan. Persoalan yang muncul dari luar kekristenan kebanyakan lebih menyerang atau merongrong eksistensi kekristenan sebagai sebuah agama, sedangkan yang muncul dari dalam lebih banyak merongrong persoalan esensi kekristenan sebagai sebuah iman yang teguh yang mengakui percaya kepada Allah Tritunggal, kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dan juga terhadap Alkitab yang dipercaya sebagai pemyataan Allah yang mutlak tidak dapat salali (Innerancy dan Infalibility)
Sejarah
memperlihatkan, sejak kekristenan menjadi agama Negara atau lepas dari
penganiayaan kekaisaran Romawi yaitu sejak Kaisar Konstantinus memerintah
sebagai Kaisar Romawi pada tahun 312, maka pada saat itu juga persoalan
internal mengenai kepercayaan dan ajaran kekristenan (dogmatika) mulai juga
merebak. Dimulai dengan persolan mengenai kedua Kristus yang disulut oleh
seorang uskup Aleksandria yaitu Arius dan dilawan oleh Athanasius yang pokok
persoalannya adalah apakah Kristus adalah Allah seutuhnya dan juga manusia
seutuhnya, menyusul pada persoalan mengenai kedua natur-Nya, apakah kedua natur
itu bercampur menjadi satu atau terpisah.
Eksistensi Yesus
sebagai Tuhan terus dipertanyakan sepanjang abad mula-mula hinggapada tahun
1095 sebelumPerang salib diserkan oleh Paus Urbanus II , tercatat ada begitu banyak
konsili (pertemuan) yang diadakan untuk membahas mengenai keberadaan Kristus
sebagai Tuhan, tetapi sejarah terus meperlihatkan bahwa Iman yang sejati akan
tetap bertahan sekalipun terus diserang. Mengutip pernyatan Pdt. Dr. Stephen
Tong bahwa kebenaran akanmembuktikan dirinya sendiri benar tanpaperlu dibantu.
Pada tahun 1095,
ketika perang salib didengungkan maka konsentrasi kekristenan bukan lagi pada
persoalan mengenai Kristus tetapi lebih kepada eksistensi Gereja dan Paus
sebagai pemimpin tertinggi dan juga sebagai pengambil keputusan bagi semua umat
manusia bahkan sebagai lembaga yang dapat mengampuni dosa manusia. Hal inilah
yang pada akhimya nanti melahirkan sebuah gerakan reformasi di dalam Gereja
yang dimulai oleh seorang bernama Marthin Luther (1483-1546) dengan lima
seruannya yang terkenal yaitu Sola Gratia (hanya Karena anugerah, manusia
diselamatakan), Sola Fide (hanya karena Iman manusia dibenarkan), Sola
scriptura (hanya Alkitab wahyu Allah yang sejati), Sola Christo (hanya Kristus
sumber keselamatan manusia) dan Soli Deo Gloria (segala kemuliaan hanya bagi
Allah).
Berbicara tentang
Sola Fide (hanya karena Iman) pada saat ini menimbulkan begitu banyak
pertahyaan yang cukup pelik dalam iman Kristen karena defenisi iman (baca sola
Fide) Martin Luther pada saat ini dianggap tidak relevan lagi bagi sebagian
umat Kristen karena konsep sola Fide (pembenaran oleh iman) dianggap
menimbulkan banyak kontroversi dan hanya menimbulkan perpecahan dalam persepsi
dan kepercayaan iman kristen.
Persoalan pertama
yang muncul dalam membicarakan tentang konsep sola fide Martin Luther adalah
Apa itu iman? Pertanyaan ini muncul karena bagi sebagian orang konsep iman
tidak lebih dari sekedar sebuah pelarian dari ketidakmampuan intelektual untuk
mendefenisikan dan menjelaskan tentang semua fenomena yang terjadi di dalam
dunia ini seperti konsep David Hume yang menganggap bahwa iman atau kepercayaan
kepada Tuhan hanyalah hanya sebuah pelarian dari usaha manusia yang sia-sia
karena ketidakmampuan memahami beberapa persoalan, atau dari keahlian takhayul
rakyat yang karena tidak dapat membela diri secara terbuka. Hume menyebut usaha
atau kepercayaan terhadap Allah ini sebagai suatu usaha menanam semak berduri
yang merintangi kemampuan manusia dan yang menutup dan melindungi semua
kelemahan manusia.
Persoalan kedua
yang muncul ketika berbicara tentans; pembenaran oleh iman adalah Iman seperti
apakah yam membenarkan manusia dihadap an Allah? Karenajika ditilik dengai
kasat mata maka semua manusia dan semua agama mengakui bahw; mereka juga
memiliki iman yang benar sehingga kita perlu meliha semua konsep iman tersebut
dan di komparasikan dengan kebenarai dan bukti Alkitab bahwa iman Kristen
berbeda dan unik dari semu; konsep iman yang berada di luar kekristenan.
Persoalan ketig; adalah apakah iman dapat selaras dengan pemikiran logika
manusia'.
A.
Pengertian
Iman.
Apakah arti dari iman itu? Di dalam
kebudayaan kita seringkali diartikan secara salah, yaitu sebagai kepercayaan
yang membabi-buta atau percaya pada sesuatu yang tidak masuk akal. Apabila kita
menyebut iman Kristen sebagai suatu "iman yang membabi-buta", hal ini
bukan saja merendahkan orang Kristen tetap suatu penghinaan terhadap Allah.
Pada waktu Alkitab berkatt tentang kebutaan, istilah itu digunakan untuk
menggambarkan orang yang oleh karena dosa, orang itu berjalan di dalam
kegelapan. Kekristenan mengeluarkan orang dari kegelapan, bukan ke dalam kegelapan.
Iman merupakan lawan dari kebutaan, bukan penyebab dari kebutaan.
Akar dari istilah iman adalah
"percaya." Percaya kepada Allah bukan merupakan suatu tindakan yang
berdasarkan pada kepercayaan yang tidak beralasan. Allah menyatakan Diri-Nya
sendiri sebagai Pribadi yang patut dipercayai. Dia memberikan alasan yang cukup
bagi kita untuk mempercayai-Nya. Dia membuktikan bahwa Dia setia dan layak
untuk mendapatkan kepercayaan kita.
Kekristenan tidak didasarkan pada mitos
dan dongeng, tetapi atas dasar kesaksian dari mereka yang melihat dengan mata
kepala sendiri dan mendengar dengan telinga mereka sendiri. Kebenaran dari
Injil didasarkan pada peristiwa-peristiwa sejarah. Apabila kejadian dari
peristiwa-peristiwa itu tidak dapat dipercayai, maka pada dasarnya iman kita
itu sia-sia saja. Tetapi, Allah tidak meminta kita untuk mempercayai sesuatu
berdasarkan suatu mitos.
Dalam bahasa Yunani kata iman"
menggunakan kata Yunani pistis yang artinya kesetiaan {fidelity) atau
conviction of the truth of anything (pendirian/keyakinan akan kebenaran
sesuatu). Ibrani memberikan definisi tentang iman: "Iman adalah dasar dari
segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita
lihat." (Ibrani 11:1) Iman merupakan esensi dari pengharapan kita akan
masa yang akan datang. Hal itu berarti bahwa kita percaya kepada Allah untuk
masa yang akan datang berdasarkan iman kita pada apa yang telah dicapai oleh
Allah pada masa lampau. Untuk percaya bahwa Allah akan terus dapat dipercaya,
bukanlah merupakan suatu iman yang didasarkan pada kemurahan kita. Ada alasan yang kuat bagi
kita untuk percaya bahwa Allah akan setia untuk menggenapi janji-janji-Nya sama
dengan kesetiaan-Nya di masa yang lalu. Ada
alasan, yaitu suatu alasan yang pasti, bahwa pengharapan itu sudah pasti akan
kita dapatkan.
Iman sebagai bukti dari segala sesuatu
yang tidak terlihat memiliki keutamaan tetapi bukan suatu referensi eksklusif
untuk masa yang akan datang. Tidak ada seorang pun yang memiliki sebuah bola
kristal yang dapat bekerja dengan baik. Kita semua berjalan ke masa yang akan
datang dengan iman, bukan dengan penglihatan. Kita dapat berencana dan membuat
proyeksi-proyeksi, tetapi ramalan kita yang paling baik pun pada dasarnya di
dasarkan pada prakiraan yang telah kita pelajari. Tidak ada seorang pun di
antara kita mempunyai pengetahuan berdasarkan pengalaman di masa yang akan
datang. Kita memandang saat ini dan dapat mengingat kembali masa yang lalu.
Kita adalah ahli pengetahuan berdasarkan pada pengalaman yang telah terj adi.
Satu-satunya bukti yang kuat untuk masa depan kita terdapat pada j anji-j anji
Allah. Di sini iman menawarkan bukti untuk segala sesuatu yang tidak terlih'at.
Kita percaya kepada Allah untuk hari esok.
Kita juga percaya bahwa Allah ada. Dan
meskipun Allah sendiri tidak kelihatan, Firman Tuhan dengan jelas menyatakan
bahwa Allah yang tidak terlihat ini telah menyatakan diri-Nya melalui apa yang
dapat dilihat (Roma 1:20). Meskipun Allah tidak dapat dilihat oleh kita, kita
percaya bahwa Dia ada oleh karena Dia telah menyatakan diri-Nya dengan jelas di
dalam ciptaan dan di dalam sejarah. Iman mencakup percaya di dalam Allah.
Namun, iman yang demikian tidaklah patut dipuji. Yakobus menulis: "Engkau percaya bahwa hanya ada satu
Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan
mereka gemetar." (Yakobus 2:19). Hal ini merupakan tulisan yang cukup
tajam dari Yakobus. Untuk percaya pada keberadaan Allah, hanya dapat disamakan
dengan kepercayaan iblis. Adalah satu hal kita percaya kepada Allah, dan merupakan
hal lain untuk mempercayai Allah. Percaya kepada Allah, berarti
mempercayakan seluruh aspek kehidupan kita kepada Dia, ini merupakan esensi
dari iman Kristen.
Jadi dalam hal ini konsep iman bukanlah
hanya sekedar pelarian dari ketidakmampuan intelektual melainkan justru
sebaliknya konsep pembenaran hanya oleh Iman (sola Fide) merupakan pemenuhan
dan jawaban yang final terhadap semua persoalan yang terj adi dalam kehidupan.
B.
Iman
Seperti Apa yang membenarkan manusia?
Luther melandasi pemikirannya bahwa
manusia di benarkan oleh iman yang diberikan oleh Allah karena manusia telah
mengalami kerusakan total (Total Depravity) sehingga manusia tidak dapat lagi
memperoleh keselamatan, manusia hanya dapat memperoleh keselamatan dari Tuhan
yaitu melalui iman yang dianugerahkan Allah. Tetapi konsep Martin Luther ini
mendapat begitu banyak tantangan apa dengan iman saja sudah cukup membuat
manusia dapat dibenarkan, dan bagaimana relasi antara konsep pembenaran oleh
iman Martin Luther ini yang diambil dari konsep Rasul Paulus dapat disejajarkan
dengan konsep perbuatan menurut Yakobus bahwa manusia dibenarkan oleh karena
perbuatan? (Yakobus 2:24).
Bahkan menurut paham Roma-Katolik konsep
pembenaran hanya oleh iman Martin Luther ini agak sedikit dipaksakan karena
menurut mereka Alkitab sendiri melarang konsep Sola Fidenya Martin Luther.
Sehingga pertanyaan iman seperti apakah yang menyelamatkan manusia menjadi
begitu urgensi untuk mempertahankan kepercayaan Iman Kristen yang sejati bahwa
manusia sesungguhnya manusia sebelum dilahirkankembali adalah manusia yang
tidak dapat berbuat apa-apa karena original sin (dosa asal) telah membuat semua
keinginan yang ada dalam diri manusia hanyalah keinginan untuk berbuat dosa
saja, bahkan dapat dikatakan bahwa semua perbuatan baik manusia yang dilakukan
diluar Kristus dipehitungkan sebagai dosa.
Sejak Martin Luther mengajarkan dan
menyerukan bahwa pembenaran hanya berdasarkan iman, dan bahwa iman merupakan
suatu kondisi yang diperlukan untuk keselamatan, maka merupakan suatu keharusan
bagi kita untuk mengerti apa yang dimaksudkan dengan iman yang menyelamatkan
itu. Yakobus menjelaskan dengan jelas apa yang bukan iman yang menyelamatkan:
"Apakah gunanya saudara-saudara, jika seorang mengatakan, bahwa ia
mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu
menyelamatkan dia?" (Yakobus 2:14). Di dalam ayat ini Yakobus membedakan
antara iman yang diakui dengan realitas dari iman itu sendiri. Siapa saja dapat
mengatakan bahwa ia memiliki iman. Memang kita diperintahkan untuk mengakui
iman kita secara terbuka, namun pengakuan semata-mata tidak akan menyelamatkan
siapa pun. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa seseorang mampu memuliakan
Kristus dengan mulut mereka, tetapi pada saat yang sama hatinya jauh dari Dia.
Pengakuan yang hanya dibibir saja, tanpa adanya manifestasi dari buah iman, bukan merupakan iman yang
menyelamatkan.
Iman bukanlah sesuatu yang berhenti pada
konsep, ide dan gagasan; iman mesti membuah dalam tindakan. Paulus dan Yakobus
telah melihat iman dalam konteks dan perpektif yang khas, sehingga mereka
seolah-olah dipersepsi sebagai tokoh-tokoh yang membuat dikotomi antara iman
dan perbuatan. Keduanya sebenarnya ingin memberi jawab secara kontekstual
terhadap masalah yang dihadapi, sebab itu tidak boleh membawa kita yang hidup
sekarang ini terj atuh pada sikap dikotomis antara iman dan perbuatan. Iman
mesti berbuah dalam perbuatan dan perbuatan mesti berakar pada iman. Iman
dan perbuatan adalah sesuatu yang inheren dan integral. Manusia dibenarkan
karena perbuatan-perbuatan mereka bukan hanya karena iman (Yak. 2:24)".
Teologi protestan mengakui bahwa iman
merupakan alat yang menyebabkan pembenaran, dengan demikian iman merupakan alat
dimana karya Kristus teraplikasi di dalam diri kita. Teologi Roma Katolik
mengajarkan bahwa baptisan merupakan penyebab utama untuk pembenaran dan bahwa
sakramen pengakuan dosa merupakan penyebab kedua, dalam kaitan dengan
pemulihan. (Teologi Roma Katolik melihat pengakuan doa sebagai tingkat kedua
dari pembenaran bagi mereka yang telah menghancurkan jiwa mereka, yaitu mereka
yang telah kehilangan anugrah pembenaran karena melakukan dosa yang fatal,
seperti membunuh). Sakramen pengakuan dosa menuntut usaha pemuasan dimana umat
manusia mencapai usaha yang dibutuhkan untuk mendapatkan pembenaran. Pandangan
Roma Katolik menerima bahwa pembenaran berdasarkan iman, tetapi menyangkali
bahwa pembenaran itu hanya berdasarkan iman. Dengan kata lain, perbuatan-
perbuatan baik perlu ditambahkan untuk dapat dibenarkan.
Iman yang membenarkan adalah iman yang
hidup, bukan iman pengakuan yang kosong. Iman merupakan kepercayaan yang
bersifat pribadi yang bergantung kepada Kristus saja untuk keselamatan. lman
yang menyelamatkan juga merupakan iman pertobatan yang menerima Kristus sebagai
Juruselamat dari Tuhan. Alkitab mengatakan bahwa kita tidak dibenarkan oleh
karena perbuatan- perbuatan baik kita, tetapi dengan apa yang diberikan kepada
kita berdasarkan iman, yaitu kebenaran Kristus. Sebagai sintesis, sesuatu yang
baru ditambahkan pada sesuatu yang dasar. Pembenaran kita merupakan sintesis,
oleh karena kita memiliki kebenaran Kristus yang ditambahkan kepada kita.
Pembenaran kita adalah berdasarkan imputasi (pelimpahan), yang artinya Allah
memindahkan kebenaran Kristus kepada kita berdasarkan iman. Ini bukan merupakan
"legal yang bersifat fiksi." Allah telah melimpahkan kepada kita
karya Kristus yang nyata, dan sekarang kita telah menerima karya-Nya. Ini
merupakan pelimpahan yang nyata. Iman Kristen adalah iman yang lahir dari Allah
bukan karena hasil usaha manusia, Iman Kristen juga bukan hanya sekedar Iman
yang mengaku di mulut saja tetapi justru merupakan Iman yang menyelamatkan
karena Iman tersebut ditunjukkan melalui perbuatan sehari-hari atau dengan kata
lain iman yang berbuah dalam perbuatan.
C.
Iman
yang selaras dengan logika manusia
Iman tidak hanya berarti mempercayakan
diri, jadi iman sejati berarti mempercayakan diri kepada Kristus. Apakah iman
hanya meliputi unsur mempercayakan diri saja ? tiga unsur iman sejati yakni,
1. Mengandung
unsur kognitif/pengetahuan.
Banyak orang Kristen mengira bahwa iman
tidak memerlukan rasio, karena rasio bertentangan dengan iman dan begitu
sebaliknya. Tetapi benarkah demikian ? Unsur iman pertama ini jelas-jelas
menentang konsep tersebut. Iman tidak meniadakan rasio. Di dalam iman ada
rasio. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengajarkan bahwa iman adalah
penundukkan/pengembalian rasio kepada Kebenaran Allah. Jadi, sangat tepatlah
perkataan dua tokoh theolog besar ini, yaitu, Bapa Gereja Augustinus yang
mengajarkan bahwa karena/melalui iman, saya dapat mengerti (Latin : credo ut
intelligam) dan theolog Reformed, Dr. Francis A. Schaeffer, "I do what I think and I think what I
believe." (saya melakukan apa yang saya pikir dan saya berpikir apa
yang saya percaya) yang berarti iman membentuk pemikiran kita dan pemikiran
kita akhirnya membentuk cara tindakan kita. Iman sejati yang bertumbuh bukan
hanya bertumbuh di dalam kualitas kesucian, tetapi juga bertumbuh teras-menerus
di dalam pengenalan akan Firman Allah (Efesus 4:13, "sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan
yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang
sesuai dengan kepenuhan Kristus,").
Kedewasaan iman dapat diukur salah satunya
dari keseriusan seseorang mempelajari dan menggali kebenaran Firman Allah
(Alkitab) secara serius, teliti dan bertanggungjawab. Apakah ini berarti iman
hanya mengandalkan rasio dan bukan pada afeksi, dll ? TIDAK. Iman perlu
menggunakan logika/rasio, tetapi tidak memberhalakannya.
2. Mengandung
unsur persetujuan (approval).
Apakah iman hanya mengandung unsur kognitif
atau menguasai rasio saja? TIDAK! Selain rasio, iman melangkah lebih dalam lagi
yaitu meliputi unsur persetujuan (persetujuan terhadap sesuatu yang bersifat
supranatural). Apa yang disetujui ? Persetujuan bahwa : pertama, ada Allah.
Kedua, manusia yang telah diciptakan segambar dan serupa dengan-Nya telah jatuh
ke dalam dosa. Ketiga, Allah yang mengasihi manusia dengan mengutus Kristus
untuk menebus dosa-dosa manusia pilihan-Nya. Keempat, Roh Kudus melahirbarukan
umat pilihan-Nya sehingga mereka dapat menerima Kristus. Kelima, Roh Kudus yang
sama memakai Alkitab sebagai satu-satunya Kebenaran yang memimpin iman kita
semakin sempurna seperti Kristus. Kelima poin inilah yang harus disetujui oleh
iman sejati. Ketika kelima poin ini tidak ada atau salah satunya tidak ada,
maka itu bukan iman sejati.
3. Mengandung
unsur kepercayaan /mempercayakan diri
(trust).
Apakah iman sejati hanya cukup memikirkan
hal-hal yang supranatural saja ? TIDAK! Iman sejati juga mengandung unsur
mempercayakan diri. Inilah reaksi terakliir dari iman sejati. Iman bukan hanya
menguasai rasio dan hal-hal supranatural, melainkan iman juga menuntut tindakan
mempercayakan diri yang berkorban sebagai wujud kita benar-benar beriman. Kalau
ada orang "Kristen" mengaku di dalam mulut bibir kita bahwa dirinya
beriman di dalam Kristus, tetapi tidak ada kerinduan untuk mau mempercayakan
diri kepada-Nya, menyangkal diri dan berkorban bagi-Nya (Matius 16:24 ; 10:38),
maka orang tersebut tidak layak disebut Kristen, karena Tuhan Yesus bersabda, "Barangsiapa tidak memikul salibnya dan
mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku." (Matius 10:38). Saya membagi
hal ini menjadi dua macam sebagai syarat mengikut Kristus.
Pertama, mempercayakan diri. Pengikut Kristus
sejati harus mempercayakan diri di dalam-Nya (Amsal 3:5). Mengapa ? Karena
mereka mengerti benar bahwa status mereka adalah pengikut Kristus yang mengakui
bahwa tidak ada pemerintah atau raja atau tuan lain di dalam hidupnya kecuali
hanya satu, yaitu Kristus! Mempercayakan diri kepada dan di dalam-Nya inilah
yang disebut oleh Pdt. Sutjipto Subeno sebagai men-Tuhan-kan Kristus, artinya
menjadikan Kristus sebagi satu-satunya Penguasa, Pemerintah, Raja dan Tuhan
yang memerintah dan menguasai hidup kita. Dengan kata lain, mereka yang
sungguh-sungguh adalah pengikut Kristus akan menyuarakan kebenaran, keadilan,
kesungguhan, kejujuran, kesetiaan, dll kepada dunia sebagai wujud Kristus
bertahta di dalam hati mereka.
Kedua,
mengikut Kristus juga
berarti berkorban bagi-Nya. Wujud dari mempercayakan diri kepada dan di
dalam-Nya adalah kita mau berkorban bagi-Nya. Perhatikanlah kalimat paradoks
dari Tuhan Yesus ini, "Barangsiapa
mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa
kehilangan nyawanya karena Aku, ia akanmemperolehnya." (Matius 10:39).
Maksud dari kalimat ini adalah kita diperintahkan untuk tetap taat, setia dan
berhati-hati, ketika kita hams menderita, karena memang itulah seharusnya
menjadi tanggungan kita yang telah mengikut Kristus. Ingatlah, Kristus tak
pernah menjanjikan jalan yang lancar/lurus, kehidupan yang kaya, dll !
Barangsiapa yang mengajarkan "Kristus" yang demikian, itu jelas bukan
Kristus yang Alkitab beritakan, tetapi "kristus-kristus" lain dan
dapat disebut "injil-injil lain" yang diberitakan, sama seperti
situasi yang terjadi di dalam jemaat Galatia ketika Paulus menuliskan suratnya
(Galatia 1:6-10). Kepada mereka, Paulus memperingatkan dengan keras, "Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat
dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil
yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami
katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang
memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu
terima, terkutuklah dia." (Galatia 1:8-9).
Jadi dalam hal ini konsep Martin Luther
Pembenaran oleh Iman adalah suatu konsep yang bukan dibuat untuk kepentingan
diri sendiri tetapi merupakan sebuah konsep yang lahir dari Alkitab sendiri.
Dan Luther sebenarnya tidak mengajarkan hanya sebuah kebenaran yang parsial
dari doktrin Alkitab karena konsep pembenaran hanya karena Iman (Sola Fide) Martin Luther adalah sebuah
doktrin utuh yang diperoleh dari keseluruhan pengajaran Alkitab bahwa manusia
dibenarkan hanya oleh Iman, dan Iman yang membenarkan manusia harus
menghasilkan buah yang baik. Manusia yang ada di dalam Kristus adalah manusia
yang benar secara status tetapi juga harus terus menerus dibenarkan dalam
kehidupannya.
Pembenaran dibuktikan oleh kesucian hidup
orang. "Sebab siapa yang telah mati
(harfiah: dibenarkan), ia telah bebas dari dosa" (Rm. 6:7). Kita telah
dibebaskan dari dosa, sehingga dosa tidak lagi menguasai diri kita. Pembenaran
di hadapan pengadilan Allah ditujukkan dengan kesucian hidup di dunia ini
dihadapan pengadilan manusia. Inilah yang dimaksudkan Yakobus ketika dia
menuliskan bahwa kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan kita (Yak. 2:24).
Iman yang tidak menghasilkan buah yang baik bukanlah iman yang sejati. Karena itu,
keberadaan kita di dalam Kristus akan terlihat melalui keberadaan kita di depan
orang. Salam Reformasi...!!! Sola Fide.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda dan jangan lupa mencantumkan nama dan kota.propinsi tempat anda berdomisili. Misalnya : Yutmen (Jogja)