23 April 2013

SARDIS : JEMAAT YANG HAMPIR MATI (Part 2)


By. Pdt. Esra Alfred Soru, STh, MPdK.


 
Wah 3:1-6 – (1) "Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Sardis: Inilah firman Dia, yang memiliki ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu: Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati! (2) Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak satu pun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku. (3) Karena itu ingatlah, bagaimana engkau telah menerima dan mendengar-nya; turutilah itu dan bertobatlah! Karena jikalau engkau tidak berjaga-jaga, Aku akan datang seperti pencuri dan engkau tidak tahu pada waktu manakah Aku tiba-tiba datang kepadamu. (4) Tetapi di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk itu. (5) Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya. (6) Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat."


 Dalam bagian pertama pembahasan tentang jemaat Sardis ini, saya sudah membahas 2 point penting yakni : (1) Kota dan jemaat Sardis, (2) Kondisi rohani jemaat Sardis. Dalam point yang kedua (Kondisi rohani jemaat Sardis), terlihat bahwa sekalipun ada orang yang menganggap bahwa jemaat Sardis adalah jemaat yang hidup, Tuhan justru menilai bahwa jemaat Sardis adalah jemaat yang mati/nyaris mati (ayat 1-2).

Wah 3:1b-2a – (1b) "…. Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati! (2a) Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati,…”

Mereka dikatakan mati / hampir mati karena ada dosa di dalam jemaat dan juga bahwa mereka telah bergeser dari motivasi mereka yang mula-mula yakni untuk memuliakan dan menyenangkan Tuhan. Selain itu Tuhan juga menilai pekerjaan mereka dan dikatakan bahwa Tuhan tidak mendapati satu pekerjaan mereka pun yang sempurna di hadapan-Nya (ayat 2).

Wah 3:2 - Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak satu pun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku.

Sekarang kita akan membahas teks ini lebih lanjut :

III. MENGAPA GEREJA SARDIS BISA MENGALAMI KONDISI SEPERTI ITU?

Mengapa gereja Sardis sampai bisa mengalami kondisi rohani seperti ini? Maksudnya adalah mengapa mereka sampai dikatakan mati / hampir mati secara rohani? Kondisi rohani seperti ini sangat mengerikan. Kepada jemaat lain Tuhan memang mengkritik mereka, bahkan menegur mereka dengan keras, tetapi tidak ada satu pun dari 6 jemaat yang lain yang dikatakan mati / hampir mati secara rohani. Hanya jemaat Sardis yang dikatakan demikian. Lalu mengapa mereka bisa mengalami “koma” rohani seperti ini? Para penafsir memberikan 2 pandangan :

a.      Kemakmuran secara lahiriah.

Sebelumnya sudah saya ceritakan bahwa kota Sardis ini adalah kota yang kaya di mana di sana ada pabrik kain dan pakaian dari bulu domba. Juga ada emas yang melimpah ruah sebagai akibat dari pasir emas yang dibawa oleh sungai Pactolus. Memang kota ini sempat hancur dan mengalami kemunduran sejak kekalahan mereka dari kerajaan Persia tetapi pada saat dikuasai Romawi, kota ini kembali menjadi kota yang maju.

William Barclay – Ia adalah pusat perdagangan barang-barang dari wol; dan ada klaim bahwa seni mencelup wol diciptakan di sana. Sardis menjadi kota persidangan Romawi. (Pemahaman Alkitab Setiap Hari : Wahyu 1-5, hal.170).

Kita tidak tahu sejak kapan gereja Sardis berdiri, tetapi pada saat kota Sardis ini maju di bawah pemerintahan Romawi, gereja Kristen sudah ada dan hidup di sana. Dan sudah barang tentu kota yang maju dan kaya ini berdampak juga pada kehidupan ekonomi dari gereja secara kolektif maupun anggota jemaat secara pribadi. Dengan kata lain, boleh dikatakan bahwa gereja dan jemaatnya hidup dalam kemakmuran secara ekonomi.

Nah sejumlah penafsir mengatakan bahwa kemakmuran secara ekonomi / lahir-iah inilah yang lalu menyeret jemaat Sardis pada kondisi “koma” rohani ini. Ini tentu tidak boleh dianggap bahwa orang / gereja yang makmur secara ekonomi / lahiriah (kaya) pasti akan mati atau mengalami “koma” secara rohani. Tidak! Tetapi kondisi kaya secara lahiriah itu menempatkan seseorang / sebuah gereja pada bahaya terhadap kerohaniannya yang pada tingkat yang paling ekstrim menjadi mati rohaninya apabila ia tidak berhati-hati.

Mengapa kekayaan bisa menghancurkan kerohanian seseorang? 

1.  Karena kekayaan bersifat menipu di mana seolah-olah ia bisa menjadi sandaran hidup.

Itulah sebabnya ada banyak orang menjadi tertipu dan lalu meng-gantungkan/mempercayakan hidupnya pada kekayaan. Mereka menjadikan kekayaan menjadi segala-galanya dan karenanya menghabiskan seluruh hidupnya untuk mengejar kekayaan dunia ini dan lupa mengejar kekayaan rohani. Mereka menjadi hamba uang! Inilah yang dikatakan Yesus :

Mat 6:19-21,24 – (19) "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. (20)  Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. (21) Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. (24) Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."
Contoh paling nyata di sini adalah kisah orang kaya yang bodoh (Luk 12:16-20). Ia sibuk dengan kekayaannya dan ketika ia mati semuanya selesai. Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata :

Luk 12:15,21 – (15) “…. "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." (21) Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.

Meskipun demikian banyak orang tidak sadar akan hal ini. Mereka terus saja memburu kekayaan dan pada akhirnya mereka binasa.

2.   Karena kekayaan membuat manusia menjadi tidak puas.

Salah satu bahaya dari kekayaan adalah membuat orang yang memilikinya semakin tidak puas. Semakin banyak uang, akan semakin merasa tidak puas, semakin serakah. Ketidakpuasan itu mengalihkan perhatian orang dari apa yang ia sudah miliki kepada apa yang belum ia miliki. Akibatnya orang terus mengejar apa yang belum ia miliki itu.

Saya membeli 1 buah HP dan saya memilikinya. Tapi saya lalu melihat HP yang lain, saya lupa pada HP saya yang pertama dan lalu membeli HP yang ke 2 itu. Pada saat saya melihat HP ke 3, saya lupa pada 2 HP yang sudah saya punyai maka saya membeli HP ke 3 itu. Waktu saya melihat HP lain lagi, saya lupa bahwa saya sudah mempunyai 3 HP maka saya membeli lagi sehingga menjadi 4. Begitu seterusnya sampai saya mempunyai 10 HP.

Hal yang sama terjadi pada kekayaan. Semakin seseorang kaya, ia menjadi tidak fokus pada kekayaan yang sudah miliki, sebaliknya ia terobsesi untuk mengejar yang belum dia miliki. Jikalau dia mampu, dia akan mendapatkan apa yang dia inginkan lalu menjadi tidak puas lagi dan mengejar lagi. Jikalau dia belum mampu dia akan merasa belum berhasil dan kecewa dan tidak bisa menikmati apa yang sudah ada.

Benny Santoso & Wiyono Pontjoharyo – Ketidakpuasan menyebabkan banyak orang tidak bisa melihat hal-hal indah yang terjadi dalam kehidupan mereka. Mereka hanya memfokuskan diri pada hal-hal yang tidak mereka miliki, sehingga hanya melihat kekurangan yang ada dalam hidup mereka. Hal ini bisa membuat mereka frustrasi karena merasa tidak pernah mencapai apa pun dalam hidup. (All About Money, hal. 41-42).

Akibatnya dia tidak bisa bersyukur kepada Tuhan atas apa yang sudah dia miliki. Di sini kerohaniannya sudah mulai sakit.

Benny Santoso & Wiyono Pontjoharyo – Inilah yang menyebabkan kita tidak bisa merasakan berkat Tuhan yang telah dicurahkan dalam kehidupan kita. Seolah-olah mata kita tertutup sehingga kita tidak bisa menikmati apa yang sebenarnya telah kita miliki. Kita mencoba mengejar seekor burung di udara dan membiarkan sembilan ekor burung yang sebe­narnya sudah ada di tangan kita. Kegagalan mendapatkan tambahan seekor burung mengakibat-kan kita tidak bisa bersukacita dengan keberadaan sembilan burung yang sudah kita dapatkan. Jika rasa tidak puas ini terus-menerus menghinggapi pikiran seseorang, maka ia tidak akan pernah merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. (All About Money, hal. 42).

Jikalau orang yang tidak puas itu tidak mampu mendapatkan apa yang ia inginkan, ia lalu mencari berbagai macam cara yang tidak halal sekalipun untuk memenuhi keinginannya itu. Ini lalu membuat ia jatuh ke dalam berbagai macam dosa. Dan kalau sudah seperti ini, kerohaniannya terancam mati. Itulah sebabnya Firman Tuhan berkata :
1 Tim 6:9-10 – (9) Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. (10) Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh mem-buru uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.
3.  Karena kekayaan mempermudah seseorang berbuat dosa.

Ini adalah bahaya lain dari kekayaan. Kekayaan mempermudah seseorang berbuat dosa. Kalau orang miskin, sekalipun ingin berbuat dosa yang membutuhkan uang, dia tidak mampu (walaupun sebenarnya niat untuk berdosa saja adalah dosa). Tetapi orang kaya tentu mampu untuk itu.  Dengan uang orang bisa menyogok orang lain, bisa memutarbalikkan keadilan seperti di dalam sidang-sidang pengadilan, bisa menyewa pem-bunuh bayaran, bisa mempunyai isteri 7, bisa menyewa pelacur, dll. Pokoknya asal ada uang berbagai macam kejahatan bisa dilakukan. Kalau sudah begini, bukankah kerohanian seseorang menjadi mati atau “koma”?

Jadi minimal 3 hal itu menyebabkan kekayaan / kemakmuran materil dapat menjadi ancaman bagi kerohanian seseorang. Kemakmuran lahiriah ini juga sangat memungkinkan untuk menjadikan suatu gereja mengalami kondisi seperti gereja Sardis.

James B. Ramsey - Ini adalah kondisi yang paling menyedihkan dan membahayakan bagi gereja manapun yang ada di dalamnya; tetapi seringkali ini merupakan keadaan dari gereja-gereja yang makmur secara lahiriah.

James B. Ramsey - Biarlah setiap gereja yang menonjol dalam penilaian orang lain, dan makmur dalam keadaan lahiriahnya, mengingat bahwa sementara manusia sedang memuji, Kristus bisa mengerutkan dahi, dan penghakiman-Nya sedang mendekat, seperti seorang pencuri pada waktu malam. Mata manusia bisa tidak mendeteksi adanya cacat, di mana mata Kristus hanya melihat kematian.

Ada orang yang ketika masih miskin / hidup pas-pasan, kerohaniannya sangat bagus. Dia rajin ibadah, rajin ikut kelas Pelajaran Alkitab, rajin berdoa bahkan untuk kebutuhan-kebutuhan yang kecil, dsb. Tetapi ketika uangnya bertambah banyak,  hartanya berlimpah, ia mulai sukar beribadah, tidak lagi mempunyai waktu mengikuti kelas Pelajaran Alkitab, tidak lagi berdoa untuk kebutuhan-kebutuhannya, dan makin lama makin jauh dari Tuhan dan lalu bisa mengalami “koma” rohani. Demikian juga ada gereja yang ketika masih miskin / tidak punya banyak uang, masih sewa gedung, dsb, menjadi gereja yang hidup dan bergantung sepenuhnya pada Tuhan. Berdoa dan bergumul untuk segala kebutuhannya (seperti biaya pembangunan gedung, dsb). Tetapi ketika gereja sudah menjadi mapan, ekonomi gereja maju pesat, rekening di bank sudah melimpah, lalu merasa tidak membutuhkan Tuhan lagi, dan makin lama semua aktivitas gereja hanya rutinitas saja sampai pada titik mati / “koma” rohani seperti jemaat Sardis ini. Ada banyak gereja miskin di kampung-kampung hidup secara rohani tetapi ada banyak gereja di kota-kota besar dan daerah-daerah maju justru menjadi mati, ditutup, dialihfungsikan menjadi mall, masjid atau musem, dsb.

Kalau begitu apakah orang Kristen / gereja Kristen tidak boleh kaya? Tidak juga! Menjadi kaya itu sah-sah saja tetapi kita harus waspada karena kekayaan dalam kenyatannya telah membuat iman / kerohanian banyak orang menjadi kandas atau nyaris mati seperti yang terjadi dengan jemaat Sardis. Bahkan Yesus sendiri berkata :

Mat 19:23-24 – (23) “…"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. (24) Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah."

Berarti sebenarnya orang kaya itu ada dalam bahaya. Kita perlu berdoa untuk mereka! Tetapi kalau saudara sudah terlanjur kaya, jangan dulu takut. Asal saudara sungguh-sungguh beriman, saudara pasti selamat walaupun Yesus bilang orang kaya sukar masuk surga. Yang perlu saudara lakukan adalah waspada agar kekayaan itu tidak merusak kerohanian saudara. Bagaimana caranya?

1) Jangan menggantungkan / mempercayakan hidup saudara pada kekayaan itu.

Ayub 31:24,25,28 – (24) Jikalau aku menaruh kepercayaan kepada emas, dan berkata kepada kencana: Engkaulah kepercayaanku; (25) jikalau aku bersuka-cita, karena kekayaanku besar dan karena tanganku memperoleh harta benda yang berlimpah-limpah;… (28) maka hal itu juga menjadi kejahatan yang patut dihukum oleh hakim, karena Allah yang di atas telah kuingkari.

Ul 6:10-12 – (10) Maka apabila TUHAN, Allahmu, telah membawa engkau masuk ke negeri yang dijanjikan-Nya…untuk memberikannya kepadamu -- kota-kota yang besar dan baik, yang tidak kaudirikan; (11) rumah-rumah, penuh berisi berbagai-bagai barang baik, yang tidak kauisi; sumur-sumur yang tidak kaugali; kebun-kebun anggur dan kebun-kebun zaitun, yang tidak kautanami -- dan apabila engkau sudah makan dan menjadi kenyang, (12) maka berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan.
Maz 62:11 – “…. apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya.
2)  Belajar untuk puas dengan apa yang saudara miliki.

1 Tim 6:6-8 – (6) Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi ke-untungan besar. (7) Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. (8) Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.
Benny Santoso & Wiyono Pontjoharyo – “…setiap orang harus memiliki kepuasan agar bisa menikmati berkat Tuhan dalam hidupnya. Hal ini cukup susah dilakukan karena banyak orang mengalami kesulitan untuk berkata “cukup”. (All About Money, hal. 42).

Saya membaca sebuah cerita fabel yang berkisah tentang seekor tikus. Awalnya dia begitu senang menjadi seekor tikus sampai satu hari dia bertemu dengan kucing yang lalu mengejarnya. Dia begitu takut pada kucing itu. Ia lalu berdoa kepada Tuhan : “Tuhan saya ingin menjadi kucing saja, besar dan kuat”. Tuhan pun mengabulkan permintaannya sehingga ia lalu diubah menjadi kucing. Ia begitu senang menjadi kucing sampai ia bertemu dengan seekor anjing yang lalu mengejarnya. Ia sadar anjing lebih kuat dan hebat daripada kucing. Ia lalu meminta kepada Tuhan agar diubah menjadi anjing saja. Ia pun diubah menjadi anjing. Sebagai anjing ia dengan bangganya berkeliling kampung bahkan ke hutan. Tahu-tahu di hutan ia bertemu dengan harimau yang hendak menerkamnya. Dia begitu ketakutan dan lari tunggang langgang. Lagi-lagi ia memohon kepada Tuhan : “Ubahlah aku menjadi harimau”. Tuhan pun mengubahnya menjadi harimau. Tapi suatu datanglah ke hutan seorang pemburu dengan membawa senapan dan menembaknya. Ia lari tunggang langgang. Ia jadi sadar pemburu itu begitu hebat. Lebih baik menjadi pemburu saja. Ia minta kepada Tuhan untuk diubah menjadi pemburu dan jadilah demikian. Dengan senangnya ia berburu sampai malam, begitu pulang rumah isteri pemburu marah-marah dan kelihatannya pemburu takut pada isterinya. Ia sadar, isteri pemburu lebih hebat dari pemburu. Ia pun minta pada Tuhan agar diubah menjadi isteri pemburu, dan jadilah demikian. Sebagai isteri pemburu, ia pergi ke dapur dan memasak, betapa kagetnya dia karena ada sejumlah tikus di dapur, ia lari karena takut pada tikus-tikus itu. Dari situ ia sadar, tikus lebih hebat dari isteri pemburu. Akhirnya dia meminta kepada Tuhan untuk mengubah dia menjadi tikus. Dan jadilah ia tikus seperti semula. Setelah semuanya itu ia pun bergumam : “Hmmm… bae sonde bae jadi tikus lebe bae”. (Baik atau tidak baik, jadi tikus lebih baik).

Cerita di atas memberikan gambaran pada kita bahwa seringkali kita merasa tidak puas dengan keadaan kita dan ingin lebih dari itu, ingin menjadi seperti orang lain. Kita lalu menjadi lupa untuk bersyukur pada apa yang kita miliki atau pada kondisi kita sekarang. Ya, belajarlah menjadi puas dengan apa yang Tuhan berikan kepada kita.

3) Pergunakanlah kekayaan / uang saudara dengan benar, pakailah untuk mendukung pekerjaan Tuhan dan menolong sesama.

Untuk saudara yang miskin, walaupun Tuhan tidak berkata bahwa saudara sukar masuk surga, itu tidak secara otomatis membuat saudara masuk surga. Saudara harus percaya Yesus sungguh-sungguh. Jika tidak saudara akan masuk neraka juga! Di dunia sudah hidup miskin, mati masuk neraka lagi! Benar-benar naas nasib saudara!!! Tapi kalau suatu saat saudara jadi kaya, ingat nasihat untuk orang kaya tadi. 

Kiranya kita belajar dari gereja Sardis dan membuat kita waspada akan bahaya dari kemapanan secara lahiriah. Baik untuk pribadi kita maupun juga untuk gereja kita. Ingat, jangan pernah korbankan kerohanian saudara demi uang / kekayaan dunia yang fana ini.






2 komentar:

  1. Minta ijin mengambil tulisan ini untuk renungan persekutuan doa kami.
    Terima kasih.

    BalasHapus

Silahkan berikan komentar anda dan jangan lupa mencantumkan nama dan kota.propinsi tempat anda berdomisili. Misalnya : Yutmen (Jogja)