By. Pdt. Esra Alfred
Soru, STh, MPdK.
Wah 3:1-6 – (1) "Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Sardis: Inilah firman Dia, yang memiliki
ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu: Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau
dikatakan hidup, padahal engkau mati! (2) Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang
masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak satu pun dari pekerjaanmu Aku
dapati sempurna di hadapan Allah-Ku. (3) Karena itu ingatlah, bagaimana engkau
telah menerima dan mendengar-nya; turutilah itu dan bertobatlah! Karena jikalau
engkau tidak berjaga-jaga, Aku akan datang seperti pencuri dan engkau tidak
tahu pada waktu manakah Aku tiba-tiba datang kepadamu. (4) Tetapi di Sardis ada
beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan berjalan dengan
Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk itu. (5) Barangsiapa
menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus
namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan
Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya. (6) Siapa bertelinga, hendaklah ia
mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat."
Dalam
bagian pertama pembahasan tentang jemaat Sardis
ini, saya sudah membahas 2 point penting yakni : (1) Kota
dan jemaat Sardis, (2) Kondisi rohani jemaat Sardis. Dalam point yang
kedua (Kondisi rohani jemaat Sardis), terlihat
bahwa sekalipun ada orang yang menganggap bahwa jemaat Sardis
adalah jemaat yang hidup, Tuhan justru menilai bahwa jemaat Sardis adalah jemaat yang mati/nyaris mati
(ayat 1-2).
Wah 3:1b-2a – (1b) "…. Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau
mati! (2a) Bangunlah, dan
kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati,…”
Mereka dikatakan mati / hampir mati karena ada
dosa di dalam jemaat dan juga bahwa mereka telah bergeser dari motivasi mereka
yang mula-mula yakni untuk memuliakan dan menyenangkan Tuhan. Selain itu Tuhan
juga menilai pekerjaan mereka dan dikatakan bahwa Tuhan tidak mendapati satu
pekerjaan mereka pun yang sempurna di hadapan-Nya (ayat 2).
Wah 3:2 - Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah
hampir mati, sebab tidak satu pun
dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku.
Sekarang kita akan membahas teks ini lebih
lanjut :
III. MENGAPA GEREJA SARDIS BISA MENGALAMI KONDISI SEPERTI ITU?
Mengapa
gereja Sardis
sampai bisa mengalami kondisi rohani seperti ini? Maksudnya adalah mengapa
mereka sampai dikatakan mati / hampir mati secara rohani? Kondisi rohani
seperti ini sangat mengerikan. Kepada jemaat lain Tuhan memang mengkritik
mereka, bahkan menegur mereka dengan keras, tetapi tidak ada satu pun dari 6
jemaat yang lain yang dikatakan mati / hampir mati secara rohani. Hanya jemaat Sardis yang dikatakan demikian.
Lalu mengapa mereka bisa mengalami “koma” rohani seperti ini? Para
penafsir memberikan 2 pandangan :
a.
Kemakmuran secara lahiriah.
Sebelumnya
sudah saya ceritakan bahwa kota Sardis
ini adalah kota yang kaya di mana di sana ada pabrik kain dan
pakaian dari bulu domba. Juga ada emas yang melimpah ruah sebagai akibat dari
pasir emas yang dibawa oleh sungai Pactolus. Memang kota ini sempat hancur dan mengalami kemunduran sejak
kekalahan mereka dari kerajaan Persia
tetapi pada saat dikuasai Romawi, kota ini
kembali menjadi kota
yang maju.
William Barclay – Ia adalah pusat
perdagangan barang-barang dari wol; dan ada klaim bahwa seni mencelup wol
diciptakan di sana.
Sardis menjadi kota persidangan Romawi. (Pemahaman Alkitab Setiap Hari : Wahyu 1-5, hal.170).
Kita tidak
tahu sejak kapan gereja Sardis berdiri, tetapi
pada saat kota Sardis
ini maju di bawah pemerintahan Romawi, gereja Kristen sudah ada dan hidup di sana. Dan sudah barang
tentu kota yang
maju dan kaya ini berdampak juga pada kehidupan ekonomi dari gereja secara
kolektif maupun anggota jemaat secara pribadi. Dengan kata lain, boleh
dikatakan bahwa gereja dan jemaatnya hidup dalam kemakmuran secara ekonomi.
Nah sejumlah
penafsir mengatakan bahwa kemakmuran secara ekonomi / lahir-iah inilah yang lalu
menyeret jemaat Sardis
pada kondisi “koma” rohani ini. Ini tentu tidak boleh dianggap bahwa orang /
gereja yang makmur secara ekonomi / lahiriah (kaya) pasti akan mati atau
mengalami “koma” secara rohani. Tidak! Tetapi kondisi kaya secara lahiriah itu
menempatkan seseorang / sebuah gereja pada bahaya terhadap kerohaniannya yang
pada tingkat yang paling ekstrim menjadi mati rohaninya apabila ia tidak
berhati-hati.
Mengapa
kekayaan bisa menghancurkan kerohanian seseorang?
1. Karena kekayaan bersifat menipu di
mana seolah-olah ia bisa menjadi sandaran hidup.
Itulah
sebabnya ada banyak orang menjadi tertipu dan lalu
meng-gantungkan/mempercayakan hidupnya pada kekayaan. Mereka menjadikan
kekayaan menjadi segala-galanya dan karenanya menghabiskan seluruh hidupnya
untuk mengejar kekayaan dunia ini dan lupa mengejar kekayaan rohani. Mereka
menjadi hamba uang! Inilah yang dikatakan Yesus :
Mat
6:19-21,24 – (19) "Janganlah kamu
mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri
membongkar serta mencurinya. (20) Tetapi
kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak
merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. (21) Karena di
mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. (24) Tak seorang pun dapat
mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang
dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak
mengindahkan yang lain. Kamu tidak
dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."
Contoh paling
nyata di sini adalah kisah orang kaya yang bodoh (Luk 12:16-20). Ia sibuk
dengan kekayaannya dan ketika ia mati semuanya selesai. Itulah sebabnya Tuhan
Yesus berkata :
Luk 12:15,21
– (15) “…. "Berjaga-jagalah dan
waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah
tergantung dari pada kekayaannya itu." (21) Demikianlah jadinya
dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak
kaya di hadapan Allah.
Meskipun
demikian banyak orang tidak sadar akan hal ini. Mereka terus saja memburu
kekayaan dan pada akhirnya mereka binasa.
2. Karena kekayaan membuat manusia
menjadi tidak puas.
Salah satu
bahaya dari kekayaan adalah membuat orang yang memilikinya semakin tidak puas.
Semakin banyak uang, akan semakin merasa tidak puas, semakin serakah.
Ketidakpuasan itu mengalihkan perhatian orang dari apa yang ia sudah miliki
kepada apa yang belum ia miliki. Akibatnya orang terus mengejar apa yang belum
ia miliki itu.
Saya membeli
1 buah HP dan saya memilikinya. Tapi saya lalu melihat HP yang lain, saya lupa
pada HP saya yang pertama dan lalu membeli HP yang ke 2 itu. Pada saat saya
melihat HP ke 3, saya lupa pada 2 HP yang sudah saya punyai maka saya membeli
HP ke 3 itu. Waktu saya melihat HP lain lagi, saya lupa bahwa saya sudah
mempunyai 3 HP maka saya membeli lagi sehingga menjadi 4. Begitu seterusnya
sampai saya mempunyai 10 HP.
Hal yang sama
terjadi pada kekayaan. Semakin seseorang kaya, ia menjadi tidak fokus pada
kekayaan yang sudah miliki, sebaliknya ia terobsesi untuk mengejar yang belum
dia miliki. Jikalau dia mampu, dia akan mendapatkan apa yang dia inginkan lalu
menjadi tidak puas lagi dan mengejar lagi. Jikalau dia belum mampu dia akan
merasa belum berhasil dan kecewa dan tidak bisa menikmati apa yang sudah ada.
Benny Santoso & Wiyono Pontjoharyo –
Ketidakpuasan menyebabkan banyak orang tidak bisa melihat hal-hal indah yang
terjadi dalam kehidupan mereka. Mereka hanya memfokuskan diri pada hal-hal yang
tidak mereka miliki, sehingga hanya melihat kekurangan yang ada dalam hidup
mereka. Hal ini bisa membuat mereka frustrasi karena merasa tidak pernah
mencapai apa pun dalam hidup. (All About Money, hal. 41-42).
Akibatnya dia
tidak bisa bersyukur kepada Tuhan atas apa yang sudah dia miliki. Di sini
kerohaniannya sudah mulai sakit.
Benny Santoso & Wiyono Pontjoharyo – Inilah
yang menyebabkan kita tidak bisa merasakan berkat Tuhan yang telah dicurahkan
dalam kehidupan kita. Seolah-olah mata kita tertutup sehingga kita tidak bisa
menikmati apa yang sebenarnya telah kita miliki. Kita mencoba mengejar seekor
burung di udara dan membiarkan sembilan ekor burung yang sebenarnya sudah ada
di tangan kita. Kegagalan mendapatkan tambahan seekor burung mengakibat-kan
kita tidak bisa bersukacita dengan keberadaan sembilan burung yang sudah kita
dapatkan. Jika rasa tidak puas ini terus-menerus
menghinggapi pikiran seseorang, maka ia tidak akan pernah merasakan kebahagiaan
dalam hidupnya. (All About Money, hal. 42).
Jikalau orang
yang tidak puas itu tidak mampu mendapatkan apa yang ia inginkan, ia lalu
mencari berbagai macam cara yang tidak halal sekalipun untuk memenuhi
keinginannya itu. Ini lalu membuat ia jatuh ke dalam berbagai macam dosa. Dan
kalau sudah seperti ini, kerohaniannya terancam mati. Itulah sebabnya Firman
Tuhan berkata :
1 Tim 6:9-10
– (9) Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam
berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan
manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. (10) Karena akar segala
kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh
mem-buru uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa
dirinya dengan berbagai-bagai duka.
3. Karena kekayaan mempermudah
seseorang berbuat dosa.
Ini adalah
bahaya lain dari kekayaan. Kekayaan mempermudah seseorang berbuat dosa. Kalau
orang miskin, sekalipun ingin berbuat dosa yang membutuhkan uang, dia tidak
mampu (walaupun sebenarnya niat untuk berdosa saja adalah dosa). Tetapi orang
kaya tentu mampu untuk itu. Dengan uang
orang bisa menyogok orang lain, bisa memutarbalikkan keadilan seperti di dalam
sidang-sidang pengadilan, bisa menyewa pem-bunuh bayaran, bisa mempunyai isteri
7, bisa menyewa pelacur, dll. Pokoknya asal ada uang berbagai macam kejahatan
bisa dilakukan. Kalau sudah begini, bukankah kerohanian seseorang menjadi mati
atau “koma”?
Jadi minimal
3 hal itu menyebabkan kekayaan / kemakmuran materil dapat menjadi ancaman bagi
kerohanian seseorang. Kemakmuran lahiriah ini juga sangat memungkinkan untuk
menjadikan suatu gereja mengalami kondisi seperti gereja Sardis.
James B. Ramsey - Ini adalah kondisi
yang paling menyedihkan dan membahayakan bagi gereja manapun yang ada di
dalamnya; tetapi seringkali ini merupakan keadaan dari gereja-gereja yang
makmur secara lahiriah.
James B. Ramsey - Biarlah setiap gereja yang menonjol dalam
penilaian orang lain, dan makmur dalam keadaan lahiriahnya, mengingat bahwa
sementara manusia sedang memuji, Kristus bisa mengerutkan dahi, dan
penghakiman-Nya sedang mendekat, seperti seorang pencuri pada waktu malam. Mata
manusia bisa tidak mendeteksi adanya cacat, di mana mata Kristus hanya melihat
kematian.
Ada orang yang
ketika masih miskin / hidup pas-pasan, kerohaniannya sangat bagus. Dia rajin
ibadah, rajin ikut kelas Pelajaran Alkitab, rajin berdoa bahkan untuk
kebutuhan-kebutuhan yang kecil, dsb. Tetapi ketika uangnya bertambah
banyak, hartanya berlimpah, ia mulai
sukar beribadah, tidak lagi mempunyai waktu mengikuti kelas Pelajaran Alkitab,
tidak lagi berdoa untuk kebutuhan-kebutuhannya, dan makin lama makin jauh dari
Tuhan dan lalu bisa mengalami “koma” rohani. Demikian juga ada gereja yang
ketika masih miskin / tidak punya banyak uang, masih sewa gedung, dsb, menjadi
gereja yang hidup dan bergantung sepenuhnya pada Tuhan. Berdoa dan bergumul
untuk segala kebutuhannya (seperti biaya pembangunan gedung, dsb). Tetapi
ketika gereja sudah menjadi mapan, ekonomi gereja maju pesat, rekening di bank
sudah melimpah, lalu merasa tidak membutuhkan Tuhan lagi, dan makin lama semua aktivitas
gereja hanya rutinitas saja sampai pada titik mati / “koma” rohani seperti
jemaat Sardis ini. Ada
banyak gereja miskin di kampung-kampung hidup secara rohani tetapi ada banyak
gereja di kota-kota besar dan daerah-daerah maju justru menjadi mati, ditutup,
dialihfungsikan menjadi mall, masjid atau musem, dsb.
Kalau begitu
apakah orang Kristen / gereja Kristen tidak boleh kaya? Tidak juga! Menjadi
kaya itu sah-sah saja tetapi kita harus waspada karena kekayaan dalam
kenyatannya telah membuat iman / kerohanian banyak orang menjadi kandas atau
nyaris mati seperti yang terjadi dengan jemaat Sardis. Bahkan Yesus sendiri berkata :
Mat 19:23-24
– (23) “…"Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya sukar sekali bagi
seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. (24) Sekali lagi Aku
berkata kepadamu, lebih mudah seekor
unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan
Allah."
Berarti
sebenarnya orang kaya itu ada dalam bahaya. Kita perlu berdoa untuk mereka!
Tetapi kalau saudara sudah terlanjur kaya, jangan dulu takut. Asal saudara
sungguh-sungguh beriman, saudara pasti selamat walaupun Yesus bilang orang kaya
sukar masuk surga. Yang perlu saudara lakukan adalah waspada agar kekayaan itu
tidak merusak kerohanian saudara. Bagaimana caranya?
1) Jangan menggantungkan /
mempercayakan hidup saudara pada kekayaan itu.
Ayub 31:24,25,28 – (24) Jikalau aku menaruh kepercayaan kepada emas, dan berkata kepada kencana: Engkaulah kepercayaanku; (25)
jikalau aku bersuka-cita, karena kekayaanku
besar dan karena tanganku
memperoleh harta benda yang berlimpah-limpah;… (28) maka hal itu juga menjadi kejahatan yang
patut dihukum oleh hakim, karena Allah yang di atas telah kuingkari.
Ul 6:10-12 – (10) Maka apabila TUHAN, Allahmu, telah
membawa engkau masuk ke negeri yang dijanjikan-Nya…untuk memberikannya kepadamu
-- kota-kota yang besar dan baik,
yang tidak kaudirikan; (11) rumah-rumah,
penuh berisi berbagai-bagai barang baik, yang tidak kauisi; sumur-sumur yang tidak kaugali; kebun-kebun anggur dan kebun-kebun
zaitun, yang tidak kautanami -- dan apabila engkau sudah makan dan menjadi kenyang, (12)
maka berhati-hatilah, supaya jangan
engkau melupakan TUHAN, yang telah membawa kamu keluar dari tanah
Mesir, dari rumah perbudakan.
Maz 62:11 – “…. apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya.
2) Belajar untuk puas dengan apa yang
saudara miliki.
1 Tim 6:6-8 –
(6) Memang ibadah itu kalau disertai rasa
cukup, memberi ke-untungan besar. (7) Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke
dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. (8) Asal ada
makanan dan pakaian, cukuplah.
Benny Santoso & Wiyono Pontjoharyo – “…setiap
orang harus memiliki kepuasan agar bisa menikmati berkat Tuhan dalam hidupnya.
Hal ini cukup susah dilakukan karena banyak orang mengalami kesulitan untuk
berkata “cukup”. (All
About Money, hal. 42).
Saya membaca
sebuah cerita fabel yang berkisah tentang seekor tikus. Awalnya dia begitu
senang menjadi seekor tikus sampai satu hari dia bertemu dengan kucing yang
lalu mengejarnya. Dia begitu takut pada kucing itu. Ia lalu berdoa kepada Tuhan
: “Tuhan saya ingin menjadi kucing saja,
besar dan kuat”. Tuhan pun mengabulkan permintaannya sehingga ia lalu
diubah menjadi kucing. Ia begitu senang menjadi kucing sampai ia bertemu dengan
seekor anjing yang lalu mengejarnya. Ia sadar anjing lebih kuat dan hebat
daripada kucing. Ia lalu meminta kepada Tuhan agar diubah menjadi anjing saja.
Ia pun diubah menjadi anjing. Sebagai anjing ia dengan bangganya berkeliling
kampung bahkan ke hutan. Tahu-tahu di hutan ia bertemu dengan harimau yang
hendak menerkamnya. Dia begitu ketakutan dan lari tunggang langgang. Lagi-lagi
ia memohon kepada Tuhan : “Ubahlah aku
menjadi harimau”. Tuhan pun mengubahnya menjadi harimau. Tapi suatu
datanglah ke hutan seorang pemburu dengan membawa senapan dan menembaknya. Ia
lari tunggang langgang. Ia jadi sadar pemburu itu begitu hebat. Lebih baik
menjadi pemburu saja. Ia minta kepada Tuhan untuk diubah menjadi pemburu dan
jadilah demikian. Dengan senangnya ia berburu sampai malam, begitu pulang rumah
isteri pemburu marah-marah dan kelihatannya pemburu takut pada isterinya. Ia
sadar, isteri pemburu lebih hebat dari pemburu. Ia pun minta pada Tuhan agar
diubah menjadi isteri pemburu, dan jadilah demikian. Sebagai isteri pemburu, ia
pergi ke dapur dan memasak, betapa kagetnya dia karena ada sejumlah tikus di
dapur, ia lari karena takut pada tikus-tikus itu. Dari situ ia sadar, tikus
lebih hebat dari isteri pemburu. Akhirnya dia meminta kepada Tuhan untuk
mengubah dia menjadi tikus. Dan jadilah ia tikus seperti semula. Setelah
semuanya itu ia pun bergumam : “Hmmm… bae
sonde bae jadi tikus lebe bae”. (Baik atau tidak baik, jadi tikus lebih
baik).
Cerita di
atas memberikan gambaran pada kita bahwa seringkali kita merasa tidak puas
dengan keadaan kita dan ingin lebih dari itu, ingin menjadi seperti orang lain.
Kita lalu menjadi lupa untuk bersyukur pada apa yang kita miliki atau pada
kondisi kita sekarang. Ya, belajarlah menjadi puas dengan apa yang Tuhan
berikan kepada kita.
3) Pergunakanlah kekayaan / uang
saudara dengan benar, pakailah untuk mendukung pekerjaan Tuhan dan menolong
sesama.
Untuk saudara
yang miskin, walaupun Tuhan tidak berkata bahwa saudara sukar masuk surga, itu
tidak secara otomatis membuat saudara masuk surga. Saudara harus percaya Yesus
sungguh-sungguh. Jika tidak saudara akan masuk neraka juga! Di dunia sudah
hidup miskin, mati masuk neraka lagi! Benar-benar naas nasib saudara!!! Tapi
kalau suatu saat saudara jadi kaya, ingat nasihat untuk orang kaya tadi.
Kiranya kita
belajar dari gereja Sardis
dan membuat kita waspada akan bahaya dari kemapanan secara lahiriah. Baik untuk
pribadi kita maupun juga untuk gereja kita. Ingat, jangan pernah korbankan
kerohanian saudara demi uang / kekayaan dunia yang fana ini.
Minta ijin mengambil tulisan ini untuk renungan persekutuan doa kami.
BalasHapusTerima kasih.
Silahkan!
Hapus